Katakan Padanya

6.2K 243 13
                                    



Italic : Flashback

***
"Aku mencintainya.."

***

Aku menyukai orang yang terlalu sempurna. Ralat, aku mencintainya.

Kami ibarat langit dan bumi. Dengan aku dibawah dan dia diatas, kami begitu berbeda. Sangat kentara. Ya, aku Bumi dan dia Langit.

Tidak, Dia Bintang!! Namanya Bintang.

Dia sangat indah, persis namanya.

Aku sadar. Tidak ada yang bisa kuharapkan dari ini. Apa? Berharap dia membalas orang sepertiku?! Orang yang menjual tubuhnya hanya untuk segepok kertas.

Aku pelacur. Oh, ralat. Apa sebutan untuk pria yang menjual tubuh untuk disodomi?! Ah, sama saja bukan. Intinya, aku murahan.

Aku tidak mencoba menyangkalnya. Namun terkadang, aku menyembunyikannya. Itu tidak sama, kan?!

Haha. Aku terlalu hina untuk berharap itu, kan? Haha. Aku tidak akan marah kok. Aku memang hina. Sangat hina. Ditambah sekarang, aku menyukai manusia yang sama - sama memiliki jakun dilehernya. Kami juga sama - sama berpenis. Apa ada yang lebih hina dari itu? Haha. Tidak ada, kan. Tentu saja, tidak. Tidak ada yang lebih hina dibanding sampah masyarakat sepertiku, kan.

Tapi,...

Apa aku benar - benar tidak boleh berharap? Barang sedikit, pun? Bahkan berharap dia melirikku? Atau, melihatku yang terkucil ini?

Ini menyakitkan. Sungguh. Setelah memendam perasaanmu, kemudian mengetahui bahwa cintamu bertepuk sebelah tangan, lalu..—apa ini?!

Jika saja kemarin aku tidak menangis semalaman. Mungkin, air mataku tidak akan mengering dan aku akan menangis sekarang.

Apa ada yang lebih menyakitkan dari ini? Kumohon, beritahu aku! Apa ada yang lebih menyakitkan dari pada saat kau melihat orang yang kau cinta menikah dengan orang lain??!! Katakan padaku. Mungkin, jika aku merasakan yang lebih buruk dari ini, niatku untuk mengakhiri hidup semakin kuat. Dan, jika itu benar - benar terjadi, yang hanya bisa kulakukan adalah mengucapkan salam perpisahan. Selamat tinggal, pencuri.

Ya, kau pencuri. Kau pencuri yang telah mencuri hatiku.

Dan tentu saja kau menikah dengan perempuan. Kau normal, tentu saja. Kau bukan penyuka sesama sepertiku. Meski.. Kau adalah pria sekaligus orang pertama yang kusukai. Oh, ralat –untuk yang kedua kalinya. Aku mencintaimu, itu yang benar.

"Kenapa kau disini? Apa kau tidak menikmati pestanya?"

Aku refleks menoleh begitu mendengar suara familiar-mu waktu itu, seketika itu juga, nafasku tercekat ditenggorokan. Kau dihadapanku begitu tampan sekarang, dengan jas putih yang menutupi kemeja senada yang membalut tubuhmu. Tubuh semapaimu, tubuh indah dan mengagumkanmu yang telah Tuhan berikan untukmu.

Tampaknya, Tuhan sedang berbahagia saat sedang membentukmu.

Aku seperti sedang melihat malaikat sekarang. Malaikat pencabut nyawa. Bedanya, kau hanya mencabut nyawa ragaku, tidak dengan jiwaku yang memang kosong. Setidaknya, sebelum kau memberikan undangan pernikahan itu, aku masih terisi. Ah, tidak.. tidak! Aku sudah mati sebelum kau datang. Aku mati rasa.

"Haha, kau lucu! Bagaimana mungkin aku tidak menikmati pesta pernikahan teman terbaikku." balasku.

Harusnya saat itu, aku mengatakan, bagaimana mungkin aku menikmati pesta pernikahan orang yang kucintai?!

About Us! (BxB)Where stories live. Discover now