Tiga Indera

1.1K 50 4
                                    

Percayalah, kehadiran kamu mampu menerangkan hidupku yang sedang redup

***

Airin tengah mengucit-ucit Alena di dalam kamar, sambil membawa bantal ke udara untuk menabok manusia itu yang dari tadi tidak kena-kena. Gadis itu meluapkan kekesalannya karna peristiwa yang menimpanya tadi di kantin. Sementara Alena yang diperlakukan seperti itu hanya terbahak.

"HAHAAAHAAA... NGAKAK LIAT MUKA LU TADI!!" tawa Alena meledek Airin, membuat gadis yang tengah mengucitnya semakin geram.

"EMANG OTAK LU UDAH PINDAH KE PANTAT! BIKIN GUA MALU AJA! DASAR SAHABAT LAKNAT!!" Alena semakin terbahak melihat tingkah sahabatnya yang sedang mengejarnya.

"ALENA GILA!"

"ALENA OTAKNYA SENGKLEK!"

"MATI AJA SANA!"

Mendadak aksi mereka terhenti dengan bunyi ponsel Alena yang terdengar nyaring ke seisi kamar. Tangan Alena terulur mengambil ponselnya di kasur, lalu menekan tombol hijau.

"Assalamualaikum,"

"Waalaikumsalam. Bagaimana kabarnya Len?" tanya seseorang dari seberang telfon.

"Baik kok tante. Tante sendiri gimana kabarnya?"

"Alhamdulillah. Baik juga,"

"Ada apa ya tan?"

"Tante cuma mau kabarin, tante udah transfer uang tahunan,"

"Aduh tante, padahal uang yang tante kasih, masih banyak. Mending buat dipake tante dulu aja, sisa uangnya masih cukup kok buat Alena sama Airin." ujar Alena merasa tak enak pada tantenya-Zafin yang saat ini masih berada di luar negeri.

"Gapapa, ini juga kan udah jadi tanggung jawab tante. Kalo ada apa-apa bilang ya sayang,"

"Terima kasih banyak ya tante. Tante kapan ke Indonesia? Alena pengen banget liat wajah tante kaya gimana?"

"Len, tante tutup dulu ya. Tante lagi ngejar deadline,"

"Ohh, yaudah tante. Sekali lagi terima kasih banyak."

Sambungan pun terputus, membuat wajah Alena tertekuk. Padahal gadis itu ingin berbicara banyak dengan wanita yang mengaku sebagai adik ayahnya, tetapi setiap Alena menanyakan hal Zafin yang akan menjumpainya, wanita itu selalu beralasan untuk menutup sambungan telfonnya, entah alasan itu benar atau tidak.

"Tante Zafin?" Alena mengangguk untuk mengiyakan.

"Apa katanya Len?" tanya Airin lagi.

"Tante Zafin udah transfer uang tahunan,"

"Dia baik banget ya orangnya, semoga rejekinya dia makin lancar. Aaminn."

"Iyaa Aamin. Eh Rin, ada yang aneh deh. Kok akhir-akhir ini gue gak pernah liat Ferro ya?" bingung Alena.

"Kudet lu kebangetan banget sih Len, Kak Ferro itu lagi ke Jakarta ikut nyokap-bokapnya,"

"Kok dia gak bilang gue? Ih emang itu anak, tiba-tiba ngilang, terus muncul. Bener-bener kayak jin ajaib!"

"Dari pada ngomongin tuh anak, mending tidur aja yuk! Ngantuk." ucap Airin dengan menunjukkan mata sayupnya.

Mereka pun langsung merebahkan tubuhnya di kasur dan dua puluh detik kemudian, Airin sudah tertidur pulas. Sementara Alena, gadis itu susah untuk tertidur, kelopak matanya masih ingin terbuka terus.

Sekelebat angin lewat hingga meniup-niup hordeng kamar Alena, membuat gadis itu merasa kedinginan. Tidak lama ponsel Alena bergetar, lalu ia kembali mengambil ponselnya di atas kasur dan membuka notif yang baru saja masuk di benda pipih itu. Alis Alena menyuram tajam, ia kira notif itu ialah dari tantenya lagi, tapi nyatanya notif itu berasal dari Adrew. Seseorang yang kini sudah menyandang sebagai pacarnya.

Perfect Couple [Completed]Where stories live. Discover now