36 - Tak Lagi Beriringan

1.1K 48 1
                                    

Anza menuruni anak tangga dengan keadaan yang kacau. Rambut sudah kusut berantakan, pipi basah karena air mata yang turun deras mengalir, serta mata yang sembab dan memerah.

Anza tidak pergi ke kelas. Dia pergi ke ruangan osis untuk menemui Juan, karena menurutnya Juan lah yang dapat menenangkan perasaannya saat ini.

Untunglah keadaan setiap koridor yang dia lewati sudah sepi karena jam pelajaran pertama sudah dimulai.

Anza tidak mengetuk pintu ruangan osis, dia langsung masuk ke dalam tanpa permisi. Tidak peduli jika anggota osis yang lain beranggapan negatif terhadapnya.

"Anza!" Panggil Juan kaget melihat Anza tengah berdiri diambang pintu dengan keadaan yang tidak dapat didefinisikan.

"Kalian langsung ke kelas dulu aja, jam pelajaran kan udah mulai. Nanti pas udah istirahat, rapat dilanjutin lagi..." perintah Juan kepada anggota osis yang lain.

Anza sedikit menggeserkan tubuhnya ke arah dinding disebelah kiri agar tidak menghalangi mereka yang ingin keluar.

Setelah mereka semua yang tadinya ada disana pergi bertebaran keluar, Juan langsung menyuruh Anza untuk duduk.

"Coba pelan-pelan lo jelasin ke gue, lo kenapa bisa sampe kaya gini?" Kata Juan mulai bertanya.

"Sebelum lo ngomong dan ceritain semua, lo hapus dulu air mata lo."

"Gue gak suka liatnya!"

"Nih pake ini," lanjutnya sembari memberikan beberapa helai tissue kepada Anza.

Anza menerima tissue dari Juan dan langsung saja dia bersihkan bercak-bercak air mata yang masih ada dipipinya. Dia menghembuskan nafasnya secara gusar sebelum dia mulai berbicara.

"Gue beneran udah putus sama Kak Daven..." katanya dengan suara serak khas orang setelah menangis.

"Disaat gue udah mau perbaikin hubungan gue sama dia, dia malah gak mau dan lebih milih buat pisah."

"Gue udah keluarin semua unek-unek yang selama ini masih tersimpan didalam hati gue yang gka pernah gue ucapin sama dia, tapi tetep aja dia gak nyadar-nyadar."

"Pokoknya gue benci sama dia, GUE BENCI!" Kata Anza sembari memberi penekanan pada setiap katanya.

"Gue nyesel pernah suka sama dia, nyesel pernah sayang sama dia, nyesel pernah cinta sama dia!" Lanjutnya.

"Lo gak bisa benci gitu aja sama dia, Za. Lo juga kan gak tau alesan dia kayak gitu ke lo itu apa, dan lo gak bisa langsung nyesel gitu aja..." kata Juan menasehati.

"Dia juga kan pernah bikin lo tersenyum, pernah bikin lo bahagia setiap lo deket sama dia, dan dia juga pernah bikin hari-hari lo cerah berwarna kan sebelumnya?" Lanjutnya.

"Tapi itu dulu dan sekarang ngga lagi, Juan!" Kata Anza dengan nada suara yang meninggi.

"Kita gak tau ke depannya nanti bakal kayak gimana. Gak tau apa lo bisa sama-sama lagi sama dia atau enggak. Sekarang lo jangan bilang benci dulu, nanti kalo seandainya itu lo balik lagi sama dia, lo sama aja kayak ngejilat ludah lo sendiri!"

Anza menatap manik hitam mata Juan dengan lekat. "Lo gak pernah mikirin perasaan lo sendiri Juan. Itu kesalahan terbesar lo!" Katanya.

Juan tersentak ketika Anza mengatakan hal seperti tadi. "Gue gak pernah mau maksain orang yang gue sayang buat sayang juga sama gue. Gue gak mau dia nerima gue karena rasa kasihan."

"Lo itu terlalu naif Juan, dan maka dari itu kenapa dari dulu sampe sekarang gue gak pernah bisa suka sama lo. Lo selalu mikirin perasaan orang lain ketimbang diri lo sendiri. Lo selalu bersikap seolah semuanya itu fine walaupun kenyataannya perasaan lo yang sebenarnya itu sangat rapuh!"

DEARANZA (Completed)Where stories live. Discover now