Chapter 15

9.7K 1.4K 243
                                    

[Kau tak akan pernah tahu siapa diriku sebenarnya.]

◾◽◾

         Semenjak Yoojung kembali pulang ke rumah dan tinggal bersama Bibi Baek, ia merasa sedikit aman. Namun bukan benar-benar 100 persen aman. Terkadang ia merasa janggal akan sekitarnya. Rasa seperti seseorang terus mengawasinya bergelut dalam benaknya. Meski ia terus mengatakan pada dirinya sendiri bahwa semua baik-baik saja, pada nyatanya ia tahu ia akan terlibat dalam suatu masalah yang pelik.

Ayah tak kunjung pulang dan ini sudah 3 hari Yoojung pulang ke rumah tanpa bertemu dengan ayah. Karena ia tak dekat dengan ayahnya, ia juga jarang menghubunginya. Rasa canggung menahannya untuk berhubungan dengan ayah.

Setelah kepindahannya ke rumah, memang ia tak lagi mendapat serangan blitz di malam hari. Berangkat sekolah seperti biasa dan tak ada kejadian apapun yang aneh. Mark tetap terus mendekatinya seperti yang selalu pemuda itu lakukan. Seperti ekor Yoojung, mengikuti gadis itu kemanapun ia pergi.

Yoojung tak lagi merasa kesal dengan kehadiran Mark di sekelilingnya. Barangkali ia mulai terbiasa akan kehadiran Mark, bahkan ia mulai menerima susu pemberian Mark.

Tak ada yang aneh. Tak ada lagi serangan. Semua aman.

Aman.

Yoojung mendesah berat. Benarkah semuanya telah aman? Ia tak yakin karena firasatnya mengatakan yang sebaliknya. Perasaan aneh, tak nyaman yang bergumul dalam benaknya.

Benar, Yoojung tetap tak boleh lengah meski ia merasa semua telah baik-baik saja. Setidaknya ia harus melakukan sesuatu sebelum dugaannya tentang judul kisah dari website Astaroth benar-benar terjadi. Maka dari itu ia memulai dari orang pertama yang paling ia curigai.

Ten. Pemuda yang berasal dari thailan yang tempo hari membawa sebuah kotak coklat. Bukan hanya itu yang membuatnya mencurigainya. Bahkan saat hari kecelakaan mama, mengapa pemuda itu mengambil foto mama dan sama sekali tak bergerak mencari bantuan. Juga mengenai isi kameranya yang berupa ribuan fotonya yang diambil secara diam-diam.

Yoojung membolos sekolah untuk yang pertama kalinya hanya untuk menyelidiki Ten. Ayah tak akan tahu ia pergi membolos, toh, ayah sedang berada di luar negri. Membawa tas ranselnya dan menutupi seragam sekolahnya dengan jaket kebesaran berwarna abu-abu, Yoojung bersembunyi, menunggu di balik pohon di sebelah Gedung apartemen Taeil.

Ia hanya bisa berharap pemuda itu belum pergi dari apartemennya. Dan sepertinya Tuhan mengabulkan harapannya. Selang beberapa menit setelah Yoojung datang dan bersembunyi, Ten keluar menenteng tas ransel dan di lehernya menggantung sebuah kamera.

Yoojung mengikuti pemuda itu menaiki bis. Karena wajahnya tertutupi oleh masker, Yoojung berharap Ten tak menyadari keberadaannya.

Pemuda thailan itu turun di pemberhentian Apartemen Sujeong. Yoojung ikut turun dan langsung berpura-pura pergi ke arah kanan. Begitu dirasa pemuda itu berjalan berlainan arah dengannya dan dirasa jarak mereka cukup jauh, Yoojung berbalik dan kembali mengikuti pemuda tersebut.

Ten memasuki gedung Apartemen Sujeong. Yoojung terus mengikutinya dari jarak jauh. Ia mendapati Ten memasuki sebuah apartemen no 303. Ia mencatatnya dalam ingatannya. Ia tak tahu siapa yang tinggal disana, namun Yoojung akan mencari tahu. Lantas gadis itu memilih keluar dari gedung dan duduk di sebuah bangku yang terletak tak jauh dari Gedung apartemen Sujeong.

Sembari menunggu, Yoojung memasang earphone ke telinganya. Musik ballad kesukaannya mengalun dan perlahan membuatnya mengantuk. Tanpa sadar ia telah duduk disana selama satu jam lebih. Yoojung memeriksa jam di handphonenya yang menunjukkan tepat tengah hari.

Ketika kakinya mengetuk-ngetuk jalanan, merasa bosan, t.elinganya mendengar bunyi suara kamera. Buru-buru Yoojung menoleh dan mendapati Ten berdiri tak jauh darinya menghadapkan kamera ke arahnya.

Yoojung langsung berdiri dan berjalan cepat ke arah Ten. Membuka maskernya dan menatap tajam pemuda tersebut.

Kena kau!

