Chapter 31

9.9K 1.1K 72
                                    


          Yoojung tersadar keesokan paginya berada di atas ranjang. Tentu dengan tangan terikat. Ia menemukan Lucas tidur di sampingnya. Mark dan Taeyong tak ada disini pagi ini.

Memikirkan kejadian semalam, Yoojung merasa itu seperti mimpi. Namun apa yang dihadapinya itu adalah kenyataan. Jujur, ia bukan gadis yang kuat. Namun keadaan memaksanya berpura-pura untuk kuat.

Yuri sudah pergi begitu cepat. Mereka memang baru bertemu beberapa jam, namun tetap saja terasa berat melihatnya meninggal dengan cara yang kejam meski Yuri hanya orang asing baginya.

Bajingan tengik. Yoojung tak akan memaafkannya. Diliriknya Lucas yang tidur di belakangnya, menjadikan lengan Lucas sebagai bantalnya. Pemuda itu masih memiliki garis wajah yang sama, menjijikkan meski ia tertidur.

Yoojung mengambil kesempatan. Ia tak boleh menyia-nyiakannya melihat musuh dalam keadaan lengah. Dengan gerakan cepat Yoojung bangkit dari tidurnya dan menindih Lucas. Tangannya gesit mencekik leher Lucas.

Lucas begitu terkejut dan sontak membuka matanya menatap obsidian Yoojung yang garang menatapnya. Ia tersenyum miring meski lehernya terasa sakit mencekik. Lucas dapat melihat keinginan Yoojung untuk membunuhnya. Namun, keinginan saja tak cukup untuk menumbuhkan keberanian untuk membunuh Lucas. Lucas dapat melihat bagaimana Yoojung terlihat ragu dengan mengukur kekuatan Yoojung saat mencekiknya.

Gadis ini belum berani.

"Kenapa? Cepat bunuh aku, cantik." Lirih Lucas kesusahan.

Kening Yoojung berkerut, bibirnya bergetar hingga akhirnya ia menangis dan melepaskan cekikannya. Ia tak sanggup membunuh orang meskipun orang itu jahat. Ia belum punya keberanian untuk itu.

Lucas terkekeh, lantas sekali sentakan merubah posisinya menjadi sebaliknya. Yoojung berada di bawahnya dan tangan kekatnya mulai mencekik Lucas. "Kau tak akan bisa membunuhku jika kau tak memiliki keberanian. Niat saja tak akan cukup cantik. Mau kuberitahu caranya?"

Yoojung mengerang. Lehernya begitu sakit dan paru-parunya membutuhkan pasokan oksigen. Cekikan pada lehernya membuat wajahnya memerah. Tangannya berusaha melepas cekikan Lucas.

"Kau harus menghilangkan ketakutanmu itu. Menghilangkan semua rasa kasih sayang dalam dirimu." Ujar Lucas melepaskan cekikannya dari leher Yoojung. Yoojung terbatuk dan menghirup oksigen rakus begitu tangan Lucas terlepas dari lehernya.

"Kau harus bisa berada di urutan paling atas rantai makanan. Dengan begitu kau akan bisa bertahan hidup. Makhluk yang lemah tidak akan bertahan di dunia ini. Oleh karena itu, kau harus menjadi lebih kuat dan menyingkirkan mereka sebelum kau tersingkirkan dan tak diingat oleh siapapun."

Lucas turun dari ranjang, merengganggkan tangannya dan berjalan menuju dapur yang berada dalam satu ruangan dengan kamar. Yoojung memperhatikan dari atas ranjang. Lucas meraih hadphone di atas meja makan melihat sebuah pesan masuk. Ia tersenyum miring.

"Mark dan Taeyong tak akan bisa datang untuk beberapa hari. Kau tahu? Para detektif sialan itu mulai menyelidiki sekolahmu." Lucas terkekeh kecil. "Mereka tak akan pernah menemukan tempat ini. Jangan khawatir. Mereka tak akan menemukan kita."

Yoojung tak tahu bagaimana cara membaca ekspresi wajah Lucas. Mengapa ia begitu tenang bak danau di tengah hutan yang tak terjamah. Ia bahkan tak melihat kecemasan dalam diri Lucas. Para detektif dan polisi sudah mulai menyelidiki sekolahannya, bukankah itu berarti sirine berbahaya untuknya?

Mereka tak akan pernah menemukan tempat ini.

Yoojung heran. Seberapa tersembunyi-nya kah tempat ini sehingga Lucas tak memiliki kekhawatiran yang berarti. Padahal Yoojung nyaris meloloskan nafas lega, namun begitu mendengar dan melihat ekspresi Lucas menyampaikan bahwa para polisi tak akan menemukan mereka, Yoojung semakin khawatir.

Mark dan Taeyong tak akan datang untuk beberapa hari. Ia akan berada dalam ruangan ini bersama Lucas. Padahal diantara tiga pemuda sinting itu, Yoojung rasa Lucas lah yang paling kejam.

