"Loh, Mas Fatih, kan?" Valice yang lebih dulu mengenali Fatih berjalan menghampirinya diikuti oleh Raya hingga membuat Fatih mengangguk sambil tersenyum. Selepas jaraknya lebih dekat dengan Fatih, ia kembali bicara setengah berbisik, "calon suaminya Aluna?"

"Benar. Kalian Valice dan Raya, kan?" Fatih ikut bertanya padahal ingatannya sangat kuat mengenali kedua siswi di hadapannya saat ini.

"Iya," jawab Raya. Keningnya mengerut disertai pertanyaan darinya, "tapi kok Mas Fatih di sini? Aluna kan sakit katanya, Mas."

Fatih menghela napasnya. Wajahnya yang kemudian terlihat sangat serius mengundang tanda tanya bagi Raya dan Valice. Sebelum akhirnya Fatih berkata lagi, "bisa kita bicara sebentar? Saya janji akan antar kalian pulang."

Raya dan Valice saling melempar tatapan lebih dulu sebelum keduanya akhirnya mengangguk sebagai jawaban.

Sebuah kafe sederhana yang terletak tidak jauh dari SMA Panca Warna menjadi pilihan Fatih. Ia langsung berbicara pada kedua sahabat Aluna selepas mereka duduk saling berhadapan di dalam kafe tersebut.

"Silahkan pesan apapun. Saya akan membayarnya," kata Fatih.

Tidak ingin membuang waktu lebih lama lagi karena rasa penasarannya mengenai kedatangan Fatih, Raya dan Valice langsung memberitahu yang mereka inginkan.

"Oke, peach iced tea dan strawberry latte. Masing-masing satu." Fatih memesan dan membayar lebih dulu sebelum akhirnya kembali ke tempat duduk untuk memulai pembicaraan.

"Aluna sebenernya sakit apa, Mas Fatih? Tidak ada keterangan yang jelas mengenai penyakit yang diderita Aluna." Valice memulai obrolan lebih dulu.

Fatih memutar otaknya. Ia tidak mungkin memberitahukan kepada mereka mengenai hilangnya Aluna. Menurut Fatih, memberikan keterangan sakit memang satu-satunya usaha yang paling masuk akal untuk keluarga Aluna menutupi rahasia perihal Aluna.

"Saya tidak bisa memberitahu soal itu tetapi bolehkah saya yang bertanya pada kalian?"

Ucapan Fatih lagi-lagi mengherankan namun Valice dan Raya memilih menurut hingga hanya diam mendengarkan sampai Fatih bertanya.

Fatih menaruh kedua tangannya di atas meja. Tangannya yang saling menggenggam seolah menggambarkan seberapa seriusnya ia saat ini. "Apa kalian tahu siapa saja lelaki yang menyukai maupun membenci Aluna?"

Valice mencubit-cubit bibirnya dengan kening mengerut. Pun Raya yang menumpukan kepalanya pada tangan kanannya. Mereka berdua sama-sama terlihat memikirkan jawaban untuk Fatih.

"Untuk yang membenci Aluna, kami tidak tahu. Sejauh ini, tidak ada seseorang yang secara terang-terangan menyatakan diri membenci Aluna." Raya menjawab lebih dulu. Diikuti Valice kemudian.

"Dengan wajah yang cantik, otak yang cerdas dan tidak banyak tingkah seperti Aluna pastinya banyak yang memendam rasa untuknya," timpal Valice. Ia lalu melanjutkan, "tetapi ada beberapa yang sangat kentara menyukai Aluna."

"Siapa?" Sepertinya Fatih telah sangat putus asa hingga tidak bisa bersabar sedikit lagi untuk menunggu Valice berbicara. Ia memilih menyela.

"Yang paling populer sih Rafi. Ketua tim basket SMA Panca Warna. Disebut-sebut sebagai lelaki playboy tetapi juga mengincar Aluna," ungkap Valice yang disambung oleh Raya. "Ada lagi Zav. Dibalik sifatnya yang dingin dan cuek, dia juga dengar-dengar menjadi saingan Rafi untuk mendapatkan Aluna."

"Ada lagi?" Fatih seakan tidak puas pada jawaban Valice dan Raya.

"Hm ... ada lagi si Zivan sih. Cuma dia belum pasti. Jarang bicara dan termasuk saingan Aluna untuk memperebutkan peringkat satu paralel. Kami menduga dia juga menyukai Aluna karena sering diam-diam tertangkap memperhatikan Aluna." Kali ini Raya yang menjawab.

"Cuma segitu aja sih. Yang lain mah kelihatan main-main. Bertahan sehari dua hari habis itu hilang. Mungkin karena sifat Aluna yang terlalu dingin dan ketus." Valice kembali bicara.

Sebelum Fatih menyahut, Raya lebih dulu menyela, "eh, bukannya kata kamu, Kak Raihan juga suka sama Aluna?"

Valice memberikan gelengan kepala. "Enggak. Kak Raihan cuma nanya. Pas tahu Aluna udah punya calon suami, dia nyerah. Sekarang malah udah punya pacar lagi."

"Kak Raihan beneran playboy ternyata." Raya tertawa kecil selepas mengatakannya. Valice hanya mengangkat kedua bahunya karena hal yang diucapkan Raya memang benar adanya hingga ia tidak berniat membantah.

"Terima kasih untuk informasinya. Silahkan ambil pesanan kalian nanti. Saya harus pamit." Fatih bangkit dari duduknya, hendak beranjak dari sana.

Valice dan Raya mengangguk serempak. Mereka pun menjawab, "sama-sama."

Sayup-sayup ketika Fatih melangkah menuju pintu kafe, sebelum Fatih benar-benar beranjak dari sana, ia mendengar suara Valice dan Raya.

"Ganteng banget. Apalagi pas senyum."

"Sssttt! Calon suami sahabat kita itu."

Fatih hanya mampu menggelengkan kepalanya dengan pelan lalu meraih gagang pintu kafe dan keluar dari sana. Ia sejenak memandang langit yang kembali menemui waktu senja.

Fatih bergumam, "saya akan segera menemukanmu, Luna."

***

If you read this and like it, let me know you've been a part of this story by voting it.

© 2019
Revisi 2021

I'M ALONEDonde viven las historias. Descúbrelo ahora