"Maaf! Apakah barusan kau mengambil fotoku tanpa seizinku?!" tanyanya tak sabar. Ten menurunkan kameranya dan menatap datar gadis yang terlihat jengkel di hadapannya. "Berikan kameramu!"

Menurut, Ten memberikan kameranya pada Yoojung. Yoojung langsung memeriksa foto apa yang diambil Ten. Namun ia tak menemukan satupun foto dirinya. Tunggu dulu, bukankah dulu saat ia pertama kali memriksa kamera Ten di apartemen pemuda tersebut ia mendapati ribuan foto dirinya?

Namun anehnya, dalam kamera ini hanya menyimpan foto-foto pemandangan. Dan foto yang baru saja diambil adalah foto seekor kucing yang memang sedari tadi ada di bawah kakinya ketika Yoojung duduk.

Yoojung memeriksa model kamera Ten. Modelnya benar-benar yang ia periksa waktu itu, namun Yoojung tak mendapati stiker bintang kecil yang tertempel di kamera tersebut. Ia ingat betul kamera yang dulu ia periksa di apartemen Ten. Kamera tersebut memiliki stiker bintang di sudutnya. Namun pada kamera ini tak ada.

Apakah pemuda itu telah membersihkannya? Atau jangan-jangan Ten memiliki dua kamera?

"Aku..." Ten mengeluarkan suaranya. "Tak tertarik mengambil fotomu." Lanjutnya membuat Yoojung merasa bersalah dan malu. Ia segera mengembalikan kamera tersebut. Ten kembali berkata yang membuat yoojung kikuk seketika. "Kau sedari tadi mengikutiku, bukan?"

"Ya?! Tidak! Aku..." Yoojung merasa menyesal telah berindak gegabah.

"Tak apa. Aku mengerti." Ujar pemuda itu sembari mengalungkan kembali kameranya. Yoojung mengernyit bingung. "Apakah kau masih akan mengikutiku pergi? Aku mau pergi ke cafe dekat sini. Kau bisa ikut aku jika mau."

"Ya? Ah, tak perlu. Eh, tapi, aku tak mengikutimu, tuh!"

Ten tersenyum menatap kegugupan Yoojung. Pemuda yang lebih tinggi dari Yoojung itu secara tiba-tiba mengulurkan tangannya dan mengacak rambut Yoojung. "Tak apa. Ayo, kutraktir kau es krim disana!" ucapnya dan langsung berjalan mendahului Yoojung mmebuat gadis itu menganga.

Apakah ia baru saja menganggapku bocah?

Yoojung tak punya pilihan selain mengikuti Ten. Ia duduk berhadapan dengan pemuda itu dan membiarkan Ten memperlakukannya bak bocah berumur 5 tahun. "Kalau kau ingin menambah es krimnya, katakan saja padaku!"

Yoojung mendesah. Ah, tidak-tidak, bukan ini tujuanku mengikutinya!

Namun meski merasa kesal dianggap bocah seperti itu, Yoojung tetap terus memakan es krimnya dan merasa senang selepas merasakan es krim yang melewati tenggorokannya.

"Tempo hari, malam itu..." Yoojung membuka percakapan. "Kenapa kau mengikutiku?"

Ten terdiam sebentar. Menyeruput cappuchino nya dan tersenyum. "Ah, apakah kau sedang membolos sekolah?" tanyanya mengalihkan topik. Yoojung sadar akan hal itu namun membahas masalah membolos sekolah membuatnya tersedak es krimnya. "Yah.. begitulah.." jawabnya sembari mengelap mulutnya dengan tisu.

"Tunggu dulu! Kau harus menjawab perta.."

"Yoojung-ssi.." Ten memotong ucapan Yoojung. Pemuda itu kini menatapnya dengan serius. Sudut bibirnya membuat lekukan, tersenyum. "Apakah kau pindah apartemen? Aku tak melihatmu lagi di sekitar kompleks apartemen."

Yoojung terdiam. Mengapa ia menanyakannya?

"Tidak. Aku hanya kembali pulang ke rumahku untuk sementara. Memangnya ada apa?"

Ten masih memasang senyumnya. "Ah tidak apa-apa. Tapi, baguslah!"

Yoojung merasa aneh akan perkataan pemuda itu. Ia hendak melontarkan pertanyaan lainnya, namun Ten buru-buru berdiri dan mengemasi barangnya. "Aku harus segera pergi. Ada urusan mendadak. Ah, aku sudah membayarnya, jadi makanlah dengan tenang." Ucap pemuda itu lantas berlalu dengan tergesa-gesa dari Yoojung.

Pemuda itu aneh. Yoojung menatap keluar jendela kepergian pemuda itu. kemana pemuda itu pergi?

Dalam benaknya, ia mulai semakin curiga dengan pemuda tersebut. Sebenarnya siapa kau?



To be continued.

APARTMENT 127 [SUDAH TERBIT - PREORDER DIBUKA]Where stories live. Discover now