Golongan Darah

1.1K 37 0
                                    

Harapan ku, ingin melihat kamu tersenyum, karna aku

***

Langit masih terlihat gelap, matahari masih enggan untuk memunculkan wujudnya. Alena mengucak-ucak matanya serta menguap, layaknya orang bangun tidur. Setelahnya ia bangkit dari kasurnya menuju kamar mandi.

Beberapa saat gadis itu kembali dari kamar mandi dan berlanjut memakai seragam sekolahnya. Tapi Alena melihat sahabatnya, Airin masih memejamkan matanya. Heran Alena, mengapa gadis itu wajahnya pucat.

"Rin bangun sekolah!" sekali tidak ada jawaban.

"Rin," Alena mulai menyentuh tangan Airin yang terasa begitu dingin.

"Rin kok badan lu dingin? Rin bangun Rin! Airin! AIRIN!" Alena menepuk-nepuk wajah Airin yang tampak pucat pasi. Perasaan gusar menghampirinya, tidak ada pilihan Alena langsung menelfon Ferro, Alena harus meminta bantuan padanya.

Telfon dimatikan secara sepihak oleh Ferro. Alena berdecak, dalam keadaan genting seperti ini Ferro malah mematikan telfon darinya. Alena merasa panik, lalu memutuskan untuk meminta bantuan pada Adrew.

Tidak perlu menunggu lama, sambungan telfon tersambung. "Adrew tolong aku, kamu bisa gak?"

"Apa?"

"Kamu bisa ke rumah aku sekarang? Airin sakit dia enggak bangun-bangun. Adrew tolongin aku," ucap Alena terdengar panik.

"Ya."

Hati Alena sedikit melega, karena sudah ada orang yang mau menolongnya dengan keadaan subuh seperti ini. Dia pun kembali ke kamarnya untuk melihat Airin kembali. Selang beberapa menit yang di tunggu-tunggu akhirnya datang. Adrew langsung menggotong Airin dan membawanya ke rumah sakit menggunakan mobil pria itu.

Di rumah sakit, Alena tidak berhenti untuk mondar-mandir di depan pintu ruang UGD, yang di dalamnya terdapat Airin tengah ditangani dokter. Sementara Adrew hanya duduk diam, sambil memperhatikan Alena yang cemas akan keadaan sahabatnya.

Tak lama dokter keluar dari ruangan UGD.

"Gimana Dok? Airin sakit apa? Kenapa dia gak bangun-bangun?" serbu Alena pada dokter itu.

"Apa ada keluarga pasien?"

"Saya saudara jauh Airin Dok," jawab Alena berbohong.

"Mari ikut saya." Alena pun mengangguk.

Sampai di ruangan dokter, Alena dipersilahkan duduk. Sejenak dokter itu menyatukan kedua jemari tangannya, merasa berat untuk menuturkan pernyataan pada gadis di depannya.

"Jadi gimana Dok?"

"Berdasarkan hasil labolatorium yang kami lakukan, pasien mengidap penyakit leukimia kronis,"

Dada Alena bagai dihantam ribuan beton saat ini. Alena membuka mulutnya terkejut, kenyataan pahit apalagi yang harus Alena terima?

"Bisa saja itu disebabkan oleh faktor genetik, yang biasa sering disebut faktor keturunan," kata pria paruh baya berjas putih itu lagi.

"Untuk sekarang pasien membutuhkan donor darah yang cocok, karena kami akan melakukan operasi setelah ini."

"Tapi apa setelah dioperasi sahabat, ehkmm.. Maksud saya saudara saya akan sembuh?"

"Saya tidak menjamin akan sembuh total, mungkin akan kambuh kembali seperti sekarang," ujarnya terdengar serius.

"Terimakasih Dok, saya pamit."

Gadis itu pun kembali ke ruang UGD dan sudah ada Ferro, Rava, dan juga Adrew. Mereka datang setelah mendapat kabar dari Adrew. Keempat remaja itu memutuskan untuk membolos sekolah hari ini. Alena sudah tidak kuat untuk menahan air mata yang akan mengalir deras melewati pipinya.

Perfect Couple [Completed]Where stories live. Discover now