"Yaudah udahlah, sekarang permasalahannya gimana caranya aku bilang ke Syifa kalo dua minggu lagi aku udah harus berangkat ke London??!!" Rizky bangkit dari tidurnya, ia terduduk. Kepala Rizky saat ini sangat pening sekali.

"Mau gimana lagi, cepat atau lambat kau harus bilang sama Syifa, ky. Bilang baik-baik, pastiin kalian jangan lagi keadaan emosi, takutnya Syifa nyangkanya kau emang mau tinggalin dia." saran Rizna kepada adiknya.

Rizky masih terdiam mendengar dan menyerapi perkataan kakaknya.

"Aku tau pasti berat juga buat kau ninggalin Syifa. Tapi lagi-lagi, rules nya dari sana udah kaya gitu dan kau juga udah libatin Allah dalam keputusan ini. Gimana pun caranya, kau harus buat Syifa supaya dia ngertiin posisi kamu." ucap Rizna lagi.

"Iya na... cepat atau lambat aku harus bener-bener ngomongin ini ke dia..." Rizky berbicara sambil termenung.

"Ngomong baik-baik ya ky. Jangan nyakitin Syifa. Syifa cewek baik-baik, aku sayang sama dia." kata Rizna dengan suara yang pelan.

Rizky yang mendengar Rizna berkata seperti itu langsung menoleh menatapi kakak satu-satunya itu. Sedetik kemudian, ia mengangguk sambil mengacak-acak rambut Rizna. "Aku janji, aku akan jagain Syifa dan ngga akan buat dia kecewa. Makasih Inaaaa!" Rizky berlari keluar kamar Rizna. Sedangkan Rizna, ia tersenyum sambil menatapi Rizky yang sudah hilang dari pandangannya. Ia sangat paham sifat Rizky, Rizky yang selalu ingin mencapai target hidupnya, Rizky yang sangat berambisi, Rizky yang tidak pernah menyerah dalam mendapatkan apapun, termasuk saat ini, Rizky sedang mengejar cita-citanya. Ia hanya bisa mendukung dan berdo'a apapun pilihan dan keputusan yang diambil oleh satu-satunya keluarga yang ia miliki itu saat ini.

**

"Syifa... sayang... buka pintunya nak. Yuk makan dulu yuk. Kamu dari tadi pulang belum keluar-keluar kamar loh." Romel mengetuk-ngetuk pintu kamar Syifa. Tetapi nihil, tidak ada suara yang terdengar dari kamar anak gadisnya.

"Pa? Adek kenapa pa?" Randy yang baru saja pulang dari kantornya langsung naik ke lantai dua rumahnya karena mendengar papanya yang sibuk memanggil-manggil nama Syifa.

"Adek dari tadi dia pulang belum keluar-keluar ndi, gatau kenapa." mendengar informasi dari papanya, Randy langsung menggedor-gedor pintu Syifa dengan keras lalu berusaha untuk mendobraknya. Ia panik setengah mati. "Dek, buka dek! Ini abang dek! Syifa!"

Romel yang melihat anak sulungnya yang seketika berubah menjadi panik itu langsung terlonjak kaget. "Astaghfirullah Randy! Pelan-pelan emang ngga bisa apa?" bentak Romel yang kaget melihat perlakuan Randy.

"Adek kalo udah kaya gini bahaya pa! Randy gamau adek kenapa-napa!" ia masih berusaha untuk membuka pintu kamar Syifa. Mendengar pernyataan Randy, Romel pun ikut panik dan mulai membantu Randy untuk mendobrak pintu kamar Syifa.

Beberapa lama kemudian mereka berhasil membuka pintu tersebut. Dan benar saja kata Randy, kini Syifa sudah terdapat di sudut kamarnya dengan keadaan tidak sadarkan diri. Mukanya pucat dan tubuhnya keringat dingin ketika Randy mengangkatnya.

"Bawa Syifa ke rumah sakit Randy. Kamu yang nyetir!" ucap Romel panik.

Randy menuruti apa yang dikatakan papanya.

Kini mereka sudah sampai di rumah sakit. Syifa sudah diurus oleh dokter dan suster yang berada disana. Romel dan Randy khawatir menunggu keadaan Syifa. Mereka memutuskan untuk sholat agar hati mereka dapat tenang. Usai Romel dan Randy sholat, Anwar tiba di rumah sakit.

"Bang, gimana adek? Kenapa bisa kaya gini lagi?"

"Gatau wa. Papa bilang adek ngga keluar-keluar kamar dari dia pulang habis keluar tadi."

Another Side - CompletedWhere stories live. Discover now