Genta terkekeh sambil mencatat pesanan mereka. Godaan receh itu masih berlanjut sampai orang terakhir dari segerombolan gadis SMA itu menyebutkan minuman pesanannya.

"Kakak namanya siapa?" tanya salah satu dari mereka saat Genta hendak pergi.

Cowok itu tersenyum. "Genta."

***

"Lea." Genta menghampiri Elea yang sedang duduk menonton televisi. "Ini buat lo besok. Buat beli makan atau lo mau masak lo bisa beli bahannya," ujar Genta sambil menaruh dua lembar uang seratus ribu di atas meja.

Cowok itu lantas menghela napas saat Elea tidak meresponnya sama sekali. "Gimana home schooling lo?" tanyanya lagi.

"Biasa aja," sahut Elea singkat.

"Oh," Genta merogoh sesuatu dari dalam saku celananya. "ini gaji pertama gue plus sama bonusnya. Lo simpen ya," katanya lagi-lagi menaruhnya di atas meja. "Kalo lo butuh sesuatu, pake aja uang itu. Boss cafe ngasih bonusnya lumayan."

Elea menoleh. "Kenapa lo kasih ke gue? Gue nggak butuh!"

Genta tersenyum. "Karena lo berhak."

Elea menatap Genta dengan tajam. Dulu Elea menyukai senyum itu. Ia hampir selalu menikmatinya setiap hari tanpa terlewat.

Tapi sekarang, Elea membenci senyum itu. Elea benci saat Genta tersenyum menatapnya. Cowok itu selalu bersikap biasa aja padahal selama satu bulan lebih mereka hidup bersama, Elea bisa dibilang selalu bersikap kasar kepada Genta walau bukan kasar secara fisik.

"Kalo lo nggak mau nerimanya, lo bisa kan nerima uang itu buat anak gue?" kini senyum Genta menipis. "Tolong perlakukan dia dengan baik, setidaknya sampai sembilan bulan ke depan."

Mata Elea berkaca-kaca, membuat pandangannya mengabur. "Kenapa sih lo nggak pernah balik benci gue? Kenapa, Genta?! Gue kesel, gue benci banget sama lo, Genta!"

"Karena yang gue punya cuma Cinta. Bukan benci."

Elea cukup terkejut mendengar ucapan Genta.

"Menurut lo kenapa gue sampe ngelakuin itu sama lo? Mabuk? Obat perangsang?"

Elea diam. Yang ada di pikirannya saat itu adalah Genta sudah gila.

Saat itu Elea tengah sendirian di rumah karena kedua orang tuanya sedang pergi ke luar kota sebentar. Suatu sore Genta datang untuk mengantarkan makanan dari Mamanya Genta. Mereka mengobrol cukup lama sambil menonton tv.

Sampai salah satu jenis setan mungkin merasuki Genta sehingga Genta melakukan itu dengan paksa di rumahnya sendiri.

Setidaknya itu yang Elea pikirkan saat itu sampai sekarang.

"Karena gue cinta sama lo," ucap Genta.

"Kenapa lo nggak memilih untuk bilang sama gue dari pada ngehancurin hidup gue?" tanya Elea. Kali ini perempuan itu menangis.

"Karena gue terlalu pengecut buat ngungkapin perasaan gue sendiri."

"Iya! Lo emang pengecut. Lo cowok paling brengsek yang pernah gue kenal!!" bentak Elea. "Lo adalah sesuatu yang nggak pernah ada di bayangan gue. Cinta sialan lo udah bikin hidup gue hancur!"

Genta menatap Elea yang sedang menangis. Ingin rasanya Genta menarik Elea ke dalam pelukannya, mengecup keningnya, dan menghapus air matanya.

"Maaf." Genta bergumam lirih.

Ia tidak tahan untuk tidak memeluk Elea. Genta akhirnya menyerah. Ia mendekati Elea dan tanpa ragu menarik perempuan itu ke dalam dekapannya. Mengabaikan resiko yang akan terjadi seperti Elea akan memakinya, memukulnya atau apapun itu terserah.

Sekarang Genta hanya ingin memeluk Elea dan menghapus air mata perempuan yang begitu ia cintai.

"Jangan nangis, Lea," gumam Genta ditelinga Elea.

Perempuan itu tidak merespon dan hanya terisak dipelukan Genta. Elea tidak menolak saat Genta memeluknya, tidak juga membalasnya.

"Gue benci liat lo nangis."

Elea melepas pelukan itu secara kasar lalu menampar pipi Genta. "Lo pikir gue nangis karena siapa?!" Mata Elea kembali berkaca-kaca tanpa bisa ia tahan lagi.

"Lea, gue minta maaf. Gue janji---"

Elea berdiri. "Gue nggak perlu janji lo. Karena sampai kapanpun gue nggak akan pernah percaya sama lo lagi!"

Setelah mengatakan itu, Elea pergi ke kemarnya meninggalkan Genta yang menatapnya dengan nanar.

Jika saja pengakuan Genta lebih cepat dikatakan oleh cowok itu, maka Elea lebih memilih untuk belajar mencintai cowok itu daripada seperti sekarang. Genta memang terlalu pengecut untuk mengungkapkan hal itu.

Genta merasa dirinya ditolak oleh Elea. Seperti ini yang Genta selalu takutkan dari dulu jika ia mengatakan perasaannya pada Elea.

 Seperti ini yang Genta selalu takutkan dari dulu jika ia mengatakan perasaannya pada Elea

اوووه! هذه الصورة لا تتبع إرشادات المحتوى الخاصة بنا. لمتابعة النشر، يرجى إزالتها أو تحميل صورة أخرى.
Our Relationshipحيث تعيش القصص. اكتشف الآن