Tidak perlu diperjelas, Angkasa tau bahwa Bumi bersorak dengan penuh kemenangan dari arah belakang.

Bintang menoleh ke arah Angkasa. Ada raut tak nyaman, tapi bagaimanapun harus ia lakukan. "Gue pergi ya, Kak," pamitnya yang dibalas senyum getir dari cowok itu.

Selangkah demi selangkah hingga berujung semakin jauh keberadaan mereka, sedangkan Angkasa masih betah di posisi semula. Kilas balik, mencoba mendeskripsikan kejadian tadi. Mengkhawatirkan Bintang, bahkan melakukan perdebatan yang sebelumnya tak pernah ia lakukan.

Namun yang terjadi di depan mata, Bintang malah meninggalkannya tanpa mau mendengarkan apa kelajutan perkataan Angkasa. Apa di sini ia yang salah? Atau memang benar ia yang terlalu berlebihan menanggapinya?

Mungkin keberadaan gue emang belum terlihat ya, Bintang?

Tepat di belokan koridor, Bintang menoleh-melihat Angkasa masih berdiri di depan kelasnya.

Tanpa gadis itu sadari, atas kepergiannya ada rasa yang terluka di sana.

***

"Kak Bumi mau ngomong apa?" tanya Bintang ketika mereka sudah sampai di belakang sekolah. Ia tidak ingin berlama-lama, pasalnya bel masuk sebentar lagi akan berbunyi.

Namum alih-alih menjawab. Bumi malah memajukan langkahnya dan otomatis langkah Bintang jadi ikut termundur. "Jadi itu lo, ya?"

Bintang menyerngit.

"Beneran itu lo?"

"Apaan sih? Nggak paham gue. Ngomong yang bener," geram Bintang. Kemudian ia mengambil beberapa langkah-menjauhi Bumi.

Bumi terdiam, beberapa kali ia menghela napas dalam. Ada segumpal keraguan tapi ada juga terselubung rasa penasaran. Bermula sejak melihat sesuatu di tas Bintang. Saat itulah semua dimulai. Bahkan untuk ukuran Bumi yang tak pernah peduli tentang kehidupan orang lain saja merasa terganggu.

"Kalo masih mau diam, gue balik aja ke kelas?" Bintang menunggu respon Bumi. Tapi yang dilakukan cowok itu masih sama, seolah betah berada di dunianya.

Bintang mendesah. Lantas apa guna ia di bawa ke sini jika Bumi masih merapatkan mulutnya. Menyebalkan.

"Kak..."

"Cynzia Bulan Tisha, itu lo."

Bintang terdiam. Mendadak tubuhnya bereaksi hanya karena Bumi menyebut nama tersebut. Bahkan bagian tubuh terdalamnya memompa dengan cepat hingga menimbulkan desiran yang luar biasa.

Tidak... Tidak mungkin Bumi tau.

Dengan cepat Bintang menteralkan perasannya. "Dia siapa?" tanyanya dengan nada biasa.

"Lo nggak tau?"

"Nggak!"

"Atau lo pura-pura nggak tau?"

"Benaran nggak tau."

"Perlu gue ingetin?"

"Coba aja,"

Bumi tertawa renyah. Pintar sekali gadis ini menyela ucapannya. Padahal jika diperhatikan secara sekilas, Bintang termasuk siswa tembus pandang bahkan pendiam, tapi setelah adu tanya tadi membuat Bumi jadi berpikir kembali.

Benarkah ini Bintang?

"Waktu tas lo ketinggalan, gue nemuin sesuatu di sana. Pertama gue liat sih biasa-biasa aja, tapi setelah gue perhatikan ada yang beda."

"Mungkin cuma kebetulan," sanggah Bintang cepat.

"Gue nggak percaya yang namanya kebetulan, Bintang. Alibi lo terlalu rendahan," sindir Bumi membuat Bintang terdiam, tak mengeluarkan suara.

SEMESTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang