Chapter 37

30.3K 1K 2
                                    

Cia dan Dhirga telah tiba disekolah 5 menit sebelum bel masuk berbunyi. Kini, Dhirga berjalan dibelakang Cia tanpa sepengetahuan perempuan itu. Ia melangkahkan kaki nya mengikuti Cia hingga membuat orang-orang disekitar koridor melihat nya dengan tatapan mengernyit bingung.

Saat Cia ingin berbelok kearah ruang kelasnya, ada seseorang yang menabrak bahunya membuat Cia sedikit terdorong kebelakang. Dhirga yang melihat nya pun langsung menahan pundak Cia agar perempuan itu tidak jatuh.

Cia menatap Dhirga yang masih memegang pundaknya dan menatap mata nya.

"Apa'an sih!!" Ucap Cia lalu mendorong pelan tubuh Dhirga agar menjauh dari diri nya.

Dhirga tersenyum kikuk merasa gugup karena perlakuan nya terhadap Cia.

"Sorry!! Tapi tadi lo hampir mau jatuh kalau misalnya nggak gue tahan" Ucap Dhirga memberi penjelasan

"Makasih! Dan jangan ikutin gue lagi!!" Peringat Cia menatap Dhirga tajam.

Cia kembali melangkahkan kaki nya lebih cepat agar Dhirga tidak dapat mengejarnya.Dan benar saja kalau Dhirga tidak lagi mengikutinya. Tapi tiba-tiba ada orang yang mengejuti nya dari depan.

"Woii bekicott!!" Teriak perempuan itu yang ternyata adalah Ara.

"Kenapa sih? Ngagetin lo!!" Ucap Cia menatap Ara dengan tatapan kesalnya.

"Gue kan ngomong sama lo kalau berangkat bareng! Kenapa malah lo ninggalin gue?! " Ucap Ara mendengus kesal.

Cia sontak membulatkan matanya karena terkejut. Ia sangat lupa jika Ara mengajak nya untuk berangkat bareng pagi ini.

"Sorry ra! Gue lupa" Balas Cia dengan cengiran kuda nya membuat Ara menghela nafas panjang.

"Belum tua udah pikun" Ucap Ara.

"Maaf dehh!" Ucap Cia memohon kepada Ara agar ia memaafkan nya.

"Iya iya! Ayo ikut gue! Ada yang mau gue kasih tau sama lo" Ajak Ara lalu menarik tangan Cia.

🍪🍪

Hilda duduk seorang diri dikursi taman sekolah. Wajahnya terlihat tak bersemangat kala melihat Cia yang kini telah berteman dengan Ara.

Ia menghela nafas panjang lalu menatap sepatu hitam nya, rambut tergerai panjang menutupi setengah wajahnya karena hembusan angin.

"Sendiri aja, neng??" Tiba-tiba Putra datang dengan membawa 2 balon berwarna biru dan putih.

"Putra! Ngapa'in lo bawa balon?" Tanya Hilda mengernyit bingung.

Putra duduk disamping Hilda dengan tangan kirinya yang bebas, mengeluarkan selembar kertas dan pena.

"Pegang!" Ucap Putra memberikan kertas dan pena itu pada Hilda.

"Buat apa'an sih?" Tanya Hilda.

"Lo mau warna apa?" Tanya Putra mengiraukan ucapan Hilda.

"Biru" Balas Hilda membuat Putra memberikan balon berwarna biru dengan Hilda.

"Sekarang lo tulis apa permintaan lo dan permohonan lo dikertas ini dan nanti kalau udah selesai, lo lipat terus lo iket di ujung talinya" Ucap Putra.

Hilda menulis beberapa kalimat diatas kertas putih itu setelah selesai ia ingin mengaitkan nya dengan tali balon ini tapi Putra menahan nya.

"Bentar!! Kita satu'in aja! Kertas nya kita iket ke tali balon biru sama putih! Jadi nanti dia bersatu!!" Ucap Putra lalu mengikat kertas itu dibantu dengan Hilda.

"Kan itu permohonan gue! Kenapa harus di iket sama balon lo juga?" Tanya Hilda.

"Permohonan lo berarti permohonan gue juga" Balas Putra yang telah selesai mengikat kertas itu.

ACILLA (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang