Bab 8

40.5K 2.7K 28
                                    

Aku menempati kursi paling ujung di deretan belakang ketika rapat keesokan harinya. Hatiku berdebar kencang walaupun aku tak tahu sebabnya. Seolah ada hal yang akan terjadi. Sesuatu yang kutunggu tapi bukan hal yang membuatku senang.

Kupikir jam makan siang sekarang pun sudah terlambat bagiku. Aku melewatkannya tadi.

Aku ingin segera melewati hari ini dan melanjutkan pekerjaanku. Kata-kata Joleen kemarin terus berputar di kepalaku seharian. Membuatku hampir tak bisa tidur lelap semalam. Mataku terus terbuka hingga menjelang pagi dan juga membuatku hampir terlambat datang ke kantor.

"...oh iya, guys. Minggu ini kita kedatangan head country kita yang baru. Pak Brandt Sudjiantono," jelas Pak Yue. Nama itu seolah mengingatkan aku pada seseorang, tapi aku sepertinya melupakan. Head of Traditional Marketing itu mempersilakan seseorang masuk. "Ayo, Pak. Di sini orangnya jinak-jinak kok," ajak Pak Yue dengan bercanda.

Gelak tawa membahana seantero ruangan. Namun bibirku tak mampu bergerak, hanya seulas senyum paksa yang tersirat. Beruntung teman-temankuy yang lain tak memperhatikan. Perhatian mereka sepenuhnya terserap dengan kedatangan orang baru itu.

Di belakang Pak Yue, pria dengan bahu tegap dan berwajah tegas, serta bekas luka itu. Aku tak tahu apa ini keberuntungan atau kesialan atas karma dan dosa yang kulakukan akhir pekan lalu.

Rasanya sedikit aneh jika dia berada di sini. Sial sekali aku tak bertanya secara jelas tentang pria itu pada Tante Julia atau Joleen.

Oh, bodoh sekali kamu, Arianna.

Mungkin aku terlalu banyak mengkonsumsi junkfood, sehingga otakku tak dapat berpikir dengan baik.

"Saya Brandt, yang akan menggantikan Pak Rudi yang segera resign. Salam kenal, semuanya," ujar pria itu. "Semoga kita bisa bekerja sama. Mohon bantuannya, ya."

Benar dia orangnya! Suami Mila. Nggak mungkin kan pria itu tahu kalau itu aku?!

Tapi tak ada apa pun yang keluar dari mulutku selain kebungkaman. Meskipun riuh terdengar serta bisik-bisik--entah kekaguman atau terang-terangan menilai wajahnya yang memiliki kekurangan--dari karyawan wanita.

Apa artinya Mila sudah kembali? Apa mereka baik-baik saja? Sandiwara kami-aku yang melakukannya, lebih tepat-tidak ketahuan kan?

Selagi aku berpikir tentang itu, Pak Yue sudah selesai dan membubarkan rapat kami. Aku lebih suka menyebutnya briefing. Tahu-tahu saja aku merasakan dingin di sekujur punggungku, buluk kudukku berdiri. Aku bisa merasakan bahwa seseorang tengah memperhatikanku.

"Kembali ke ruangan masing-masing."

Tepukan di bahu menyadarkanku dari lamunan sejenak. Lika. Siapa lagi yang bakal membuatku terkejut seperti itu jika bukan dari gadis berusia lima tahun di bawahku.

Aku baru saja mendaratkan pantatku saat nada ponselku berteriak meminta diangkat. Lagi-lagi Joleen.

"Ada apa lagi? Aku sibuk, Joleen," kilahku. "Kamu itu nggak tahu waktu banget sih."

"Ikut kami ke Thailand dong," pintanya. Tetap saja bukan Joleen namanya jika tidak bertindak seenaknya sendiri. Aku nggak mengerti apa yang membuatku bertahan berteman dengannya.

Aku mendesah pasrah. "Mana bisa aku seenaknya ambil libur lagi, bodoh."

"Biarkan kekuatan Fero yang mengurusnya." Aku meragukannya jika Joleen yang mengatakan dengan mudah seperti itu.

Seakan gadis itu membaca pikiranku. "Jangan khawatir, sweetheart. Dia memiliki koneksi temannya teman sahabatnya sepupunya di kantormu."

Kuputar bola mataku. "Memangnya dia tahu aku kerja di mana?"

"Pokoknya sebentar lagi kamu pasti bakal tahu. Tunggu saja. Paling lambat besok."

Tanpa kujawab Joleen sudah mematikan teleponnya. Aku kembali terpekur mengira-ngira alasan apa yang akan Fero gunakan untukku. Bukankah kemarin dia mencari Joleen, sekarang mendadak mereka sudah bertemu.

Denting ponselku bergema di kesunyian sore. Dari nomor tak dikenal. Siapa? Di sana hanya tertulis pesan singkat.

Dia tahu. Julia.

Apa maksudnya? Tante Julia?

[]

SHADOW MARRIAGE (End)Where stories live. Discover now