Chapter 30

6.6K 698 206
                                    

Selamat membaca, pembaca setiaku yang manis!

---


Perlahan, Daisy membuka mata. Berkedip beberapa kali guna menyesuaikan cahaya sekitar. Dia mencoba bergerak, namun tak bisa. Setelah benar-benar sadar, ia melihat kaki dan tangannya telah terikat. Mulutnya tersumpal kain hingga ia tidak bisa mengeluarkan suara. Hanya gumaman tak jelas.

Ingatan Daisy terpaku pada kegiatan terakhirnya. Setelah buang air kecil, Daisy memutuskan untuk bercermin. Belum sempat bercermin, kepalanya telah dipukul oleh benda tumpul. Setelahnya, semuanya menjadi gelap. Dia tidak sadarkan diri dan kini berakhir di tempat asing.

Daisy jelas ketakutan. Dia tidak pernah membayangkan akan berada di posisi seperti sekarang ini. Walau jelas ketakutan, dia tetap berusaha menenangkan diri. Berusaha meronta dari ikatan yang melilit kaki dan tangannya. Sesekali matanya mengamati seluruh ruang, mencari celah melarikan diri. Namun rasanya sia-sia belaka. Pintu jelas terkunci rapat, sedang jendela tertutup teralis besi yang mana mungkin bisa Daisy lepas dengan tangan kosong.

"Max" pada akhirnya Daisy berucap dalam hati. Air matanya lolos begitu saja. Berdoa agar suaminya cepat tahu bahwa dia menghilang. Lalu berusaha mencari dan segera menemukannya.

Daisy belum sempat memberitahu Max bahwa dia hamil. Belum sempat berucap bahwa ia telah jatuh hati pada suaminya itu. Padahal, Daisy sudah memiliki niat untuk memberitahukan semuanya pada Max malam nanti.Tapi sekarang? Apalah daya dirinya yang berakhir sebagai korban penculikan. Entah siapa pelaku yang berani menculiknya saat ini.

Cklek!

Bunyi pintu terbuka. Daisy segera memasang sikap waspada. Mata birunya menunggu sosok yang muncul di balik pintu. Tidak menunggu waktu lama, matanya pun terbelalak. Di ambang pintu telah berdiri sosok Billy Joslin dengan senyum menyeringai kejam bagai iblis.

Sorot matanya begitu tajam. Menatap Daisy dengan pandangan merendahkan. Sesekali tertawa geli seolah dalam pandangannya Daisy terlihat begitu konyol.

"Well, Daisy Sayang ..." ucap Billy setelah berdiri beberapa meter di depan Daisy. "Sudah berapa lama kau tak lagi mengingatku karena terlalu tenggelam dalam kubangan keindahan dan kemewahan bersama seorang Maxwell?"

Daisy jelas tidak bisa menjawab. Jika pun bisa, dia tidak akan menjawab karena di matanya saat ini Billy terlihat begitu menakutkan. Dia berpikir akan kesalahannya pada pria itu sehingga berani menculik dirinya seperti sekarang ini.

Billy tidak lagi berbicara. Dia berbalik untuk kemudian mengambil posisi duduk di tepi pembaringan. Mengamati kembali Daisy yang mana wanita itu juga berusaha membalas tatapannya. Seolah lewat mata biru itu Daisy bertanya alasan Billy menculiknya.

"Suami sialanmu telah membuat hidupku hancur." Billy mulai menjelaskan dengan suara penuh penekanan. "Dia berhasil membongkar kebobrokanku tepat di depan semua keluargaku. Membuat semuanya berang dan kecewa. Aku berakhir dikucilkan dan diusir oleh keluargaku sendiri. Berbagai upaya aku lakukan untuk membalas dendam pada suamimu dan selalu berakhir sia-sia. Max sulit tersentuh."

"Sampai akhirnya aku menyadari satu hal bahwa Max memiliki kelemahan yaitu dirimu. Aku tidak tahu apa yang dilihat pria itu dari dirimu. Kau cantik memang, tapi bagiku kau memuakkan hingga rasanya bukan suatu masalah jika sekiranya aku menghabisi nyawamu saat ini juga."

Daisy merinding mendengar setiap kalimat yang terlontar dari bibir Billy. Intensitas ketakutannya seolah bertambah dan ia berusaha sekuat mungkin untuk tidak menunjukkannya. Daisy berusaha tenang. Setenang mungkin hingga orang lain tidak melihat ketakutannya.

"Tapi aku berjanji, kau tidak akan mati semudah mungkin. Semuanya pasti melalui suatu proses. Proses itu jugalah yang nantinya membuatmu meraung meradang lalu kau ingin sekalian saja berakhir mati." Kemudian Billy tertawa seolah pernyataannya barusan adalah kalimat paling konyol.

Unfailing (#4 MDA Series)Where stories live. Discover now