Putus

2.8K 175 19
                                    

Hepi reding gays

Typos bertebaran.

^^^^^^Putus (A)^^^^^^

"Han, gue minta putus," lirih gue. Lagi - lagi Jehan gak menggubris kata - kata gue. "Lo gak perlu ngelakuin i---"

"Yang, kamu mau yang ini apa yang.. ini?" ucap dia, dengan bersemangat menunjuk sebuah kalung dengan bandul berbeda.

"Jehan.." Gue mencoba tetap tenang dengan intonasi suara gue. Gue gak ngerti Jehan. Hubungan kita udah terlalu hambar. Kenapa dia selalu terus mencoba mempertahankan gue yang pengen melepaskan diri dari dia.

"Kayaknya yang ini lebih bagus," gumam Jehan. Gue menahan diri supaya gak memutar bola mata gue. Itu Jehan. Dia nanya, tapi dia yang jawab sendiri.

Jehan memperlihatkan ke gue kalung yang dia pilih sebagai benda yang buat kita jadikan couple-an--atas dasar keinginan dia. Kalung emas putih dengan bandul yang berbentuk seperti cincin namun terdapat anak panah di tengahnya.

"Jehan--" Belum sempat gue berucap, seseorang memotong. Suara wanita. Gue menoleh.

"Lho, Aden, kamu kok di sini?" tanya Dina. Gue ngelirik bentar Jehan yang lagi ngobrol sama si mbak penjaganya.

"Nganter temen," jawab gue. Biasanya, Jehan gak suka kalo ada yang nanya dan gue jawab gini. Dia selalu lebih milih gue ngomong gak bareng siapa - siapa atau sebangsanya dari pada bilang dia itu 'temen'. Tapi balik lagi, hidup gue kini bukan teracu buat Jehan.

Gue-pengen-lepas-dari-dulu-asal-lo-tahu!

"Ah, aku kira apa." Dina ngomong sambil ketawa - ketawa kecil salting gitu. Manis. Dia cewek manis. Dia anggun, cantik, sopan, dan tentunya lemah lembut. Dina juga sosok yang pinter dan mandiri, gak seperti sosok di samping gue. Dan gue tertarik ke cewek ini.

"Kamu sendiri, Din, lagi ngapain sendirian aja?" Gue balik bertanya, supaya gak canggung dan kaku. Sekalian gue modus dikit.

"Ngambil pesenan sepupu aku. Dia mau tunangan," jawab Dina.

"Oh." Gue bingung mau bales apa.

"Y-yang.." Gue noleh, pas sedetik Jehan membuka suara. Dia baru sadar ada orang lain diantara kami. Seorang cewek. Jehan gak melanjutkan perkataannya, melainkan malah menyapa Dina, "Hai, temennya Aden, ya?"

Gue gak ngerti ketika wajah Dina keliatan merah. Jujur, gue liatnya aneh.

"Oh, Je, lo udah selesai? Bukannya lo pengen beli baju, yok gue anter?!"

Tanpa menunggu jawaban Jehan, gue narik lengan cowok itu.

"Dadah."

Lucunya, Jehan malah melambai pada Dina yang berubah salting.

***

Hubungan gue udah hampir jalan satu setengah tahun. Dan gue berada di titik terjenuh dalam hubungan ini. Dan gue pengen mengakhirinya.

Gue pengen putus.

Tapi Jehan keras kepala. Dia gak pernah sedikit pun menanggapi atau apapun kata - kata gue. Dia selalu merubah topik meski gue gak pernah menimpali karena terlalu jengah dengan kebatuan kepalanya.

Sekarang, kami sampai di apartemen yang sudah kami sewa sejak setahun belakang untuk tempat tinggal kami. Apartemen ini bukan sesuatu yang wah, hanya apartemen dengan dua kamar satu kamar mandi, dapur, dan ruang tamu. Karena mau gue, pun Jehan bukan orang yang suka berhambur uang buat hal yang gak perlu. Apalagi Jehan, dia lagi menabung buat membeli rumahnya sendiri, yang nanti akan jadi rumah kami.

About Us! (BxB)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang