Chapter 28

9.7K 1.1K 73
                                    

Suara kunci yang dibuka dari luar membuat Yoojung tegang. Kangjoon dan Ten sama-sama bersiap diri dengan berpura-pura bahwa mereka masih terikat. Ten belum memiliki rencana untuk langsung menyerang atau bagaimana.

"Kaki anda patah. Sebaiknya kita melihat situasi dan kondisi dulu dimana kita harus diuntungkan bila menyerang." Tutur Ten sebelum seseorang membuka kunci. Yoojung menggeram marah mengetahui tiga psiko sinting itu melukai ayahnya hingga separah itu.

Ayahnya harus segera keluar daru tempat ini untuk diobati.

Ten menelan salivanya berat mengira-ngira siapa yang akan datang. Ia tak dapat menebak siapapun itu. Ia hanya berharap itu bukan Lucas.

Dilihat dari fisik pun, fisik Lucas lebih kuat daripada Taeyong maupun Mark. Ten pun pernah bertarung melawan Lucas sehingga ia tahu seberapa kuat pemuda itu. Lucas terlalu kuat bila harus melawan dirinya dengan kondisi ini.

Namun meski tak bisa mengalahkannya, ia bisa mengulur waktu untuk Yoojung dan ayahnya kabur dari sini.

Permasalahannya adalah ketika ditanya, Yoojung belum menemukan dimana pintu keluar itu terletak.

Begitu terdengar bunyi 'klik' pertanda kunci telah terbuka, Kangjoon, Ten, maupun Yoojung menegang bersamaan. Pintu terbuka lebar menampakkan sosok dengan seringai mengerikan menatap tiga mainannya berkumpul bersama di pojok ruangan.

Ia tidak sendiri. Di pundaknya ia membawa sosok gadis yang pingsan. Apakah mereka menculik lagi? Benar-benar sinting!

Lucas masuk dan meletakkan dengan kasar sosok gadis yang pingsan di lantai. Gadis itu terikat pada tangan dan kakinya. Mulutnya di plester dan Ten dapat melihat luka di keningnya.

"Aku membawakan teman untukmu, cantik." Ujar Lucas. Matanya beralih pada Kangjoon dan Ten bergantian. "Oh, kalian sudah sadar rupanya. Syukurlah kalian masih hidup," lanjutnya dengan mata yang seolah menatap kelaparan mangsanya.

"Dengan begitu aku bisa bermain-main lagi dengan kalian." Lirih Lucas sontak membuat Yoojung marah. Ia bangkit dan berlari mencengkeram kerah Lucas. Persetan dengan rasa takutnya. Ia lebih marah lantaran orang yang ia sanyangi dilukai.

Kangjoon sampai harus menggigit lidahnya sendiru demi melihat kenekadan putrinya itu.

"Bangsat! Aku akan membunuhmu sampai kau menyentuh ayahku lagi." Lirih Yoojung dengan suara bergetar. Lucas menanggapi dengan santai. Gadis ini menarik. Tak seperti gadis-gadis yang pernah ia bawa.

Kenapa Yoojung tak pernah takut melihatnya?

Lucas melepas cengkeraman di kerahnya. Masih dengan senyum miringnya. "Jangan khawatir. Akan tiba giliranmu untuk bermain bersamaku." Tangannya mencengkeram pergelangan tangan Yoojung kuat. Meski sakit, Yoojung menahannya.

"Pertama-tama, tinggallah disini dulu. Taeyong bilang aku tak boleh membawamu keluar dari peti mati ini sampai Taeyong puas. Kau pasti dihukum karena membangkang, iya kan? Hehehe.. sekedar informasi, biasanya gadis yang melawan Taeyong mulutnya akan dirobek hingga rahangnya. Ia benar-benar kasar. Tapi kau beruntung ia tak melakukan itu padamu. Biasanya para gadis itu tidak akan bertahan hingga hari kedua. Selamat!"

Lucas mengacak rambut Yoojung sebelum keluar lagi dan mengunci pintu. Setelah itu Yoojung langsung menghampiri gadis yang pingsan itu. Ten yang tak terikat pun ikut menghampiri.

"Wah, ia memukulnya lumayan keras hingga pingsan." Ujar Ten memeriksa luka gadis itu. "Tak ada tanda perlawanan. Ia dipukul dari belakang dan langsung pingsan."

Yoojung dan Ten melepas ikatan di kaki dan tangan perempuan itu. Ten menepuk pipi gadis itu. Gadis yang tengah pingsan itu melenguh. "Akh..!" Pekiknya begitu merasakan sakit di kepala bagian belakangnya. Matanya terbuka dan mengerjap bingung menatap Yoojung dan Ten bergantian.

