Sayonara

4.8K 136 12
                                    

Kenapa..

"Lo itu sampah!"

Aku sebisa mungkin menulikan telingaku dari suara - suara yang semakin lama semakin menyesakkan dadaku. Aku menarik napas dan menghembuskannya perlahan. Jangan sampai aku terbawa emosi, kerena jika iya, aku sama seperti mereka. Dan masalah akan semakin panjang dan rumit.

"Lo gak berguna!"

Aku memang tidak berguna. Tidak perlu diingatkan, aku tahu diri. Aku memang tidak berguna, tapi setidaknya aku telah mencoba.

"Lo, harusnya mati!"

Kalau begitu..

Aku merasakan jika seseorang melempari punggungku dengan sesuatu yang pecah, seperti telur--atau memang telur. Aku memejamkan mataku. Lemparan kedua kurasakan di samping bahuku, lebih kencang dari sebelumnya. Aku meringis pelan.
Lemparan ketiga, keempat, dan seterusnya.

"Lo pantes dapetin itu!"

Sepantas - pantasny aku, terima kasih.

"Homo sialan!"

Aku bukan pencinta sesama jenis. Aku hanya kebetulan mencintai seseorang yang berkelamin sepertiku. Dia satu - satu laki - laki yang kucinta, dan akan selalu begitu. Dia akan jadi yang terakhir.

"Dasar homo! Jijikin!"

Aku mencintainya juga karena satu hal yang tak kudapat dari siapapun. Kehangatan.

"Pergi, lo gak dibutuhin didunia ini!"

Kini, kehangatan itu telah pergi, mendatangkan sejuta sakit, namun aku tidak menyesal mengenalnya. Setidaknya, darinya, aku dapat merasakan hangatnya sebuah senyum dan pelukan.

"Dunia gak butuh homo, pergi sana!"

Kenapa? kenapa kalian tidak bunuh aku saja..

Kenapa harus menyiksaku secara perlahan..

Aku ingin marah, aku kecewa, tapi mereka bilang aku tidak berhak. Aku ingin menangis, mereka bilang percuma. Aku meminta belas kasihan, mereka memberiku caci maki.

"Gue jijik pernah kenal lo!"

Namanya, aku hanya perlu merahasiakannya dari kalian. Dia laki - laki yang kucintai. Dia tidak tampan, tetapi menarik. Dan yang paling penting, dia hangat. Namun sekarang, dia dingin--lebih dingin dari sang angin malam atau kutub utara.

---

Aku beruntung..

Aku tidak memiliki satu pun kerabat, aku yatim piatu, kedua orang tuaku telah tiada. Aku tidak punya nenek-kakek. Yang kupunya hanya Dia, yang kini telah lepas.

Kakiku menapak di tembok pembatas setinggi 30 senti.

Mereka yang memintaku pergi. Aku hanya menurutinya.

Karena aku tidak memiliki apa - apa selain hidupku, maka caraku pergi juga harus membawa hidupku bersamanya.

Bunuh diri adalah yang paling instan untuk orang sepertiku, bukan. Aku memang akan melakukan itu.

Aku menatap bentangan langit dihadapanku.

Aku ada di atap gedung sekolahku--tidak! Itu sudah lama bukan sekolahku lagi. Gedung ini berlantai 7. Mataku menatap kebawah. Aku hanya perlu melangkah satu kali, maka aku akan pergi selama - lamanya, tapi ada keraguan.

About Us! (BxB)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang