27. Binal

4.9K 606 65
                                    

Sofia merasakan firasat tak enak.

Entah mengapa, semenjak Ana pergi ke pesta prom night, hatinya diliputi perasaan gelisah. Seolah akan ada malapetaka yang melanda. Sujud panjang dalam salat pun tetap tak bisa menghilangkan keresahannya. Sambil terus berdzikir Sofia akhirnya menyusul sang suami yang sudah berangkat tidur terlebih dahulu.

Suara anak kunci yang diputar membangunkan Sofia. Rupanya Ana sudah pulang. Wanita itu mengerjap-ngerjapkan mata, berusaha memfokuskan penglihatannya pada jam dinding di samping pintu kamarnya. Pukul 23.55. Larut sekali Ana pulang.

Sofia bangkit dan membuka pintu kamarnya. Dilihatnya Ana berjalan gontai, menaiki anak tangga menuju kamarnya dengan lemas, seolah tubuhnya telah kehilangan daya. "Nduk," panggilnya. Ana tak menyahut. Tubuh putrinya kini sudah menghilang di balik pintu kamar.

Merasa ada yang tidak beres dengan Ana, Sofia menyusul ke lantai dua. Pelan diketuknya pintu kamar Ana. Tak ada jawaban. Namun, terdengar suara kran air dibuka, lalu diikuti suara gemericik air. Ana sedang mandi.

Aneh sekali. Sofia paham benar putrinya itu lebih memilih tidak mandi jika sudah di atas jam tujuh malam. Penasaran, Sofia lalu membuka pintu kamar Ana dan disuguhi pemandangan gaun dan pakaian dalam putrinya yang berserakan di lantai. Kening Sofia berkerut, Ana tidak biasanya berantakan seperti ini. Dia anak yang menyukai kerapian.

Sofia memunguti pakaian Ana, bermaksud memasukkannya ke dalam keranjang pakaian kotor di sudut kamar Ana. Namun, gerakannya terhenti saat melihat bercak darah di celana dalam Ana. Apa putrinya mendadak mendapatkan menstruasi saat acara prom night tadi?

Suara gemericik air berhenti tetapi Ana tak kunjung keluar dari bilik kecil itu. Perasaan gelisah yang sedari tadi melandanya, kini menghebat. Apa mungkin Ana pingsan di dalam kamar mandi? Bergegas Sofia membuka pintu kamar mandi yang ternyata tidak dikunci dan terkejut saat melihat putrinya duduk memeluk lutut di lantai kamar mandi. Telanjang, basah kuyup, dan menangis.

"Kamu kenapa, Nduk?" tanya Sofia cemas.

Ana membisu. Air matanya terus berlinangan. Isakannya semakin kencang hingga berubah menjadi sedu sedan.

"Jawab, Ana. Kamu kenapa? Jangan bikin Ibu takut."

Ana menggeleng. Membuka mulut tetapi tak ada suara yang keluar. Putrinya itu kembali membenamkan wajah di antara dua lututnya, masih menangis.

Otak Sofia berusaha mencari sendiri jawabannya. Bercak darah di celana dalam, Ana yang mandi dan menangis. Tidak mungkin. Hal yang disimpulkan otaknya terlalu mengerikan. Dengan tangan yang gemetar, Sofia menengadahkan kepala Ana. "Lihat Ibu, Ana. Apa kamu ... ?" Bahkan mengatakan kata terkutuk itu pun terasa berat, meski hanya sebatas dugaan.

Detik berikutnya, Ana menyurukkan kepala ke dada Sofia. Kepala yang kuyup itu membuat pakaian Sofia ikut basah.

"Ibuuu.... Ana diperkosa, Bu. Ares jahat! Ares bajingan!" Tangisan Ana semakin kencang, tubuhnya gemetar.

Sofia mendekap erat tubuh putrinya. Tubuhnya pun ikut bergetar saat air matanya sendiri jebol. Hati Sofia hancur, remuk redam. Mengapa putrinya harus mengalami kemalangan sekeji itu?

Air mata tak berhenti mengalir. Dua ibu dan anak itu pun luruh dalam kidung tangis yang memilukan.

***

Ares harus bertanggung-jawab. Keputusan Rosyad itulah yang membawa mereka bertiga ke sini. Rumah Ares.

Mengunjungi lagi rumah Ares membuat Ana serasa mengulang kembali kejadian di malam terkutuk itu. Langkah kakinya terhenti dan lututnya mendadak lemas setibanya di depan pintu rumah megah itu, sampai-sampai Ana harus dipapah oleh Sofia.

Love Will Find A Way Where stories live. Discover now