24. Kenyataan

3.5K 687 90
                                    

Ana mengecek lagi isi stopmap warna biru yang hendak dia bawa. Salinan ijazah dan transkrip nilai S1, pas foto berwarna, surat rekomendasi akademik, surat izin dari pimpinan instansi tempat bekerja, dan surat keterangan sumber pembiayaan. Semua lengkap.

Hari ini dia akan pergi ke Semarang untuk mengikuti ujian masuk Program Pascasarjana Unnes. Kebetulan, kepala sekolah dan perwakilan pihak yayasan akan mengadakan studi banding ke kota itu dan Ana akan menumpang. Lumayan untuk menghemat ongkos perjalanan.

Mulai tahun depan, SD dan SMP Sahwahita akan membuka program inklusi, di mana para penyandang disabilitas akan diikutsertakan ke dalam sekolah, sehingga membaur dengan peserta didik pada umumnya. Oleh karena itu, Rafka menugaskan tim untuk melakukan studi banding dengan sekolah yang dianggap telah sukses melaksanakan program serupa di Semarang. Tim yang akan berangkat terdiri dari kepala sekolah SD dan SMP. Dan pihak yayasan kemungkinan besar akan diwakili oleh kepala bidang pendidikan, Pak Iskandar.

Ana sudah duduk manis di kursi belakang minibus yang akan membawa mereka ke Semarang. Hari masih gelap di luar sana. Pukul 03.00. Kegiatan studi banding seperti ini hanya akan dilaksanakan dalam waktu satu hari. Berangkat dini hari, pulang sore. Terlihat Bu Devi dan Bu Arini, kepala SD Sahwahita, telah duduk di kursi tengah. Sopir juga sudah siap. Hanya tinggal menunggu Pak Iskandar.

Ana mengisi waktu dengan memainkan game Green Farm di ponselnya. Terdengar suara pintu mobil bagian depan dibuka lalu ditutup lagi. Tandanya Pak Iskandar sudah tiba dan sudah masuk ke dalam mobil. Ana masih tetap asyik dengan permainannya.

"Lho, Pak Rafka? Saya kira Pak Iskandar yang akan ikut," kata Bu Devi, yang otomatis membuat Ana mendongak dari ponselnya. Kalau tahu Rafka yang akan ikut serta, lebih baik dia naik kereta api saja, sesalnya dalam hati.

"Pak Iskandar berhalangan hadir. Istrinya akan melahirkan. Sudah pecah ketuban, katanya," jawab Rafka. Pria itu sedikit memutar tubuh menghadap ke belakang agar bisa melihat lawan bicaranya. Dengan segera matanya bertemu pandang dengan mata Ana. "Oh, ada Bu Ana juga," ucap Rafka.

"Iya, Pak. Saya nebeng mau ke Unnes. Ujian masuk S2."

Rafka hanya mengangguk dan kembali menghadap ke depan. Dan sepanjang perjalanan Ana memilih untuk tidak nimbrung dalam percakapan yang melibatkan Rafka.

***

Ana memisahkan diri dari rombongan begitu tiba di Semarang. Dia memilih untuk menuju kampus PPs Unnes dengan jasa ojek online. Perempuan itu menolak tawaran Bu Devi untuk diantar saja oleh Mas Aji, sang sopir.

Sekitar pukul dua, Ana sudah datang. Bertepatan dengan rombongan studi banding selesai makan siang.

"Bagaimana ujiannya, Bu?" tanya Bu Devi.

"Begitulah, Bu. Saya kurang yakin dengan sesi bahasa Inggris-nya," jawab Ana lesu.

"Optimis, Bu Ana." Bu Devi mencoba memberi semangat, yang hanya dibalas dengan senyum tipis oleh Ana.

Rafka yang sudah duduk di jok samping kemudi tak sengaja mendengar percakapan itu. Dilihatnya wajah Ana yang tak bersemangat. Dia ingat Ana memang lemah dalam berbahasa Inggris. Dulu, akhirnya Rafka sendiri yang membaca dan mengartikan buku berkebun berbahasa Inggris yang dia belikan untuk Ana. Sementara Ana cukup mencatat poin-poin pentingnya dalam post it dan ditempelkan ke halaman buku.

"Masih ada banyak waktu. Ibu-ibu tidak keberatan kan kalau kita mampir ke Bandungan sebentar?" tawarnya begitu semua penumpang memasuki mobil.

"Nggak apa-apa, Pak, tapi nggak termasuk korupsi, kan?" tanya Bu Devi. Mereka ke Semarang dengan dana yayasan. Tentu saja harus berhati-hati dalam memanfaatkannya.

Love Will Find A Way حيث تعيش القصص. اكتشف الآن