2. Si Gadis Aneh

5.2K 732 89
                                    

Ana menyalakan kipas angin, lalu melepas sweater-nya. Kapan cuaca panas ini akan berakhir? Sudah satu minggu ini, suhu udara Yogyakarta selalu berada di atas angka 35 derajat celcius. Sialnya, Ana tidak bisa bebas mengenakan pakaian tipis untuk sedikit meredakan hawa panas saat berada di luar.

Ana menyentuh kemejanya di bagian punggung. Basah. Dengan sweater tebal seperti itu, berjalan pulang pergi dari tempatnya indekos ke perpustakaan saja sudah membuatnya bermandikan keringat. Akan tetapi, mau bagaimana lagi, Ana tidak punya pilihan.

Lebih tepatnya, dia tidak berani mengambil pilihan lain.

Ana mengganti kemejanya dengan kaus longgar yang nyaman. Rok sepanjang pergelangan kakinya pun sudah digantikan oleh celana aladin berbahan halus. Baru saja dia merebahkan tubuh di kasur, pintu kamarnya sudah diketuk.

"Yuhu! Anastasia Steele, buka pintu dong."

Suara nyaring Rara, teman sebelah kamarnya, terdengar. Semenjak film Fifty Shades of Grey meluncur di pasaran, Rara sering sekali memelesetkan nama Ana menjadi Anastasia Steele, kekasih Christian Grey di film itu. Dengan sedikit enggan, Ana bangkit dan membuka pintu.

"Halo, Say. Aku nebeng ngadem di kamarmu, ya? Panas banget. Kipas di kamarku kecil, nggak terasa anginnya," cerocos Rara seraya menyelonong masuk begitu pintu kamar Ana terbuka. Dengan seenaknya Rara merebahkan tubuh di kasur Ana.

Ana mendesah tak berdaya. Rara memang seperti itu. Seenaknya sendiri, spontan, tapi Rara-lah yang paling akrab dengannya.

"Kamarmu enak. Sejuk. Apa jendela kamarku perlu aku pasangi paranet juga seperti di kamarmu ini?" ucap Rara. Jarinya menunjuk pada jendela kamar Ana yang terlindungi paranet sehingga sinar terik matahari tidak langsung masuk ke dalam kamar. Sebenarnya Ana memasang paranet untuk melindungi taman kecilnya di depan jendela agar tidak didatangi belalang yang suka memakan daun dan untuk mengurangi penguapan. Beruntung induk semangnya mengizinkan Ana tetap menjalankan hobi berkebun. Bahkan beliau ikut menyumbangkan sampah hijau limbah dapur untuk menjadi bahan kompos.

"Ya sudah, pasang saja. Aku masih punya sisa paranet," jawab Ana, mengalah dan memilih duduk berselonjor di lantai kamar. Meskipun tak senyaman berbaring di kasur, setidaknya ubin yang dingin memberikan rasa sejuk.

"Iya, deh. Aku juga mau berkebun kayak kamu," timpal Rara antusias. "Tapi aku, kan, nggak telaten. Nanti tanamanku mati."

"Tanam saja kaktus, nggak perlu disiram."

"Dih, kaktus. Tanaman daerah gersang. Segersang jiwaku yang sudah setahun ngejones."

"Lebay!" Ana mencibir.

Rara terkekeh. "Omong-omong, hari Sabtu besok kamu nggak ada acara, kan? Temani aku ke pesta ulang tahun kakak tingkatku, ya. Semua pengurus HIMA diundang." Rara merogoh saku celananya dan mengeluarkan kertas berwarna pink seukuran buku saku Pramuka, lalu mengulurkannya pada Ana.

"Siapa?" tanya Ana sambil membaca tulisan yang tertera di kertas itu. "Freya Ratu Basira," ucap Ana melafalkan nama sang pemilik hajat.

"Mbak Freya. Dia itu Queen of PGSD. Cantik, tajir, pintar. Kemarin saja dia baru pulang dari pertukaran pelajar di Amrik. Pokoknya hidup Mbak Freya itu kepenak banget," terang Rara.

Ya, setiap orang pasti bersedia bertukar peran dengan gadis seperti Freya, pikir Ana. Namun, dia tahu pasti tak ada seorang gadis pun yang mau bertukar peran dengannya. Takdir hidup yang digariskan Tuhan untuknya terlalu kejam.

"Program pertukaran pelajar yang mana?" tanya Ana setelah menggeleng lemah demi menepis pikiran muramnya. Ada banyak program pertukaran pelajar yang ditawarkan pada mahasiswa.

Love Will Find A Way Where stories live. Discover now