Chapter 23

10.5K 1.3K 389
                                    

⚠Warning⚠
NC
.
.
.
.
.



          Yoojung menatap 3 koper dihadapannya. Salah satunya berisi ayahnya. Ia menggigit bagian dalam bibirnya gugup. Bukan karena takut akan mendapat luka pada tubuhnya jika menjawab salah, melainkan ia takut melihat kondisi ayahnya nanti.

Melihat bagaimana Ten babak belur saja sudah cukup membuat Yoojung membayangkan yang tidak-tidak.

"Yang mana?" tanya Mark berjongkok di balik tiga koper menatap Yoojung dengan lekukan di bibirnya.

Baiklah. Ia hanya harus tinggal memilih.

"Dua. Nomor dua." ujarnya berusaha untuk tidak terlihat gugup. Padahal jantungnya serasa ingin meledak. Ia ketakutan setengah mati.

"Oke, dua. Buka kopernya, Mark!" ucap Lucas semangat, masih berdiri di belakang Yoojung membelai gadis itu.

Mari membuka resleting koper. Lantas tak langsung membukanya. "Kau yakin?" godanya pada Yoojung.

"Cepat buka saja, bangsat!" umpat Yoojung mengundang kekehan Taeyong. Mark pun membuka koper yang kemudian membuat perut Yoojung bergejolak. Mual.

"Kau salah, cantik." Taeyong bangkit dari duduknya mendekati Yoojung yang masih terus menatap syok isi koper itu.

Di dalam koper tersebut, ia dapat melihat sepasang bola mata. Yoojung yakin itu pasti milik mayat seorang gadis yang pernah ia lihat di taman saat itu.

Sebenarnya Yoojung ingin saja menutup matanya. Ia jijik sekaligus takut. Namun demi tak terlihat lemah di hadapan tiga pemuda sinting ini, Yoojung menguatkan diri.

Taeyong menunduk di depan Yoojung, menyiapkan pisau lipatnya dan terdenyum manis menatap gadis manisnya. "Tidak akan sakit." bisiknya.

Lantas tangannya bak profesional mulai terulur dan menyayat dada Yoojung. Rasanya gadis itu ingin menangis dan berteriak kesakitan. Pisau itu menyayat dadanya lumayan dalam. Ia bisa merasakan darahnya mengalir.

Hanya beberapa detik, Taeyong selesai akan mahakaryanya. Tersenyum puas dan menjilat darah Yoojung yang membekas di jarinya.

"Lanjut. Yang mana lagi pilihanmu?"

Yoojung menarik nafas. Dadanya masih sakit dan perih. "Satu."

Mark tersenyum dan membuka koper selanjutnya. "Okey, satu."

Sayangnya Yoojung kembali salah. Dan ia harus kembali menahan gejolak dalam perutnya. Isi koper itu adalah potongan kaki yang terpotong dalam sepatunya. Yoojung sedikit bergetar dan Lucas menyadarinya. Ia menunduk dan berbisik. "Menyenangkan, bukan?"

Sinting. Bangsat.

Yoojung mengeraskan rahangnya. Taeyong kembali mengukir sesuatu di dadanya. Darah kembali keluar dan menambah noda di pakaiannya.

"Buka yang terakhir, Mark!" perintah Lucas.

Sesuai perkataan mereka bahwa salah satu dari tiga koper itu berisi ayahnya, Yoojung benar-benar ingin melompat dari kursi begitu melihat ayah pingsan menekuk tubuh di dalam koper. Bajunya sudah kotor oleh darah. Beberapa lebam terdapat di wajahnya.

"Ayah!" Yoojung nyaris menangis.

"Ahh.. Tidak menyenangkan sama sekali." Mark menggerutu. Merampas pisau lipat di tangan Taeyong dan mendekati Yoojung.

"Apa yang mau kau lakukan?!" Yoojung menatap tajam Mark. Mark mempoutkan mulutnya mengerjap tanpa dosa. "Menyempurnakan karya Taeyong. Ini belum sempurna. Diamlah!"

Yoojung kembali menahan sakit dengan menggertakkan giginya kuat. Mark mengukir sesuatu di dadanya. Begitu selesai, ia membersihkan darah Yoojung dengan lidahnya. Menghisap darah itu bak vampir kelaparan.

Lucas mendecak tak senang. Ia mendorong Mark dan ikut melihat sisa darah di dada Yoojung. Lantas ia ikut menjilat darah itu.

Taeyong yang berdiri memperhatikan menenggak ludahnya sendiri. Tidak. Jangan sekarang. Gejolak dalam hatinya harus ia tahan.

Lucas berhenti menjilat dada Yoojung setelah memberikan kiss mark di leher Yoojung.

Mark berjalan mengambil cermin kecil di atas nakas sebelah tv. Menghadapkannya ke arah Yoojung dan menunjukkan kepada gadis itu apa yang telah diukir di dadanya.

Mata Yoojung menatap resah pantulan cermin. Ia dapat melihat dengan jelas ukiran pisau itu yang menuliskan kata 'mine' di dadanya.

Hatinya terasa perih melebihi sakit di luka itu. Yoojung memejamkan matanya mendengarkan tiga pemuda itu tertawa puas menatap ukiran di dadanya.

Ya Tuhan, selamatkan aku!

---

Mark membawa ayah Yoojung ke peti mati tempat Ten berada. Sedangkan Taeyong menggendong Yoojung ala bridal style dan membaringkan gadis itu di atas ranjang. Yoojung tak bisa menggerakkan tubuhnya karena terikat.

Lucas melepaskan ikatan tangan Yoojung dan mengikatnya kembali ke kedua sisi ranjang, sehingga Yoojung dalam posisi telentang.

Mark datang setelahnya dan melihat Taeyong melepas ikatan kaki Yoojung. Jantung Yoojung berdetak tak karuan. Apa yang akan mereka lakukan terhadapnya?

Lucas naik ke atas ranjang, berbaring di samping Yoojung sembari mengusap pipi Yoojung. "Jangan khawatir." bisiknya tepat di telinga Yoojung.

"Apa yang akan kalian lakukan?!" tanya Yoojung marah begitu Taeyong berusaha membuka celana jins yang ia kenakan.

"Semacam tes?" Mark menatap Yoojung dengan senyum miring.

Meski kaki Yoojung terus berusaha menendang namun tenaga Taeyong lebih kuat darinya. Sehingga dengan mudahnya ia melepas celana jins Yoojung.

Mata Yoojung terpejam. Ia malu. Merasa dilecehkan. Tangannya mencengkeram erat seprai.

Ia tak ingin membayangkan apa yang akan tiga pemuda ini lakukan padanya. Namun Taeyong mulai melepas celana dalamnya, membuka pahanya dan membuat Yoojung berteriak memaki. Ia mulai menangis.

Tiga pemuda itu sinting. Ia merasakan sesuatu menyentuh bagian intimnya. Jari seseorang.

Sejurus kemudian terdengar kekehan dan Taeyong melepas pegangan di kaki Yoojung. Buru-buru Yoojung merapatkan kakinya. Mark mengambil selimut dan segera menutup tubuh Yoojung.

Yoojung membuka matanya. "Bangsat!" umpatnya.

Ketiga sinting itu berdiri berjejer dihadapannya. Tersenyum senang.

"Kau tahu.." Taeyong membuka suaranya. "Dari sekian banyak wanita yang kami bawa kesini. Hanya kaulah satu-satunya yang masib perawan. Aku senang." lanjutnya

"Itu artinya, kau lolos tahap kedua sebagai gadis kami." Lucas menambahkan.

"Selamat." Mark tersenyum senang.

Sedangkan Yoojung mendesis tak percaya. Apakah itu suatu hal yang harus diucapkan selamat?

Sinting. Bajingan. Sialan.

"Ah, aku harus pergi. Banyak hal yang harus dibersihkan di rumahku." ujar Lucas kemudian. Taeyong mengangguk.

"Aku juga. Besok aku sekolah." sahut Mark kemudian. Ia dan Lucas bergerak naik ke atas ranjang. Menahan kepala Yoojung agar tak menghindar dan memberikan kecupan di bibir ucapan selamat tinggal.

Lantas bersamaan Lucas dan Mark keluar dari tempat mengerikan ini. Meninggalka Yoojung hanya berdua bersama Taeyong.

Taeyong naik ke atas ranjang. Berbaring dan memeluk Yoojung sedang kepalanya menumpu pada perut ramping Yoojung.

"Akhirnya hanya ada kita berdua.. Hihihi..."

To be continued.

Karena sedari awal cerita ini NC21+ dan mulai chapter ini dan seterusnya bakal banyak adegan dewasa lainnya..

Kalian masih kuat baca?

APARTMENT 127 [SUDAH TERBIT - PREORDER DIBUKA]Where stories live. Discover now