Chapter 12 - Jangan ikut campur.

1.5K 52 0
                                    

"Dek."

Bang Ezra masuk ke dalam kamarku dan duduk di kasurku. Abang menatapku serius, sepertinya ada sesuatu yang ingin dia bicarakan kepadaku.

"Apa? Mau cari kertas yang tadi gue sobek?" tebakku

Bang Ezra menggeleng. "Gue mau nanya sesuatu."

"Tentang?"

"Alasan lo merokok."

Aku menghela napas berat. Aku berjalan ke kasur dan setelah itu kubaringkan tubuhku dengan paha Bang Ezra sebagai bantal.

"Gue tau, dek."

"Apa?"

"Gara-gara Darka?"

Aku diam menatap Bang Ezra. Sudah kutebak pasti Bang Ezra akan mengetahui dengan sendirinya alasanku merokok.

Bang Ezra mengusap lembut rambutku. "Benar gara-gara dia?"

Aku menutup kedua mata. "Abang mau apain dia?"

"Awalnya sih mau gue kebiri tuh orang."

"Yaudah sana, kebiri aja. Gue ikhlas."

Helaan napas berat terdengar dari mulut abang. "Kenapa harus dengan cara itu lo melampiaskan kekesalan lo?"

"Waktu itu gue bingung. Gue merasa tertekan."

"Lo kan bisa jadiin gue pelampiasan. Biasanya juga kalau lagi bete sama cowok lo, pasti gue yang jadi korban. Minta temenin ke sini lah, minta traktir lah." ucap Bang Ezra dengan suara selembut mungkin, membuatku tiba-tiba ingin menangis

"Gue nggak mau lo makin kesal sama dia. Cukup gue aja." ucapku dengan suara serak

"Justru gue makin kesal kalau lo nggak jujur."

"Tapi sekarang kan lo udah tau."

"Iya, tau, setelah gue berpikir keras."

Aku membuka kedua mataku dan menatap mata Bang Ezra. "Terus sekarang gue harus gimana? Gue nggak bisa putar waktu."

"Lo harus bertanggung jawab atas kesalahan lo."

Aku cemberut. "Gue sebenarnya nggak mau ngerokok. Gue sebenarnya nggak mau ngecewain mama, papa, lo, dan sahabat-sahabat gue. Tapi waktu itu gue benar-benar lagi kalut."

"Iya, iya, gue ngerti perasaan lo."

"Emang nggak boleh ya gue melampiaskan kekesalan gue dengan merokok?"

"Nggak boleh."

"Kenapa? Banyak cewek di luaran sana ngerokok."

"Jangan ikutin mereka. Lo pikirin tubuh lo sendiri. Nggak sayang?"

"Sayang kok."

"Makanya di jaga yang benar."

Aku semakin cemberut, "Iya, iya."

-0-

Saat masa skors habis dan kembali ke sekolah, hampir semua warga SMA Bhakti terus-terusan membicarakanku, seolah-olah topik permasalahanku yang membawa rokok ke sekolah adalah sesuatu hal yang wajib dibicarakan.

“Sebaiknya jangan main sama dia deh, nanti lo kebawa pengaruh buruk.”

“Gue nggak kaget dia bawa rokok, dia kan nakal, keluar-masuk BK terus.”

“Wajahnya doang manis, tapi kelakuannya bejat.”

Dan blablabla..

Aku hanya bisa memutar bola mata ketika ejekan dari mereka masuk ke telingaku tanpa henti. Mereka menjudge karena hanya melihat sisi luarku saja, mereka tidak tau di balik aku melakukan itu. Mereka tidak tau apa yang sebenarnya aku rasakan. Mereka tidak peduli.

AZURATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang