Bab 11

41.3K 2.4K 22
                                    

Suara ketukan dan bel pintu depan berlomba membangunkan aku yang sedang terlelap. Siapa orang kurang ajar yang berani bertamu di pagi buta seperti ini?

Awas saja!

Apa siapa-pun-perusak pagi tidak tahu, aku baru saja tidur beberapa jam? Aku setengah menyeret tubuhku turun dari ranjang. Memakai sandal kelinci favorit. Aku tak bisa melihat dengan jelas tanpa kacamata.

Kuintip lubang pintu untuknmelihay siapa tamu. Joleen. Tak ada yamg egrani mengganggu seperti inibjika bukam gafis bodoh itu. "Kamu ganggu banget."

"Ayo bersiap. Kutunggu." setelah kubuka pintu, dia menjeblak masuk ke apartemenku tanpa permisi. Kebiasaan banget nih anak.

"ke mana?" tanyaku bodoh. Aku takbtahu kaminakan perginke mana. Efek alkohol benar2 hebat, membuat otakku berpikir semakin lambat.

Joleen berdecak kesal. "Fero sudah menunggu kita di bandara. Kebetulan dia ada urusan bisnis di sana. Cepat!"

"memangnya sekarang hari apa? Kamu sama sekali nggak bilang apa2 kemarin." aku.masuk ke kamar mandi, menyalakan keran.

"kubantu."

***

Begitu sampai di hotel, aku tidak faham lagi. Kujatuhkan tubuhku di atas ranjang besar dan terlelap. Fero berbaik hati dengan menyewa sebuah cottage di pinggir pantai. Mereka memberiku satu kamar yang menghadap ke arah laut.

Mataku benar2 terbuka saat harienjelang dini hari. Aku tak sadar sudah berapa lama aku tertidur. kuputuskan untuk bangun dan mencuvi muka. Kemudian memakai parka dan celana pendek. Keluar kamar dan berjalan2 di sekitar resort ini.

Aku tak tahi di mana Joleen dan Fero. Mereka tak ada hingga kabar hingga matahari tergelincir. Sesaat menjelang malam, Joleen mengajakku untuk berenang di kolam yangenghadapnke arah pantai. Kami bersenang2 tanpa Fero.

Namun di sana tanpa sengaja kami bertemu dengan paman Joleen dan Mila. Sahabatku itu memnadang sengit ke arah pria paruh baya gmyang masih tampak gagah. "Ngapain om ke sini?"

Pria itu juga sama nampak terkejut melihat keponakannya di sini. "oh, Joleen. Ada bisnis dengan Fero Nugrahadi. Kamu sendiri?"

"Liburan sama pacarku." Joleen keluar dari kolam. Dia menarik tanganku dan membantuku berdiri, serta mengambilakn kain sarung. "Oh, kenalin ini temanku, Arianne."

Kuulurkan tanganku yang masih basah padanya. Aku meliriknya sekilas. Gila! Ini beneran om2?! Kok nggak ada tampang tua sama sekali?! "Halo, Om. Panggil Anna saja."

"Louise!" paman Joleen terkesiap saat mata kami beradu pandang.

Hebat sekali dia bisa tahu nama tengah yang jarang kupakai. Menurutku nama itu terlalu kuno. Namun, Pikiranku kosong untuk memikirkan kemungkinan lain. "Eh?!"

"Aku tak menyangka kamu tetap awet muda." Oh ... Maksudnya mama. Dia mengatakan itu seolah mengenalku. Ya bisa dibilang aku dan mama hampir mirip kecuali warna mata dan kulit kami.

"Ehm ... Maaf. Mungkin salah orang, om. Saya bukan orang yang dikenal Om," jawabku berusaha mencairkan suasana yang canggung. joleen sendiri lebih memilih diam, wlaupun tubuhnya ikut membeku saat pamannya menyapaku dengan sok akrab.

"Apa?!" Lagi2  om stefan terkejut. Kurasa faktor umur ikut berpengaruh ke dalam kemampuan seseorang dalm mengingat sesuatu.

"Mungkin om mengenal mama saya? Beliau yang bernama Louise. Banyak yang bilang kami agak mirip."

"Ah, maafkan om. Karena kamu mirip dengan teman lama om. Mungkin ibu kamu, ya."

"Idih. Om kalau mau pedekate, terang2an amat sih?! Emang pacar om yang kemarin dikemanain?" sahut Joleen jengkel.

"Joleen..." aku mendesis ke arah gadis itu. Lalu berkata kembali kepada om stefan. "Iya, om. Gak papa. Banyak yang bilang gitu sih sama saya."

"Ya sudah. Kalian bersenang-senanglah."

***

"Om kamu lumayan ganteng sih, ramah pula. Kamu jahat banget bilang kayak gitu." aku berkata pada Joleen saat kami kembali ke bar yang ada di seberang kolam.

Namun joleen mendengkus mendengar peringatan lembutku. "Kamu nggak tahu aja." setengah kesal joleen menggamit lenganku. Kami masih memakai kimono handuk. Lalu dia mengajakku minum tequila yang tersaji di meja bar. "Anne, kamu nggak ikut ke sana?"

"Nanti saja," tolakku. Aku ingin mendi air hangat dan bergelung. Moodku benar2 tak ingin melakukan apa2 malam ini. "Kamu duluan gih."

"Joleen!" terdengar panggilan Fero padaku yang sedang berjalan ke arah lobi. "Ke sini dulu!"

Aku balas melambai padanya. Kujulurkan segelas margarita untuk pria itu, yang disambut dengan tegukan dalam sekali tandas. "Fero, udah selesai urusanmu?"

"Yap. aku nggak sengaja bertemu temanku." Matanya mrngerling mesum ke arah Joleen dan membuat gadis dalam bikini menggoda itu tersipu malu. Teman jahanam yang membuatku merasa sendirian.

Seseorang berjalan agak tertatih dan sedikit tak seimbang. Sepertinya sebelah kakinya bermasalah. Fero mendekat padanya untuk membamtu berjalan. Namun pria itu dengan halus menolak bantuan Fero. "Brandt, ini Arianne, sahabat pacarku. Dan ini... Kalian kan udah kenal."

"Halo, lama nggak bertemu," jawab Joleen dengan gugup. Matanya agak tidak fokus dan bergantian memandangku dengan sembunyi2.

"Mana istrimu? Bukannya kamu sedang honeymoon?"

"Ada hal yang harus kuurus."

"Joleen, aku mau menemui seseorang. Kamu mau ikut nggak?"

"Anna?"

"Biar aku saja yang menemani. Kalian pergi saja."

"Sekarang tinggal kita berdua saja." Pria itu "Halo, sweetheart ... "

[]

SHADOW MARRIAGE (End)Where stories live. Discover now