6. Sepasang Kekasih

3.4K 554 145
                                    

Sudah hampir satu minggu berlalu sejak Rafka menyatakan perasaan. Ana masih tak tahu harus menjawab apa. Selama satu minggu ini, Rafka tak pernah menagih jawaban. Pemuda itu hanya menanti dengan sabar.

Dia menyukai Rafka, Ana tidak akan memungkiri perasaannya sendiri. Gadis mana yang bisa menolak pesona seorang Rafka Aryaputra? Pemuda tampan dan sempurna. Namun, di sisi lain, Ana juga merasa takut untuk memulai hubungan dengan pemuda itu.

"Woy, Anastasia! Ngelamun terus."

Teguran Rara membuat Ana sedikit tersentak. Ditolehkannya kepala ke arah teman baiknya itu, yang sedang menyantap makan siang sambil duduk lesehan di lantai kamar Ana.

"Kenapa, sih? Mikirin Mas Rafka, ya? Udah terima aja. Mas Rafka ganteng, sopan, dan pintar. Duh, kalau kamu nggak mau, buat aku aja."

Beberapa hari yang lalu Ana memang bercerita tentang pernyataan cinta Rafka. Saat itu, Rara langsung berjingkrak senang sebab dia akan mendapat pizza Paparon's dan tomyam gratis. Sejak awal Rara memang sudah mengira Rafka naksir Ana, bukan?

"Aku takut, Ra," lirih Ana.

"Takut apa?"

"Takut salah pilih. Takut kalau Mas Rafka nggak tulus. Mungkin saja dia hanya penasaran sama aku." Ana mengungkapkan keraguannya.

Rara menelan makanannya, lalu meneguk air minum. "Selama kamu kenal dia, apa pernah Mas Rafka bersikap nggak menghargai dan nggak menghormati kamu?" selidik Rara sambil mengacungkan sendoknya kepada Ana.

Ana menggeleng. Rafka memang selalu sopan, tidak pernah berseloroh tidak penting, dan tidak pernah mencemooh apa pun tentang diri Ana, termasuk gaya berpakaiannya yang aneh. Mungkinkah kali ini ada pria yang benar-benar mencintainya dengan tulus?

"Nah!" seru Rara, "itu tandanya Mas Rafka tulus sama kamu, Na." Rara melanjutkan analisisnya saat dilihatnya Ana diam saja. "Logikanya sederhana. Mas Rafka bisa memacari cewek manapun di fakultasku, atau mungkin di dunia ini, yang lebih cantik daripada kamu. Oke, kamu emang cantik tapi style-mu kayak anak gadis kaum puritan, ketinggalan zaman. Sorry, Na, jangan tersinggung. Dan dengan semua fakta tentang kamu, Mas Rafka tetap pilih kamu, kan? Itu artinya dia menyukai kamu apa adanya."

Logika Rara benar. Jika Rafka tidak serius, pemuda itu pasti sudah mundur teratur sejak pertemuan pertama. Ana bisa menilai jika Rafka bukan tipe pemuda iseng yang mau membuang-buang waktu dengan gadis membosankan sepertinya hanya demi bersenang-senang.

"Sekarang aku tanya. Kamu suka nggak sama Mas Rafka? Jujur! "

Ana menunduk dan berkata malu-malu, "Suka, sih..."

"Kalau suka, kenapa harus ragu lagi? Jalani dulu. Toh kalian cuma pacaran, bukan nikah. Kalau akhirnya nggak cocok, bisa putus."

"Saranmu menyesatkan."

Rara tertawa. "Eh, bener tauk! Lihat dulu seberapa serius Mas Rafka dalam menjalani hubungan kalian, apa caranya memperlakukanmu sebelum dan sesudah pacaran itu berbeda. Kan ada tuh cowok yang baik waktu pdkt doang. Begitu jadian berubah 180 derajat."

Ana membenarkan dalam hati. Dulu dia pernah tertipu oleh penampilan luar seorang pemuda. Ana belajar banyak dari kesalahannya di masa lalu. Kesalahan yang kini menjadi rahasia terbesarnya.

Ana merenungi perkataan Rara dalam diam. Mungkin dia memang harus mengambil risiko, menjalin hubungan dengan Rafka, dan menguji seberapa tulus perasaan pemuda itu padanya, sebelum mengungkapkan rahasia kelamnya. Memantapkan hati, Ana meraih ponsel dan mengirim pesan pada Rafka.

Masih menunggu jawabanku, Mas?

***

Rafka memandang Ana dengan harap-harap cemas. Rasanya sama seperti sedang membuka laman resmi pengumuman SBMPTN tiga tahun yang lalu. Berharap diterima sekaligus takut gagal. Rafka sudah menunggu jawaban Ana selama satu minggu persis. Dan hari ini dia akan mendapat kepastiannya. "Jadi?"

Love Will Find A Way Donde viven las historias. Descúbrelo ahora