"Len, kenapa sama Airin?" ucap Ferro sambil mendekat ke Alena.

"Kenapa lu nangis Len?" tanya Rava khawatir, karna tabiat pria itu ialah pacar dari gadis yang tengah terbaring lemah di ruang UGD.

Alena diam, lidahnya terasa kelu untuk menjawab semua pertanyaan mereka. Membuat Rava geram serta tersulut emosi melihat kediaman Alena yang sambil menangis.

"JAWAB! AIRIN KENAPA?!" bentak Rava pada Alena.

"Gausah bentak dia bisa?" ucap Adrew tidak terima.

"A-Airin... Airin... Dia.."

"Mengidap penyakit leukimia."

Brak

Rava menendang kursi yang ada di dekatnya dan mengacak rambutnya frustasi.

***

Waktu sudah menunjukan siang hari, dokter kembali masuk ke ruangan UGD di sana pun masih terdapat Alena, Adrew, Ferro, dan juga Rava yang setia menunggu Airin yang belum sadarkan diri sejak subuh tadi.

"Permisi, kami akan segera melakukan operasi, akan tetapi stok darah yang sejenis dengan pasien sedang habis di rumah sakit ini. Apakah dari kalian ada yang mau mendonorkan darah untuk pasien?" ujar suster yang baru keluar ruang UGD.

"Apa golongan darahnya Sus?" tanya Rava.

"Golongan darah pasien B, apakah ada yang cocok?"

Semua serempak terdiam, karna merasa golongan darah mereka tidak sama dengan Airin, Alena menoleh ke arah Adrew dan memandang pria itu dalam, sembari mengingat kembali figura yang Airin tunjukan kepadanya kemarin.

Apa mungkin Airin sama Adrew adik kakak? Ucap Alena dalam hati.

"Adrew, golongan darah kamu sama kan?" celetuk Alena tiba-tiba membuat semua menoleh kepadanya.

"Tau dari mana?" sahut Adrew.

"Nebak aja. Adrew tolong ya, donorin darah untuk Airin... Please banget, Airin gak akan dioperasi kalo belum dapet donor darah," ujar Alena sangat memohon kepada Adrew. Setelah berfikir lama, kemudian pria itu mengangguk.

"Baiklah mari ikut saya, kami akan segera melakukan tindakan operasi sekarang."

Adrew langsung beranjak mengikuti suster yang hendak menuju ruangan operasi. Semua pun menunggu dan tidak lupa memanjatkan do'a. Rava sedari tadi cemas dengan kondisi Airin saat ini, ia juga merasa bersalah, tidak dapat membantu Airin mendonorkan darah.

Dua jam berlalu ...

Pintu ruangan terbuka, menampilkan dokter dan suster yang baru saja mengoperasi Airin, keduanya keluar dari ruangan tersebut. Pria berjas putih itu membuka masker yang ia pakai saat operasi berlangsung.

"Bagaimana Dok?" cemas Rava.

"Semua lancar sesuai dengan keinginan kita. Untuk sekarang kita tinggal menunggu pasien siuman," mereka pun bernafas lega, setelah mendengar kata dokter barusan.

"Kira-kira kapan Airin bisa siuman, Dok?"

"Kemungkinan pasien akan siuman, jika bius yang ada dalam tubuhnya habis. Terus berdo'a saja semoga pasien lekas siuman. Baiklah saya permisi dulu." dokter itu pun segera kembali ke ruangannya.

Melihat Airin yang sedang dipindahkan ke ruang inapnya, mereka pun mengikutinya. Sampai depan ruangan, keempat remaja itu tidak diperbolehkan masuk oleh suster yang berjaga di dalam ruangan itu, alhasil mereka hanya bisa tunggu di luar dengan melihat Airin dari kaca.

Perfect Couple [Completed]जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें