Chapter 12

10.9K 1.6K 336
                                    

[ First, berkat doa kalian, readers tercinta, aku cepet sembuh.. belum 100% memang.. Tapi yah, aku udah cukup kuat buat ngetik lagi.. so, here we go~]






[Apa yang kau ketahui, yang kau lihat. Semuanya adalah caraku menarikmu dalam genggamanku.]

✈✈✈

          Yoojung duduk di ruang tengah dengan tv menyala meskipun ia tak ada niatan sedikitpun untuk menontonnya. Mendengar suara tv lebih baik dari pada membiarkan apartemennya berselimut kesunyian. Akhir-akhir ini semenjak penguntit itu pernah masuk ke dalam apartemennya, Yoojung membenci kesunyian.

Itulah mengapa sekarang ia sering menyalakan musik melalui speaker, atau menyalakan televisi keras-keras.

Jemarinya kini tengah menggenggam handphonenya yang kini di tempelkan pada telinganya. Bunyi nada sambung membuangnya menghela nafas. Ayahnya tak bisa dihubungi. Ia sudah mencoba pulang ke rumah dan ayahnya tak ada di sana.

Kata bibi yang merawat rumahnya, ayahnya sudah pergi keluar negri sejak tiga hari yang lalu.

Yoojung memutuskan sambungan dan beralih menelpon Paman Jae. Ia harus memastikan sesuatu. Dan bertanya pada Paman Jae adalah jalannya. Siapa lagi yang tahu dengan detail korban-korban pembunuhan di Busan?

Selagi telponnya tersambung, matanya menatap lurus layar televisi yang menayangkan sebuah berita yang sama sejak sebulan ini.

Busan.

Gadis-gadis yang menghilang.

Pembunuhan berantai.

Pelaku yang tak diketahui.

"Halo, Yoo?"

"Oh, paman!"

"Ada apa menelponku?"

Yoojung mengigiti kuku jarinya, ragu. "Paman, bolehkah aku bertanya sesuatu?"

"Tentu saja! Apa? Sepertinya penting?"

"Sejauh ini, bukankah di Busan baru 4 korban?"

Terdengar jeda sebentar di seberang. 

"Eoh, ya! Memangnya ada apa?"

"Bisakah paman... mencarikanku sesuatu?"

"Mmm.. ya, apa?"

"Nama baptis. Nama baptis para korban."

Yoojung menutup telpon setelah sedikit basa-basi dengan Paman Jae. Ia tak memberitahukan alasannya meminta Paman Jae mencari tahu nama baptis para korban. Hanya saja, ia merasa aneh dan teringat akan 4 cerita pendek yang di post dalam website bernama Astaroth itu. Semua tokoh mati dengan cara yang sama dengan para korban di Busan.

Namun cerita itu memiliki perasaan yang berbeda. Rasa dimana cerita tersebut lebih detail daripada kasus yang ia dengar dari Paman Jae, atau lebih rinci dari yang Paman Jae ketahui.

Ia meminta Paman Jae mencari nama baptis para korban, lantaran semua nama yang dipakai pemilik website dalam ceritanya seperti nama baptis. Dan nama kelima, Samantha, cerita yang belum diceritakan.

Yoojung menarik kakinya menekuk di atas sofa. Memeluknya erat sementara benaknya dibayangi ketakutan akan banyak hal.

✂✂✂

Seperti malam-malam sebelumnya, tak banyak yang bisa Yoojung lakukan di apartemen. Selepas membersihkan diri tadi ia tiba-tiba merasa lapar. Jika sebelumnya ia lapar Yoojung akan lebih memilih menahannya lantaran malas memasak sesuatu, kali ini ia tak bisa menahannya.

Beruntung biasanya bibi dari rumahnya akan datang ke apartemennya mengirim lauk pauk yang akan disimpan di kulkas. Sehingga, Yoojung tak perlu repot belanja. Kulkasnya akan selalu terisi penuh karena Bibi Baek akan datang seminggu sekali untuk mengisi kulkasnya.

Selepas menghabiskan makannya, Yoojung segera kembali ke dalam kamar. Menutup pintu kamar dan menguncinya. Irisnya langsung mengecek handphonenya dan mendapati sebuah pesan dari nomor asing yang selama sebulan terakhir ini menerornya.

[Ada sesuatu di taman bermain. Mau bermain denganku?]

Yoojung menggigit bibirnya, ia mulai bergetar merinding. Jam menunjukkan pukul 10 malam. Ia ragu akan memilih tinggal dengan aman dalam apartemen atau menuruti rasa penasarannya dan mendekati bahaya di luar sana.

Namun bukan Yoojung namanya jika ia tak menuruti rasa penasarannya. Mengabaikan rasa takutnya, Yoojung meraih hoodie pinknya dan segera membawa taser untuk berjaga-jaga dalam saku hoodienya. Ia mengambil topi di meja dan segera berjalan cepat keluar dari apartemen.

Ajakan tersebut. Yoojung yakin, ia akan mengetahui sesuatu jika pergi ke taman bermain seperti yang diminta si orang tanpa nama itu. Jikapun itu sebuah umpan, Yoojung hanya dapat berdoa dan melawannya dengan taser di tangannya.

'Berbahaya bagi para gadis keluar malam-malam.'

Yoojung paham betul kalimat yang selalu mama atau barangkali mama-mama lain di dunia ini yang diucapkan pada anak gadis mereka. Malam selalu identik dengan gelap. Dan para penjahat dapat dengan leluasa melancarkan aksinya dalam kegelapan. Bukan hanya kegelapan. Kesunyian pun menjadi kata yang tepat untuk teman dari kegelapan.

Para gadis muda pun menjadi incaran paling mudah bagi mereka. Mereka lemah, naif, dan terlalu memiliki banyak rasa penasaran yang menarik mereka dalam bahaya. Mereka mungkin bisa mati karena dipaksa mendekati kematian mereka sendiri, namun tak jarang pulang mereka dengan sukarela mendatangi maut mereka.

Dan seperti itulah Yoojung.

Suasana taman bermain yang gelap terlihat. Yoojung berhenti sebentar sedang tangannya semakin menggenggam erat taser yang di sembunyikan dalam saku hoodienya. Kakinya melanjutkan langkah, bergerak memasuki area taman bermain.

Ayunan yang kosong bergerak kecil diterpa angin, jungkat-jungkit yang kosong dan rapuh, serta perosotan di pusat area yang terlihat mengerikan. Tak ada siapapun disini. Apa yang ingin ditunjukkan si penguntit itu?

Yoojung hendak membalikkan badan meninggalkan taman bermain yang gelap tanpa lampu penerangan ketika irisnya menangkap sebuah sepatu yang tergeletak di tanah sebelah perosotan. Ia memutuskan mendekat, kepalanya melongok ke balik perosotan. Dan saat itulah Yoojung mendapatkan 'hadiah'nya.

"KYAAAAAAAAAA!!!!!" lolosnya sembari menjatuhkan diri di tanah. Sekujur tubuhnya melemas, merinding. Bersamaan dengan itu hidungnya berubah peka. Ia mulai mencium aroma anyir darah dari seorang gadis yang ia lihat tergeletak di balik perosotan dengan wajah yang hancur dan tanpa mata.

Sepersekon detik kemudian ia dapat merasakan seseorang meraih tubuhnya dengan erat membuatnya terkesiap. Namun begitu Yoojung mendongakkan wajah, ia menemukan Taeyong, pemuda berambut merah itu menariknya dalam pelukannya. Menghalau Yoojung untuk tak melihat pemandangan mengerikan itu lagi.

Dalam pelukan Taeyong, Yoojung dapat mendengar pemuda itu menghubungi polisi.

"Kau baik-baik saja?" tanya Taeyong yang duduk berjongkok sembari masih merengkuh Yoojung. Yoojung tak menjawab. Namun tentu saja ia tak baik-baik saja. Siapa yang akan kuat melihat pemandangan merengerikan tersebut.

Taeyong merengkuh erat Yoojung dan mengusap punggung gadis itu yang kini mulai terisak ketakutan. Mata pemuda itu menatap lurus sosok gadis yang telah meninggal tersebut. Tatapan kosong yang tak menyiratkan sedikitpun ketakutan ataupun perasaan apapun sejenis.

Namun garis wajahnya terlihat sedikit ditarik membuat seulas senyum tipis yang kemudian hilang diterpaan angin malam yang dingin. Kembali merengkuh Yoojung dan menghirup dalam-dalam aromanya. Aroma yang akan terus ia ingat bahkan dalam mimpinya.



To be continued.

Jangan cepat menyimpulkan siapa pelakunya okey.. but, ini emang udah mulai terang.. hampir terang untuk tahu siapa si penguntitnya~So, stay tuned for updates, key'?

APARTMENT 127 [SUDAH TERBIT - PREORDER DIBUKA]Where stories live. Discover now