Chapter 25

5K 665 109
                                    

Cerita ini hanya dipublikasikan di Wattpad!

Selamat membaca, pembaca setiaku yang manis!

---

And I don't wanna give somebody else the better part of me. I would rather wait for you.

(Lady Gaga - I'll Never Love Again)

--- 

Sekali bertengkar dalam sebuah hubungan memang wajar. Menjadi tidak wajar ketika sekali bertengkar lalu menciptakan sebuah jurang paling dalam. Setidaknya begitulah yang dialami oleh Max dan Daisy. Setelah pertengkaran, keduanya memutuskan untuk tidak saling berbicara. Terlebih lagi Daisy. Wanita itu kini lebih banyak melamun dan terdiam. Topeng baik-baik saja yang biasa terpasang di wajah cantiknya, kini tergantikan oleh topeng suram. Selalu terlihat mendung tanpa ada cerah sedikit pun.

Mata biru Daisy tidak lagi memancarkan sebuah keceriaan. Mata birunya meredup, seredup luka hati yang tinggal menunggu waktu untuk menjadi lebih besar dan besar lagi. Terlebih lagi pikiran buruk Daisy mulai mendominasi dalam diri bahwa bayi yang dikandung Nikki memanglah anak Max.

Prasangka Daisy semakin menguat setelah dengan mata kepalanya sendiri dia melihat perlakuan hangat Max terhadap Nikki. Pria itu selalu memerintahkan koki untuk menghidangkan makanan yang sekiranya menambah asupan gizi bagi ibu hamil. Kedatangan Nikki di rumah itu semakin menciptakan jurang di antara Daisy dan Max.

"Kau mau ke mana, Daisy?" adalah pertanyaan Nikki ketika melihat Daisy beranjak berdiri. Dia sudah muak melihat interaksi antara Max dan Nikki. Suaminya itu berlagak hubungannya dengan Daisy baik-baik saja. Padahal mereka dalam keadaan "kritis" sekarang.

Selama tiga minggu tinggal, Nikki memang selalu berusaha membangun komunikasi dengan Daisy. Nikki bekerja keras untuk itu dan hasilnya selalu nihil karena Daisy benar-benar tidak menyukai wanita itu. Seperti halnya saat ini, Daisy memilih bungkam. Tidak menjawab pertanyaan Nikki walau terdengar helaan nafas dari Max.

"Suasana hatinya masih belum membaik" adalah kalimat Max ketika mendapatkan Daisy pergi berlalu tanpa menghiraukan pertanyaan Nikki.

Tidak peduli jika kalimat yang baru saja terlontar membuat Daisy menangis dalam diam. Ekspresi sedih dan muramnya tertangkap oleh Lily yang kebetulan bermaksud untuk menyampaikan sesuatu padanya.

"Aku ingin membicarakan sesuatu denganmu" terpaksa Lily berkata guna menghentikan langkah Daisy.

Daisy sendiri tersenyum tipis. "Di kamarku saja" ucapnya yang segera diangguki oleh Lily.

"Ini laporan keuangan restoran bulan ini dan hari ini karyawan restoranmu banyak bertanya tentang keadaanmu. Terhitung sudah lama kau tidak melihatnya secara langsung." Lily mengatakannya setelah menutup pintu kamar Daisy. Lalu mengambil posisi duduk di samping wanita itu yang sedang terdiam melamun.

Lily tidak segera menegur Daisy. Justru wanita itu meringis melihat keadaan Daisy yang semakin hari semakin mengkhawatirkan. Dilihat dari bobot tubuh, Daisy mengalami penurunan drastis. Bahkan wajah cantiknya terlihat pucat pasi. Tidak ada kata "baik-baik saja" jika melihat keadaan Daisy saat ini.

"Jadilah Daisy yang aku kenal sebelum ini" ucap Lily pelan yang kemudian air matanya mulai menetes berjatuhan. Sedang tangannya ia usahakan untuk menggenggam tangan Daisy yang dirasa begitu dingin.

"Letakkan saja laporannya di meja, Lily!" pinta Daisy lirih yang jelas merasa enggan harus menanggapi perkataan Lily sebelumnya.

Tanpa diperintah dua kali, Lily pun mengangguk. Meletakkan laporan di meja terdekat untuk kemudian menegang di tempatnya berdiri. Matanya menangkap sebuah benda yang ia tahu benar fungsinya apa.

Unfailing (#4 MDA Series)Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora