Ruang BK

1.6K 58 6
                                    

Jika mata dapat menyalurkan rasa. Maka tataplah mataku, sebab ada rasa yang belum terucap

***

Bel istirahat berbunyi, banyak para murid yang berada di dalam kelas 11 IPA 1 keluar kelas menuju kantin karena cacing yang ada dalam perut mereka sudah meminta jatah sekarang. Alena masih berada dalam kelas membereskan buku-bukunya dan memasukkan ke dalam tas ranselnya.

"Rin, lu ke kantin ga?" tanya Alena kepada Airin, membuat lawan bicaranya menoleh padanya.

"Emang lo ga ke kantin?" responnya sembari memperbaiki rambut hitamnya.

"Engga, gue mau ke perpus aja, nyari buku IPA Biologi buat besok, emangnya lo udah ada bukunya?" celoteh Alena.

"Udah beli kemarin,"

"Yeh, lu mah engga bilang kalo mau beli kan gue bisa nitip," ujar Alena memasang muka cemberut.

"Gue kan kemaren balik bareng Kak Ferro jadi ya sekalian deh, udah lah gue mau ke kantin, mau nitip apa?" tukas Airin bersiap ingin bergegas keluar.

"Engga usah deh, takut pas gue makan udah bel masuk,"

"Oke gue duluan," Alena hanya mengangguk.

Gadis yang memiliki mata hazel itu juga bergegas keluar kelas, lalu menyusuri koridor yang begitu sepi, sampai di belokan Alena berjalan kearah perpustakaan yang berada di ujung koridor kelas dua belas.

Sampai di perpustakaan Alena mencium harum khas buku yang menyeruak dalam hidungnya, lalu sedikit mengedarkan matanya ke seisi ruangan perpustakaan, beruntung di perpustakaan hanya ada sedikit orang, jadi Alena tidak perlu susah payah untuk berpura-pura tidak mendengar saat sindiran masuk ke indera pendengarannya yang sering dia dapatkan akhir-akhir ini.

Alena memilih buku Biologi yang dicarinya di jejeran rak buku, dan ternyata buku itu ada di atas yang melebihi tingginya, so, Alena kurang tinggi tidak bisa dia mengambil buku yang dicarinya, mau tidak mau Alena meloncat-loncat untuk mengambil buku itu, tapi karena sepatu Alena licin.

"AAAHKKK!!" pekik Alena keras, saat tangannya menyenggol satu buku menyebabkan beberapa buku juga ikut runtuh terkena tubunya, tiba-tiba saja sebuah tangan kekar melindungi tubuh mungil Alena dari runtuhan buku-buku itu. Alena mendongak siapa yang telah melindunginya.

"A-Adrew,"

Gadis itu mengerjapkan matanya, Adrew menyelamatkannya dari runtuhan buku-buku itu, Alena gugup saat posisi mereka yang dapat dilihat, seperti Adrew tengah memeluk Alena dengan wajah yang menyisakan jarak kurang dari 1cm, mereka masih saling tatap menatap hingga tidak sadar sudah ada guru penjaga perpustakaan yang memperhatikannya.

"Kalian kalo mau pacaran jangan disini!" bentak guru yang kerap dipanggil Ibu Weni, guru killer milik SMA Merah Putih. Kedua insan itu pun terkejut, Adrew langsung melepaskan tangannya dari punggung Alena, yang tadi digunakan untuk melindungi gadis itu.

"Engga, Bu saya ga pacaran!" sahut Alena cepat, untuk membela diri.

"Bohong! Tadi jelas-jelas saya melihat Adrew lagi meluk kamu," ujar guru itu berniat untuk memaki Alena.

"I-itu tadi.."

"Sudah! Saya tidak mau mendengar penjelasan kamu, kalo mau pacaran di luar sekolah dong!" sahut guru itu memotong penjelasan Alena.

Sedari tadi Alena tidak henti-hentinya berusaha untuk membela dirinya, namun tidak untuk pria yang tengah menonton tanpa mau bicara untuk membela. Rupanya pria itu malas berbicara dengan Bu Weni yang sudah mengerti sifat egois guru itu, setiap ada permasalahan di sekolahnya, wanita paruh baya itu tidak akan pernah mau mendengar penjelasan dari para muridnya, karena pada dasarnya guru itu lebih percaya apa yang ia lihat menggunakan matanya daripada apa yang didapat dari indera pendengarannya, toh, akan percuma juga. Sifat guru itu membuat Adrew hanya memsang wajah datarnya seakan-akan tidak ada kejadian yang menimpanya, membuat Alena berdecak sebal pada pria di hadapannya ini.

Perfect Couple [Completed]Where stories live. Discover now