Rasa perih di pergelangan tangannya mengingatkannya bahwa tangannya masih terikat dengan tambang kecil dengan sangat kuat hingga melukai kulitnya. Yoojung jadi ingat perkataan Taeyong bahwa Lucas akan marah jika Taeyong membuka ikatan pada tubuhnya. Bisa jadi, itu menunjukkan bahwa Lucas lebih suka melihat korbannya terikat dan tak mampu melakukan apapun.

Dan benar saja seperti apa yang dipikirkannya, Lucas bergerak kembali mendekati Yoojung menarik tangan yang terikat itu ketika Yoojung berusaha membuka ikatannya. Matanya melotot tajam. "Siapa bilang kau boleh melepasnya? Ikut aku!"

Selepas kematian Yuri di depan matanya, dan Lucaslah pelakunya, Yoojung semakin waspada pada pemuda itu. Dia pasti bisa menyakitinya kapan saja.

Pemuda itu mendudukkannya di kursi meja makan dengan kasar, sedang Lucas memposisikan diri duduk di hadapan Yoojung. Yoojung membalas tatapan mengintimidasi Lucas. Pemuda itu pasti berpikir bahwa dia akan takut dan mengalihkan pandangannya. Memang benar ia taku, tapi gejolak emosi di dadanya menahannya.

Sesuatu dirogoh keluar dari celana jins Lucas, kemudian melemparnya dengan kasar ke atas meja. Pisau lipat kecil yang menjadi familiar di mata Yoojung. Pisau yang selalu Lucas gunakan untuk menyayat dan merobek kulit maupun daging kesukaannya.

Yoojung menatap heran mengapa Lucas malah memberinya senjata tajam. Ia menatapnya beberapa detik sebelum akhirnya Lucas berkata dengan nada semangat, "apa yang kau tunggu? Kau ingin membunuhku bukan? Aku sudah mempermudahnya. Ambillah pisau itu, akan kulihat seberapa berani kau membunuhku."

Sinting. Dia pikir Yoojung tak berani melakukannya?

Membunuhnya.

Dengan tangan terikat, Yoojung meraih pisau itu. Membuka ikatan di pergelangan tangannya yang memberikan efek perih pada setiap pergesekan di lukanya.

Membunuh Lucas? Yoojung berpikir ulang. Apakah ia sanggup? Bahkan tangannya tadi bergetar hebat saat mencekik Lucas.

Ayolah Yoojung, kemana keberanianmu?

"Kenapa? Kau tak berani? Mau kubantu?"

Firasat buruk. Yoojung selalu membenci akan firasat yang ia rasakan. Semua firasat buruk itu selalu kenyataan. Lucas terkekeh begitu Yoojung melempar kembali pisau itu ke atas meja, mengambilnya dan mengusap mata pisau tersebut. Matanya tak henti menatap Yoojung.

Sejurus kemudian Lucas bangkit dari duduknya, menarik tangan Yoojung memaksa gadis itu mengikutinya masuk ke ruangan bernama 'peti mati'. Bahkan aroma busuk pun sudah tercium 5 langkah dari pintu tersebut.  Jantung Yoojung berdetak tak karuan, menepis segalan kemungkinan buruk yang akan ia hadapi.

Lucas menyalakan lampu, menampakkan dua sosok mengenaskan di atas kursi. Bahkan sisa bercak darah di lantai pun terlihat telah mengering. Yoojung menatap nanar ayah dan juga Ten yang terlihat kusut tak berdaya.

Kangjoon dan Ten sama-sama menggeram marah menatap kehadiran Lucas menyeret Yoojung kemari. Sekali tarikan Lucas membawa Yoojung dalam pelukannya, ia memeluknya dari belakang sementara pisau di tangannya ia letakkan paksa di genggaman Yoojung.

"Dengar, aku akan membantumu," bisik Lucas. "Akan kutunjukkan seberapa indahnya teriakan kesakitan."

Yoojung bergetar. Tidak. Ia tak paham maksudnya. Membantunya apa?

"Kau mau pilih yang mana?" Bisik Lucas lagi. Yoojung berusaha melepaskan pisau dari genggamannya, namun tangan kekar Lucas menggenggam erat genggaman tangan Yoojung agar terus membawa pisau itu. "Jika kau tak bisa memilih, haruskah aku memilihnya untukmu?"

Sialan.

Lucas memeluknya erat hingga ia susah untuk melepaskan diri. Ia sadar betul ayah dan Ten tak dapat bergerak dari atas kursinya karena kelumpuhan kaki mereka.

"Ayo, cepat pilih!"

Tidak!

"Ah, kau terlalu lama. Kalau begitu, aku pilih dia yang paling tua. Hihihi... Kim Kangjoon, ayahmu. Ayo kita bermain dengannya, Yoojung-a! Akan kuajarkan padamu bagaimana cara membunuh yang menyenangkan."




To be continued.

APARTMENT 127 [SUDAH TERBIT - PREORDER DIBUKA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang