Mendengar hal itu, Valice dan Raya berseru semangat. Tidak lupa mereka mengucapkan terima kasih kepada Fatih kemudian undur diri untuk memberikan waktu khusus Fatih bersama dengan Aluna.

"Saya datang untuk mewakili Mama dan Papa kamu juga, Aluna. Maaf karena tidak bisa datang. Tapi ketahuilah bahwa mereka juga menyayangimu," kata Fatih yang tidak dijawab Aluna. Gadis itu hanya berdehem sebagai sahutan.

Aluna tahu kedua orang tuanya tidak akan datang. Yang ia tidak tahu adalah kedatangan Fatih ke wisudanya padahal ia sangat tahu sesibuk apa lelaki itu. Untuk kali ini, Aluna tidak bisa berbohong bahwa ia merasa tersentuh atas perlakuan manis Fatih padanya.

"Selamat untuk kamu sebagai lulusan terbaik tahun ini, Aluna. Kamu hebat, seperti yang saya duga." Tangan Fatih terulur kemudian mengelus rambut Aluna dengan hati-hati agar tidak merusak tatanannya.

Aluna berdehem lagi. Ia menepis tangan Fatih lalu menjawab, "hm ... Makasih."

Fatih terkekeh kecil. Bahkan tanpa Aluna bicarapun, ia sudah tahu bahwa gadis itu tengah gugup. Untuk sesaat, Fatih menyadari. Dibalik sikap ketus dan dingin Aluna, gadis itu masihlah anak remaja biasa yang mampu tersipu malu bila dipuji.

Ia bersyukur atas hal itu.

***

"Mau kemana kita?" Fatih yang tengah menyetir menyempatkan diri untuk menoleh pada Aluna selepas pertanyaan yang diberikannya barusan.

Aluna yang tengah menghapus make up di wajahnya mengernyitkan dahinya, "pulang, kan?"

"Yakin mau langsung pulang? Saya bisa membawa kamu ke tempat yang kamu inginkan, Aluna," kata Fatih dengan kedua mata yang telah kembali fokus pada jalan raya.

Aluna menggeleng pelan. "Aku tidak suka keramaian. Juga tidak suka tempat umum. Lebih baik kita pulang."

Mendengar jawaban Aluna, Fatih menghela napas panjang. Mau tidak mau, ia akhirnya menuruti Aluna. Membawa mobilnya menuju rumah yang beberapa bulan terakhir selalu didatanginya.

"Buket bunga anyelir ini baru sampai tadi. Dikirim oleh tukang paket. Bibi pikir ini dari Mas Fatih. Ternyata bukan, ya? Habisnya enggak ada nama pengirimnya."

Perkataan Bi Nah membuat Fatih dan Aluna mengerutkan keningnya sebab heran. Aluna bahkan menerima buket anyelir di tangannya dengan ragu-ragu karena takut bunga tersebut dikirim dari seseorang yang berniat jahat.

"Sudah Mang Udin cek. Enggak ada yang salah sama bunga itu, Non. Cuma bunga biasa." Mang Udin ikut menimpali.

Aluna tidak percaya. Ia hampir saja melempar bunga itu ke tempat sampah ketika tiba-tiba ia merasakan getaran pada ponselnya.

Fatih bersusah payah menahan rasa penasarannya ketika Aluna terdiam selepas membuka ponsel. Gadis itu bahkan batal membuang buket bunga anyelir yang tidak jelas pengirimnya. Aluna juga melupakan eksistensi buket bunga mawar yang kini beralih dipegang Fatih semenjak mereka turun dari mobil.

"Siapa?" tanya Fatih sambil mendekat pada Aluna.

Aluna menoleh sekilas. Ia lalu menaruh ponselnya di dalam tas dan menjawab Fatih dengan santai, "dari Alan."

"Yang mana?" Fatih bertanya lagi hingga mengundang atensi Aluna sekali lagi.

"Maksudnya yang mana?"

Fatih menghela napas panjang. "Yang mana yang dari Alan? Buketnya atau pesannya?"

"Dua-duanya." Aluna menjawab. Tanpa bicara lagi, ia memasuki rumah. Meninggalkan Fatih bersama Bi Nah dan Mang Udin.

Fatih tidak bisa menepis rasa kecewa dalam hatinya. Ia menunduk, melihat buket bunga mawar yang kini justru kembali kepada dirinya, sebagai si pemberi. Mungkin lebih baik, ia buang saja bunganya karena yang menerima pun melupakan eksistensinya.

"Mau apa Kafa?!"

Seruan amarah itu datang dari Aluna yang kembali keluar rumah saat Fatih hendak membuang buket bunga mawarnya. Meskipun memendam rasa kecewa, Fatih tetap berusaha menjawab, "mau buang buketnya. Sudah tidak berguna lagi, kan?"

"Ck, kok bisa sih mikir gitu." Decakan Aluna diiringi ucapannya membuat Fatih semakin terheran-heran. Apalagi saat Aluna merebut buket bunga mawar pemberian Fatih secara paksa.

"Mau dibawa kemana, Aluna? Biar saya yang buang kalau kamu ingin membuangnya." Langkah kaki Fatih bergerak cepat mengejar Aluna yang kembali masuk ke dalam rumah.

Keributan dua orang itu mampu membuat Bi Nah dan Mang Udin sama-sama menggelengkan kepalanya. Diam-diam, mereka ikut senang karena anak dari majikannya yang sudah dianggapnya seperti anak sendiri kini memiliki teman mengobrol sekalipun terlibat dalam pertengkaran. Mereka kemudian menyusul Aluna dan Fatih, masuk ke dalam rumah.

"Siapa yang mau buang sih? Mau disimpan."

Langkah Fatih terhenti. Ia seketika mematung di tempatnya saking terkejut dan tidak percaya pada apa yang barusan ia dengar. Setelah beberapa saat berlalu, barulah Fatih menyusul Aluna lagi dan bertanya, "apa? Coba ulang."

"Tidak ada pengulangan," tegas Aluna pada Fatih. Ia menuju dapur untuk mencuci tangan setelah menaruh buketnya di sana. Ia lalu menarik kursi di meja makan dan duduk di sana.

Melihat itu, Fatih terkekeh geli. Ia ikut duduk di meja makan dan memperhatikan Aluna yang mengambil beberapa lauk di meja makan untuk ditaruh ke piringnya. Fatih lantas bertanya, "lapar, Luna?"

"Bi, tolong bunganya diurus, ya." Aluna yang tidak menjawab Fatih justru berbicara pada Bi Nah.

"Siap, Non." Bi Nah menyahut lalu beranjak menuju dapur untuk melaksanakan perintah Aluna.

"Maaf, Mas Fatih. Bisa kita bicara? Ada pesan yang harus sampaikan dari Tuan dan Nyonya besar," ucap Mang Udin.

Fatih melirik Aluna sekilas. Gadis itu terlihat tidak mengindahkan Fatih dan tetap fokus melahap makanannya. Oleh sebab itu, Fatih mengangguk. Ia berdiri untuk mengikuti Mang Udin, menjauh dari Aluna.

"Mau kemana, Kafa?" Rupanya Fatih salah. Aluna tetap menyadari bahwa Fatih hendak beranjak dari sana. Ia bertanya selepas menelan makanan yang dikunyahnya.

"Sebentar ya, Aluna. Saya akan kembali lagi," janji Fatih yang membuat Aluna tidak bertanya lagi ketika ia mengikuti langkah Mang Udin.

Ruang tamu menjadi pilihan Mang Udin untuk menjadi tempat pembicaraan mereka. Fatih duduk lebih dulu. Ia sempat harus menyuruh Mang Udin duduk karena hanya berdiri saja sesampainya di ruang tamu. Mungkin itu adalah kebiasaannya selama bekerja di rumah Aluna yang harus menghormati tuannya hingga duduk bersama majikan dianggap sebagai kesalahan.

"Ada apa, Mang?" Fatih memulai pembicaraan lebih dulu.

Mang Udin masih terlihat bimbang sewaktu Fatih bertanya. Untuk meyakinkan Mang Udin, Fatih tersenyum ramah seolah mengatakan bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan untuk menyampaikan pesan padanya.

"Tuan dan Nyonya meminta Mas Fatih untuk segera mempersiapkan pernikahan dengan Nona Aluna. Mereka ingin pernikahan diadakan dalam waktu dekat selepas wisuda Nona Aluna. Mereka ingin Mas Fatih mengadakan pertemuan untuk dua keluarga membahas hal ini."

Lagi-lagi, Fatih merasakan tanggung jawab yang berat untuknya. Kedua orang tua Aluna kembali menyerahkan segala urusan mereka mengenai Aluna kepada Fatih. Sebenarnya Fatih tidak masalah mengenai hal itu. Hanya saja, ia masih harus mempertimbangkan dampak seperti apa yang akan Aluna rasakan bila mendengar hal ini. Fatih tidak ingin Aluna berpikir macam-macam sampai merasa bahwa dirinya memang benar-benar sudah tidak dipedulikan.

"Jadi, mereka benar-benar berniat membuangku, ya?"

Dan ternyata, kekhawatiran Fatih benar-benar terjadi.

***

If you read this and like it, let me know you've been a part of this story by voting it.

© 2019
Revisi 2021

I'M ALONEWhere stories live. Discover now