Jenna tersenyum penuh pengertian. "Simpan penilaianmu untuk satu atau dua tahun ke depan. Setelah kau hidup bersamanya selama itu, baru kau bisa menilai bagaimana sebenarnya sifat kakakku."

"Tentu" jawab Daisy.

"Ayo kita ke halaman belakang! Sepertinya pembicaraan Kak Max dan Nick sudah selesai" ajak Jenna ketika melihat Daisy sudah tidak lagi terlihat mengantuk.

"Beri aku waktu untuk memperbaiki penampilanku." Ucap Daisy karena sadar bahwa dia baru saja bangun dari tidurnya.

"Aku akan menunggumu di sini. Kau tidak akan keberatan, bukan?"

"Ya, anggap saja sebagai kamarmu sendiri." Respon Daisy sembari beranjak dari duduknya menuju kamar mandi.

Tanpa banyak memikirkan hal lain, Daisy mulai membuka satu per satu pakaiannya. Membersihkan tubuh yang dirasa begitu lengket karena sedari pagi tidak berganti pakaian. Dia berusaha untuk tidak memikirkan kejadian buruk hari ini dan mulai menyugesti diri bahwa semuanya akan berakhir baik-baik saja.

Sekuat apa pun Daisy tidak ingin memikirkan, sekuat itu pula memori kejadian tadi bermunculan. Dia kembali mengingat setiap kalimat yang terlontar dari bibir sahabatnya. Bertahun-tahun mereka bersahabat, baru kali ini Emily tidak percaya padanya. Emily mengatakannya seolah tahu seluruh kebenaran hidup Daisy hingga mudah baginya terpengaruh akan apa yang dikatakan Billy. Namun yang lebih menyakitkan tentu sikap Billy yang mengatakan tentang hal yang tidak-tidak tentang dirinya.

Sikap buruk Billy itu bisa jadi akan menjadi titik kehancuran bagi Daisy. Dia takut jika mantan kekasihnya itu membocorkan seluruh cerita tentang keluarganya. Termasuk dirinya yang tidak dianggap anak sama sekali oleh Gabriel Ashton. Billy memang mengatakan tidak akan menceritakan pada siapa pun perihal rahasia terbesarnya itu, tapi tetap saja Daisy merasa cemas.

Daisy juga kecewa terhadap apa yang telah dilakukan Billy. Teganya lelaki itu memengaruhi Emily sedemikian rupa. Padahal setahu Daisy, Emily bukan tipe orang yang mudah terpengaruh atau percaya pada orang lain. Tapi hari ini? Ah, rasa-rasanya Daisy ingin menghilangkan seluruh pikirannya hingga tidak merasa pusing seperti saat ini.

Ditambah dia hampir saja menceritakan latar belakang keluarganya pada Max. Pasalnya pria itu begitu pintar menempatkan posisi Daisy hingga selalu merasa aman dan nyaman. Max selalu berhasil mengusik sisi sentimental Daisy hingga rasanya memunculkan sesuatu pada dirinya. Seolah menawarkan tempat bergantung yang mana membuat Daisy tenggelam di dalamnya.

"Kau tidak apa-apa kan, Daisy?" maka seruan serta ketukan Jenna dari luar pintu kamar mandi itu segera menyadarkan Daisy dari lamunannya.

"Tidak apa-apa. Sebentar lagi selesai" respon Daisy setelah berhasil menguasai keterkejutannya. Lalu dengan gerakan cepat dia menyelesaikan seluruh kegiatannya.

"Aku pikir kau hanya mencuci wajah" ucapan Jenna ini terlontar ketika mata hazelnya melihat penampilan Daisy yang hanya menggunakan jubah mandi.

"Awalnya, tapi aku pikir untuk sekalian saja mandi. Lagi pula hari sudah sore. Aku sudah terbiasa mandi di waktu seperti ini. Jadi, Yas izinkan aku untuk berpakaian terlebih dahulu."

"Santai saja. Lagi pula aku tinggal duduk menunggu" ucapan Jenna ini disertai dengan merebahkan tubuh di atas pembaringan. Sembari menunggu Daisy selesai berpakaian.

Tidak sampai 15 menit Jenna menunggu, Daisy sudah menyelesaikan kegiatannya. Gadis itu memakai pakaian simpel berupa kemeja panjang sewarna dengan rambut pirangnya yang dimasukkan ke dalam rok putih selutut. Pendeknya, Daisy selalu terlihat cantik hingga memunculkan senyum bangga dari Jenna. Pasalnya, gadis cantik itu akan menjadi bagian dari keluarganya. Tidak lupa juga memuji secara diam-diam tentang selera kakak sulungnya itu.

Unfailing (#4 MDA Series)Where stories live. Discover now