Chapter 26 - Hari pertama.

1K 41 1
                                    

"Lo udah siap?"

"Gue nggak yakin mereka mau terima gue."

Nako memegang kedua bahuku. "Gue yakin lo pasti di terima mereka."

Jujur, aku masih sedikit takut. "Kalau gue di apa-apain sama mereka, gimana?" tanyaku

"Lo bisa hubungi gue." Nako menurunkan tangannya dan mengambil sesuatu dari dalam tasnya. "Lo bisa gunain ini ketika lo terdesak."

Aku mengambil walkman walkie talkie dari tangannya. "Lo niat banget dah."

Nako mengacak rambutku. "Lo hafal kan wajah nyokap gue?"

Aku mengedikkan bahu. "Entahlah."

Nako mengambil sesuatu lagi dari dalam tas, ternyata itu adalah foto Ibunya yang sebelum datang ke sini dia sudah memberi tauku.

"Lo simpan baik-baik." ucapnya sambil menyerahkan foto itu

Aku mengambilnya, dan mengamati wajah Ibunya dengan seksama. Setelah itu kembali menatap Nako. "Nggak usah, gue udah hafal."

Nako tadi bilang bahwa foto ini adalah satu-satunya foto Ibunya yang dia punya. Kalau aku yang pegang foto ini, aku takut bisa hilang.

"Yakin?" tanyanya memastikan

Aku mengangguk. Aku mengetuk jari telunjukku ke pelipis. "Udah terekam di kepala gue."

"Beneran?"

"Iya, bawel deh!" Aku menyerahkan foto itu lagi ke Nako. Nako menerimanya.

"Lo hati-hati ya di dalam." ucap Nako

Aku memasukkan walkie talkie ke dalam tas, lalu tersenyum ke arahnya. Setelah itu aku berjalan masuk ke dalam perusahaan Evarado. Sungguh tidak percaya aku melakukan hal ini.

Saat malam di tempat tongkrongan Garel, aku berkata pada Nako bahwa aku mau melakukan caranya, tanpa Garel mengetahui rencana kami. Ini semua kulakukan demi mereka, demi Ibu mereka, aku juga ingin mereka bahagia.

"Anda siapa?"

Aku berhenti melangkah saat pria berbadan besar menghalangi jalanku.

Aku membenarkan tasku lalu tersenyum lebar. "Sebut aja saya Mawar. Saya ingin melamar di sini."

Pria itu menaikkan sebelah alisnya. "Kenapa anda memakai topeng?"

"Ah, ini.." Aku memegang topeng yang menutupi sebagian wajahku. "Saya ingin memberi sesuatu hal yang berbeda di sini. Jadi, apa saya boleh masuk ke dalam?"

"Sudah janji?"

Aku mengangguk. Bohong deng, aku belum janji pada siapapun.

Pria itu mempersilahkanku masuk walaupun wajahnya menampakkan ketidakyakinan. Ketika aku masuk di dalam, benar-benar seperti perusahaan pada umumnya. Hanya saja yang berbeda adalah cara berpakaian orang-orang di sini.

Jika di perusahaan umum memakai setelan jas atau blazer dan rok selutut, maka di sini 180 derajat berbeda. Prianya memang mengenakan jas, namun wanitanya.. err, aku sampai merinding melihat penampilan mereka.

Aku berjalan menuju meja resepsionis dan memberi tau bahwa aku mau melamar di sini. Si wanita yang menjaga meja resepsionis yang diketahui bernama Citra memanggil seseorang melalui sambungan telepon.

Tidak lama kemudian Evarado datang dan menghampiriku. OMG! Aku langsung berdiri tegak dan berusaha untuk setenang mungkin.

"Siapa yang ingin melamar di sini?" tanya Evarado pada Citra

"Seorang gadis bernama Mawar." jawab Citra

Evarado lantas mengamatiku dari atas hingga bawah. "Mawar?" tanyanya tidak yakin

AZURATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang