Bagian 29 : Heartbeat

858 43 9
                                    

All I wanna do, is say I care.
All I wanna do, is say I love you.
( Yang ingin ku lakukan, adalah Aku berkata peduli.
Yang ingin ku lakukan, adalah Aku berkata Aku mencintaimu.)

Baca ⏩ Vote ⏩ coment

No Silent readers in my story

🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿

“Nathan yang baru saja tiba di Jakarta begitu marah bercampur takut saat mendengar kabar mengenai Iva dari dokter Agatha yang notabene nya adalah temannya juga, yang mengatakan jika semalam Iva mengalami hal yang tidak mengenakkan dikarenakan perbuatan teman teman sekolahnya.

Begitu pesawat landing Ia dengan langkah tergesa-gesa menggerek kopernya, Ia menaiki taksi yang sebenarnya telah di pesan oleh orang lain, dengan membayar dua kali lipat akhirnya supir taksi tersebut bersedia mengantarkan nya.

Begitu Nathan sampai dihalaman rumahnya Ia dengan cepat memasuki rumahnya tanpa mengeluarkan kopernya dari dalam bagasi. Nanda yang tau jika Nathan akan pulang sedari tadi Ia sudah menunggu di halaman ruamahnya, begitu melihat sebuah taksi berhenti di halaman rumahnya Ia yakin jika itu adalah Nathan.

Nathan keluar dengan tergesa-gesa dan saat melewati Nanda Ia menatap dengan penuh amarah.
“Kita harus bicara.” Ucap Nathan dingin sambil melangkahkan kakinya memasuki rumah.

“Entah bagian mana lagi yang kali ini bakal patah.” Gumam Nanda sambil memeluk tubuhnya sendiri.

“Mas, kopernya mas.” Nanda membalikkan tubuhnya meghadap sang supir taxi lalu membawa koper Abangnya tersebut kedalam rumah.

Nathan memasuki kamar Iva dengan terburu-buru Ia melihat Iva tertidur. Tangan Nathan terkepal melihat kondisi Iva, pipi yang lebam, sudut bibirnya yang terluka, dan siku Iva yang di perban. Begitu Nanda masuk kedalam kamar Iva Ia dapat merasakan hawa mematikan yang di tebarkan oleh Nathan.

“Kak a-”

Brukk

Belum selesai Nanda berbicara sebuah bogeman dari Nathan langsung menghentikan ucapannya, tubuhnya limbung ke arah sofa di dalam kamar Iva.

“Apa begini cara mu untuk melindungi adikmu? Dengan cara menbantu nya menyamar? Iya?” teriak Nathan yang benar benar murka akan tindakan Nanda. Cukup sekali Ia hampir kehilangan Adiknya.

Nanda hanya mampu diam menunduk melihat kemarahan Nathan. Nathan yang merasa diabaikan menarik kerah baju Nanda. “Jawab!” perintah Nathan.

“Abang,”

Nathan melepaskan Nanda dari cengkramannya begitu Ia mendengar suara lembut Iva.

Nanda kembali merosotkan tubuhnya diatas sofa kamar Iva, Ia cukup bersyukur Iva bangun di saat yang tepat, hampir saja Nathan memberikan tinjunya lagi.

Nathan duduk di samping Iva yang kini menundukkan kepalanya sambil kedua tangannya memilin selimutnya.

“Adek gakpapa kan? Mana yang sakit sayang? Hmm?” tanya Nathan sambil menangkup kedua pipi Iva.

Iva masih menundukkan kepalanya. “Jangan marahin Abang Nanda, ini salah Iva, bukan salah Abang.”

Nathan melirik Nanda yang masih duduk di atas sofa sambil mengelus pipinya yang masih terasa akan pukulan tadi. “Dia pantas mendapatkan nya.”

VANA ILLUSION Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang