38. aku malu, Ya Rasulallah!

1K 107 0
                                    

"Di tiap amalku," begitu Umar ibn Al-Khaththab satu ketika bercurah hati, "aku selalu mencoba untuk bisa mengalahkan Abu Bakar."

Abu Bakar. Alangkah lelah namun indah memiliki sahabat sepertinya.

Inilah yang dikisahkan Abdurrahman Asy-Syarqawi dalam karyanya, Al-Khalifatul Ula. Suatu kali usai shalat Subuh, demikian tulisnya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menghadap ke arah sahabat-sahabatnya dengan penuh senyum. Binar matanya menyejukkan. Disapukannya pandangan pada wajah mereka satu persatu hingga semua merasakan hangatnya perhatian beliau.

"Siapa gerangan yang pagi ini dalam keadaan puasa?" tanya beliau.

"Ya Rasulallah, semalam aku tidak berniat puasa," sahut Umar, "maka hari ini aku tidak shaum."

Sang Nabi mengangguk pada Umar lalu berpaling ke arah Abu Bakar dengan senyum makin lebar. Yang ditatap tertunduk malu.

"Semalam aku juga belum berniat untuk berpuasa, wahai Nabi Allah," kata Abu Bakar, "tetapi pagi ini aku shiyam, insya Allah."

"Segala puji bagi Allah," tukas Sang Nabi dengan wajah bercahaya. "Siapa pula yang hari ini telah menjenguk orang sakit?" lanjut beliau.

"Duh, Rasulullah," ujar Umar, "Kita belum keluar sejak shalat tadi. Bagaimana bisa ada yang telah menjenguk orang sakit?"

Para sahabat yang lain membenarkan Umar dengan anggukan dan gumam.

"Adalah saudara kita Abdurrahman ibn Auf sakit, ya Rasul," tukas Abu Bakar tersipu-sipu. "Maka dalam perjalanan ke masjid tadi aku mampir sejenak untuk menjenguknya."

Rasulullah kembali bertahmid dang mengangguk-anggukan kepala. "Dan siapa jugakah yang hari ini telah memberi makan fakir miskin?"

"Kami semua berada di sini sejak sembahyang berjama'ah tadi," kembali Umar menjambut. "Kami belum sempat melakukan derma dan sedekah, ya Rasulallah."

Kali ini Umar melirik Abu Bakar. Tampak lelaki kurus jangkung itu melengkungkan tubuhnya hingga wajahnya nyaris tak terlihat. Harap-harap cemas Umar menanti Abu Bakar bicara. Tapi agaknya kali ini Abu Bakar juga bungkam. Suasana jadi sunyi.

"Bicaralah, wahai Abu Bakar!" tiba-tiba Sang Nabi memecah hening.

Abu Bakar tetap menunduk. "Aku malu, Ya Rasulallah," katanya celingukan seperti tertuduh tak bisa mengelak. "Memang tadi di luar masjid seorang fakir sedang duduk menggigil. Di genggaman putraku, Abdurrahman, ada sepotong roti. Maka kuambil ia dan kuberikan pada lelaki kelaparan itu."

"Alhamdulillah, Alhamdulillah, Alhamdulillah..." kata Sang Rasul takjub. Beliau tampak lega. Beliau terlihat bangga.

🌹🌹🌹

Dikutip dari buku Dalam Dekapan Ukhuwwah oleh Salim A. Fillah

10/07/18

Ketika Rasulullah TersenyumWhere stories live. Discover now