Chapter 36

9.5K 1.1K 111
                                    

Menjawab pertanyaan aku sebelumnya tentang berapa hari Yoojung udah kekurung di bawah tanah.. Nah itu bisa dihitung dengan melihat aku cerita kek "esok harinya..." Gitu.. jadi setelah kubaca ulang.. wkwkw ada empat hari dia ke kurung..

Selamat yang jawabannya betul.. wkwkwk.. sori tak ada hadiah.. ku mahasiswa dan harus berhemat.. wkwkwk

◾◽◾

Yoojung terbangun dan mendapati dirinya buta. Bukan. Bukan buta dalam artian yang sebenarnya. Ruangan ini tak memberinya secercah cahaya pun untuk melihat sekeliling. Namun Yoojung dapat mengetahui di mana ia berada dari bau busuk yang terasa familiar dan udara lembab dalam ruangan ini.

Peti mati.

Yoojung bangkit duduk. Pergerakannya membuat tubuhnya terasa nyeri di beberapa bagian. Ia tak sedang diikat membuatnya teringat bahwa Taeyong memukul perutnya dan fakta bahwa pemuda itu tak suka melihatnya terikat. Namun pergelangan kakinya di rantai pada sebuah lemari besi sehingga ia tak dapat bergerak ke manapun sesuka hati.

Umpatan demi umpatan Yoojung luapkan dalam benaknya. Merutuki nasibnya dan resah akan semua hal yang membuatnya tak berdaya. Ia terisak pelan dalam kegelapan, menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

Satu hal yang terlintas dalam benaknya dengan cepat adalah bagaimana kabar Ten setelah ia meninggalkan pemuda itu dengan kaki yang patah. Rasa cemas menyergap dadanya. Bergemuruh menyesakkan membayangkan kemungkinan mengerikan yang terjadi pada Ten. Ten harus bertahan hidup karena pemuda itu satu-satunya harapan terakhirnya.

Bunyi kunci berdenting dan derit pintu terbuka di sertai terobosan cahaya dari luar membuat gadis itu mendongak menatap siluet di hadapannya.

Mark berdiri sejenak menatap Yoojung dalam kegelapan. Pundaknya menggendong sosok lain yang terkulai pingsan. Mereka mendapatkan gadis lain lagi.

"Kudengar kau mencoba kabur?" Suara Mark memecah keheningan. Ia melangkah masuk, meletakkan gadis itu di atas kursi di sudut ruangan dan mengikatnya dengan tali. Suara sepatunya mengetuk lantai menggema dalam ruangan. "Juga, kau menggunakan paluku untuk memukul Taeyong hyung." Pemuda itu terkekeh sejenak sebelum melanjutkan, "aku senang kau memukulnya. Sekali-sekali Taeyong hyung memang perlu dipukul."

Iris Yoojung terus mengamati Mark tanpa ada niatan membalas ucapan pemuda itu.

"Aku senang kau memakai paluku untuk memukulnya. Bagaimana rasanya?" Tanya Mark sembari berjalan mendekati gadis yang terus menatapnya tajam. Ia berjongkok di hadapan Yoojung dan mengangkat dagu gadis itu dengan telunjuknya. Namun dengan kasar Yoojung menepis tangan Mark membuat pemuda itu terkekeh.

Di antara tiga pemuda sinting ini, hanya Mark lah satu-satunya— semenjak pertama kali ia terperangkap dalam ruang bawah tanah ini, yang sama sekali jarang berbincang dengannya.

Ini kali pertama mereka berbincang begitu banyak. Ah, lebih tepatnya ocehan terbanyak Mark semenjak terakhir kali pemuda itu menyeretnya ke kubangan lumpur ini.

"Kupikir kau baik."

Mark mengerjap beberapa kali mendengar suara Yoojung yang bergetar. "Tentu. Aku memang baik. Kau berpikir aku jahat?"

Yoojung mendecih tak percaya omong kosong itu. Siapapun yang melihatnya, semua orang pasti akan mengatakan bahwa Mark adalah sampah, pembunuh, atau bahkan monster—kecuali para psiko sinting seperti Taeyong dan Lucas yang malah akan mengatakan perbuatan mereka sesuatu yang benar.

"Kalau aku jahat, sudah kupastikan kau tak akan hidup lagi sejak kali pertama kau menginjakkan kaki ke markas kami." Lanjut Mark. Sejurus kemudian pemuda itu memalingkan wajahnya menatap gadis lain yang terikat di atas kursi. Ia bangkit dari duduknya sembari meloloskan nafas panjang.

APARTMENT 127 [SUDAH TERBIT - PREORDER DIBUKA]Where stories live. Discover now