"Aluna milik saya."

"Apa maksud anda? Darimana anda mengenal Aluna? Sia—"

Sebelum Fatih melanjutkan kalimatnya, ia lebih dulu mendengar suara telepon yang diputuskan secara sepihak. Fatih hampir saja membanting ponselnya saking kesal dirinya saat itu. Tetapi untung saja tidak benar-benar dia lakukan karena setelah ini, ia harus segera menghubungi Aluna.

Mengecek kondisi kekasihnya itu.

***

Sebuah tangan yang tiba-tiba saja menyentuh bahu Aluna membuat dirinya kaget bukan kepalang. Ia baru saja hendak mengarahkan pukulan ke arah seseorang yang berjenis kelamin lelaki itu namun gerakannya terhenti saat kedua matanya menangkap wajah sosok misterius itu. Wajah mempesona dan menawan yang begitu khas itu sempat membuat Aluna terpana sebentar.

"Hai, Aluna. Akhirnya kita bertemu lagi setelah sekian lama. Kamu masih mengingatku?" tanya lelaki itu.

Aluna terdiam sejenak. Melalui pencahayaan yang remang-remang, ia mencoba mengenali siapa lelaki yang mengenalnya itu. Begitu kepalanya mengingat satu nama, Aluna lantas membelalakkan matanya.

"Alan?" gumamnya.

Senyum menawan milik lelaki bernama Alan itu mulai terlihat. Ia tidak menyangka gadis di hadapannya akan mengenalinya setelah sekian lama tidak berjumpa.

"Benar. Aku Alan Zaverd. Kekasih kakakmu, Alana Zafaca. Senang kamu mengingatkanku, Aluna," ujar Alan, kembali memperkenalkan dirinya.

Setelah sekian lama berusaha menguak misteri pembunuhan kakaknya, akhirnya Aluna bertemu dengan seseorang yang pernah menjadi bagian untuk kehidupan kakaknya. Mungkin dari Alan, Aluna akan bisa mencari informasi mengenai kasus itu, pikir Aluna.

"Kamu baik-baik saja Aluna?" Pertanyaan itu tiba-tiba saja Alan lontarkan hingga Aluna baru menyadari kondisinya sendiri.

Aluna baru menyadari bahwa kakinya sudah hampir tidak kuat menopang tubuh. Ia sudah sangat kelelahan. Namun meskipun begitu, ia malah menjawab dengan jawaban yang berlainan dengan kondisinya, "aku baik-baik saja."

Sayup-sayup, terdengar suara langkah kaki yang mendekati Alan dan Aluna. Baru saja Aluna hendak bernapas lega karena paling tidak, saat ini ada Alan di sisinya. Tetapi sayangnya Alan sepertinya tidak berpikir hal yang sama. Ia yang seolah sudah mengetahui akan ada yang datang malah pamit pada Aluna.

"Baiklah, Aluna. Jaga dirimu baik-baik. Aku berjanji, kita pasti akan bertemu lagi. Sampai jumpa, Aluna." Selepas mengucapkan itu, Alan pergi meninggalkan Aluna. Sosoknya yang tinggi menghilang begitu saja seolah menyatu dengan kegelapan.

Napas Aluna tertahan saat dirinya mendengar langkah kaki yang kian mendekat. Ingin rasanya ia kembali berlari seperti sebelumnya namun rasanya kedua kakinya yang kini gemetar tidak sanggup untuk melakukannya dan bisa jadi dia justru akan terjatuh nanti. Aluna hanya mampu mempercepat langkahnya. Ia bersusah payah berjalan di bawah pencahayaan yang semakin lama semakin redup saja.

"Kenapa memilih jalan ini, Aluna?"

Langkah kaki Aluna terhenti saat telinganya mengenali suara yang baru saja didengarnya itu. Ia berbalik badan untuk melihat sendiri apakah dugaannya benar atau salah.

"Kafa," gumam Aluna. Saat itu, tubuhnya sudah tidak mampu berdiri kokoh lagi. Dengan segera Fatih menyangga tubuh Aluna agar tidak terjatuh.

"Saya akan memarahimu nanti." Fatih berbicara dengan ketusnya. Walaupun begitu, ia tidak bicara lagi dan justru membantu Aluna berjalan melalui lorong yang gelap dan dingin itu untuk menuju mobil Fatih.

I'M ALONEWhere stories live. Discover now