"Jangan sakiti aku!" Pekiknya tertahan menepis tangan Ten dan Yoojung.

"Jangan khawatir, eonni. Kami tidak akan menyakitimu." Ucap Yoojung cepat. Gadis itu terdiam sesaat menatap Ten dan Yoojung bergantian. Sejurus kemudian menangis dan langsung Yoojung tarik untuk memeluk dan menenangkannya.

Kangjoon mengepalkan buku jarinya hingga putih. Sebagai ayah Yoojung ia merasa kesal karena tak dapat melakukan apapun. Kaki patahnya menghalanginya berbuat banyak.

"Dimana aku.. hiks.. hiks.." tanya gadis itu tersedu dalam pelukan Yoojung. Dilihat dari penampilannya perempuan ini lebih tua dari Yoojung. "Keluarkan aku dari sini.. hiks.. hiks.."

Sementara itu Ten dan Kangjoon saling berpandangan. Mereka harus segera merencanakan sesuatu.

---

Mark datang ke markas sore hari dan mendapati Lucas tengah mengasah pisaunya di atas sofa depan tv sementara Taeyong tengah membersihkan lensa kameranya. Lucas membawa kembali kameranya yang rupanya berada di apartemen Ten.

"Yoojung-ie dimana?" Tanyanya sembari melempar tubuhnya di sebelah Lucas.

Lucas tak menjawab membuat Mark beralih menatap Taeyong. "Hyung, kau melakukannya lagi?"

"Tidak." Jawab Taeyong malas. "Dia terlalu berharga untuk kucabik tubuhnya." Lanjutnya, tentu menyembunyikan fakta bahwa ia telah meniduri gadis itu.

Mark mengangguk paham. Melirik pintu ruangan 'peti mati' dimana ia yakin Taeyong mengurungnya disana. Meski ia tak tahu apa yang Taeyong perbuat pada Yoojung semalam dan pagi ini, melihat Taeyong tak melukai gadis itu membuatnya sedikit lega.

"Hyung, bukankah sejujurnya kita sepemikiran?" Tanya Mark. Taeyong mendongakkan wajahnya dari kamera di tangannya. "Apa?"

"Gadis itu.." Mark menjeda sejenak. Memiringkan kepalanya dengan seringai aneh.

"Dia tak pernah menunjukkan rasa takutnya bukan?" Timpal Lucas melempar pisaunya ke atas meja. "Bahkan saat kita mengukir tulisan di dadanya dengan pisau. Dia tidak berteriak."

Taeyong terdiam, mengangguk setuju.

"Haruskah kita memancing ketakutannya keluar?" Taeyong menatap Lucas dan Mark bergantian. "Ketakutan akan kematian. Aku ingin melihatnya."

Taeyong sudah pernah melihat rasa takut Yoojung. Namun itu bukan karena kematian atau pisau yang akan melukai tubuh gadis. Rasa sakit dimana ia merenggut keperawanan gadis itu.

Yoojung belum pernah disentuh lelaki manapun. Fakta itu membuat Taeyong senang dan bangga lantaran dirinyalah lelaki pertama yang menyentuh gadis itu.

"Haruskah?" Tanya Mark membuyarkan lamunan Taeyong.

"Tentu saja. Aku juga ingin melihatnya ketakutan setengah mati. Aku tak bisa membunuhnya sampai ia takut akan kematiannya sendiri." Ujar Lucas semangat.

"Apa umpan yang kau pakai?" Mark bertanya lagi.

"Tentu saja gadis itu."

"Yoojung?" Mark masih bingung.

Taeyong menggelengkan kepalanya menjawab pertanyaan Mark. "Hwang Yuri."

Mark memiringkan kepalanya. Siapa? Mainan baru? Namun ia segera menepis kebingungannya. Toh, ia akan paham dengan sendirinya.

"Ayo kita bawa kedua gadis itu. Kim Yoojung dan Hwang Yuri." ajak Lucas dengan mata berkilat semangat. Tangannya sudah menggenggam kembali pisau yang baru saja di asahnya.

Mark dan Taeyong tersenyum dan segera bangkit dari duduknya. Jam menunjukkan pukul setengah enam sore.

Saatnya mereka bermain lagi. Permainan yang mengasyikkan.








To be continued.

APARTMENT 127 [SUDAH TERBIT - PREORDER DIBUKA]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant