Chapter 41 - Lembar Baru

2.8K 71 63
                                    

Beberapa tahun kemudian.

Aldan, Zio, Hasta, dan Marsel tidak pernah berubah kelakuannya, masih sama seperti anak SMA. Mereka suka tidak sadar umur ketika sedang berkumpul. Pantesan mereka masih menjomblo sampai sekarang. Aku khawatir mereka saling ada rasa satu sama lain.

Rani pernah menyatakan perasaannya langsung kepada Hasta, dan tentu saja di tolak mentah-mentah. Aku ingin mendekatkan mereka lagi, namun Hasta mengancamku.

"Nyerah gue main sama kalian!" seruku

Aku menghapus bedak bayi di wajahku yang membuat wajahku cemong.

"Lo juga sih, udah tau nggak bisa main UNO malah sok-sokan ikutan. Mereka tuh licik." ucap Alodie

Aku mendelik kesal.

"Mending lo ikut gue ke café Aroma."

"Ayo!" seruku. "Bayarin ya tapi."

Alodie memutar bola mata.

"Kan lo tinggal gesek doang pakai ATM laki lo."

"Ngomong sini sama sikil gue."

"Udah jadi istri, ngomong yang beneran dikit." ucapku. "Heran gue sama laki lo, demen banget dia sama lo dari dulu. Pacaran sampai bertahun-tahun terus ngajak nikah. Padahal gue doain kalian putus loh."

Alodie menjitak kepalaku cukup keras. Aku balik menyentil keningnya dengan kencang.

Setelah berpamitan kepada empat kurcaciku, aku langsung merangkul Alodie dan berjalan keluar rumah Marsel. Jarak dari rumah Marsel dengan café yang dimaksud Alodie tidak terlalu jauh, jadi kami memilih jalan kaki.

Begitu sampai, Alodie bukannya mencari meja kosong malah pergi ke meja yang sudah ditempati oleh dua orang. Semakin aku melangkah mendekat ke arah meja tersebut mengikuti Alodie dari belakang, semakin jelas pula siapa dua orang tersebut.

"Udah datang dari tadi?" tanya Alodie ketika duduk di sebelah Syua

Mau tidak mau aku duduk di sebelah Darka. "Kalian janjian?" tanyaku

Alodie mengangguk.

"Ada apa emangnya?" tanyaku

"Gue kangen kalian." jawab Syua

Aku menaikkan sebelah alis.

"Sorry guys, daripada gue jadi nyamuk di sini, gue pergi dulu karena ada urusan." Darka berdiri dan mengusap puncak kepala Syua. "Nanti aku ke sini lagi." ucapnya pada Syua

"Hubungan lo sama Darka gimana Ra?" tanya Alodie ketika Darka sudah pergi

"Biasa aja." jawabku. "Darka waktu itu ke rumah gue, minta maaf ke orangtua gue dan Bang Ezra kalau dulu pernah nyakitin gue. Habis itu nggak ada apa-apa lagi, dia ya jalanin hidup dia, gue ya jalanin hidup gue."

"Tapi lo udah nggak ada rasa benci sama dia kan?" tanya Syua

Aku menggeleng. "Udah biasa aja."

"Gue mau tanya deh." Alodie menatapku dan Syua bergantian. "Syua sama Darka udah tau duluan waktu kasus Evarado. Benar kan?"

Ugh. Masalah itu lagi.

Aku mengangguk. "Gue cerita dulu ke mereka baru ke lo dan empat sableng itu. Bukannya apa, cuma waktu itu gue nggak sengaja ketemu mereka dan yaudah, gue cerita."

"Emang salah ya kalau Azura cerita dulu ke gue dan Darka?" tanya Syua

Alodie menggeleng. "Nggak salah. Gue cuma nanya doang kok."

Syua mengangguk, dia kembali menatapku. "Terus gimana akhirnya Ra?"

Aku menghela napas berat. "Intinya, gue akhirnya lapor polisi dan yaudah, semua udah berakhir."

AZURATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang