Chapter 10

11.4K 1.6K 275
                                    

[Jangan pernah pergi sendirian, dalam kegelapan. Karena mereka menyukai hal-hal seperti itu.]

◾◽◾

          Deru nafas Yoojung beraturan. Detik jarum jam memecah keheningan malam. Perlahan sebuah tangan menekan lehernya, menggenggamnya kuat dan mulai mencekiknya. Mata Yoojung langsung terbuka sempurna dan membelalak ngeri menatap sosok yang kini tengah mencoba mencekiknya. Sosok dengan hodie hitam dan topeng putih yang menutupi wajahnya.

Rasa sakit semakin menjadi di lehernya. Nafasnya tercekat dan ia berusaha berteriak. Kakinya meronta sedang tangannya berusaha melepaskan cekikan sosok tersebut. Namun ketika ia berusaha berteriak, tak ada satupun suara yang dapat ia keluarkan. Ia mencoba memanggil ayahnya namun sia-sia lantaran suara tersebut seakan tercekat di kerongkongan.

Matanya berair, ia mulai menangis.

Kumohon, seseorang. Tolong aku!

Cekikan itu semakin kuat dan kini disertai sebuah kikikan mengerikan dari sosok bertopeng tersebut. Yoojung ketakutan dan semakin berusaha memberontak. Namun entah mengapa tenaganya seakan terkuras begitu cepat. Ia seakan melemas yang pada akhirnya hanya menangis.

"Hihihi..." cekikikan sosok itu semakin menakutkan. Yoojung semakin sulit bernafas. Wajahnya mulai memerah lantaran pasokan oksigen yang berkurang di otaknya.

"Hihihi..."

Mama.. tolong aku!

Ayah!

"Hihihi..!"

.

.

.

.

.

.

.

.

"Hihihi..."

.

.

.

.

.

.

"Hhhah!" Yoojung menghembuskan nafas keras dibarengi dengan matanya yang terbuka lebar. Keringat membasahi wajahnya. Nafasnya tak beraturan.

Ia mimpi buruk. Benar-benar buruk sehingga membuatnya merasa bahwa mimpi barusan adalah nyata. Suara cekikikan itu, sakit di lehernya. Yoojung bangkit dari tidurnya dengan nafas yang menderu. Ia berusaha mengatur nafasnya kembali dan mengusap keringat di keningnya.

Irisnya menatap jam dinding yang rupanya menunjukkan pukul 5 pagi. Ini pertama kalinya ia bangun sepagi ini. Padahal semalam ia tidur jam 1 lewat. Berkat mimpi buruk itupun akhirnya Yoojung tak dapat kembali tidur.

Langkah kakinya membawanya menuju dapur dan mengambil segelas air minum. Ia meminumnya tandas beberapa tegukan. Kemudian meloloskan nafas panjang sembari mengamati setiap sudut apartemennya. Selepas kejadian semalam, ia semakin was-was akan keadaan sekitar.

Haruskah ia pindah apartemen saja?

Yoojung mendesah resah. Bagus, Kim Yoojung, kau akan membuat ayahmu kesal jika tiba-tiba pindah apartemen. Kau pikir harga apartemen murah?

Yoojung tak tahu apa yang bisa ia lakukan dengan bangun sepagi ini. Jogging adalah pilihan terbaik. Ia jarang sekali berolahraga. Orang rumahan sepertinya memang selalu menghabiskan separuh hidupnya di dalam apartemen selain berangkat ke sekolah. Maka dengan memilih setelah baju olahraga berwarna biru langit, Yoojung memakai sepatunya dan berlari mengelilingi kompleks sekitar gedung apartemennya yang merupakan pemukiman warga.

Yoojung hanya lari satu putaran. Efek tak pernah berolahraga membuatnya cepat lelah. Ia berhenti di sebuah taman bermain yang berada tak jauh dari gedung apartemennya. Ia mendudukkan pantatnya di ayunan dan mulai mengayunkannya pelan sementara sol sepatunya membuat garis tak beraturan di pasir.

Pikiran Yoojung mengelana memikirkan kejadian-kejadian yang ia alami akhir-akhir ini. Ia tak pernah tahu akan dihadapkan dengan situasi mengeikan seperti ini sedang ia tak tahu harus berbuat apa. Dirinya bukanlah tipe gadis terbuka dan lugas sehingga dengan cepat bertindak seperti melaporkan ke polisi dan membuat heboh orang di sekitarnya.

Yoojung tak suka menjadi pusat perhatian, itulah mengapa ia memilih memendamnya sendiri. Ia juga seseorang yang tak ingin berurusan dengan kemarahan ayah. Tipe introvert akut dan benar-benar hanya ingin menyelesaikan masalahnya sendirian.

"Mama..." gumamnya menatap langit seolah sedang memandang mama di atas sana. "aku takut."

---

Yoojung pulang kembali ke apartemen jam 10 malam. Ayahnya mendaftarkan Yoojung ke sebuah les-lesan yang mengharuskannya selepas sekolah harus kembali berangkat les. Melelahkan memang. Namun untuk urusan pendidikannya Yoojung akan menurut pada ayahnya. Jika ia tidak menurut mungkin ayah akan menariknya kembali pulang ke rumah.

Berjalan di jalanan sepi di malam hari membuatnya sedikit takut. Oh, ayolah siapa yang tak takut berjalan sendirian selepas semua teror yang kau alami. Padahal sebelumnya Yoojung tak memiliki sedikitpun ketakutan jika harus pergi kemanapun sendirian.

Ia menggenggam erat tas ranselnya dan mempercepat jalannya untuk sampai ke pintu masuk gedung apartemennya. Ia masih harus melewati dua kelokan lagi dan itu melewati beberapa gang sepi dan buntu. Bahkan pada gang tepat di depan sana lampu penerangan mati.

Yoojung berlari kecil untuk segera melewati tempat tanpa lampu penerangan itu. Mobil-mobil terparkir berjejer di setiap sisi jalan membuatnya sedikit curiga akan banyak hal. Bagaimana jika salah satu mobil adalah milik si penguntit itu dan tiba-tiba membawa paksa dirinya.

Untuk berjaga-jaga Yoojung meraih ponselnya dan bertingkah seolah-olah ia sedang menelpon seseorang. Pada nyatanya ia tak memiliki seorangpun yang bisa ia ajak berbincang di telpon.

Beberapa menit kemudian angin sedikit berhembus kencang menerbangkan anak rambutnya. Yoojung bergidik dingin merapatkan mantelnya. Musim dingin sebentar lagi tiba. Udara semakin dingin mencekam apalagi di malam hari. Saat angin berhembus itulah kemudian Yoojung mulai merasa sesuatu yang ganjal.

Ia dapat merasakan langkah kaki mengikutinya di belakang. Sebelumnya ia tak merasakan seseorang berjalan di belakangnya, namun kini ia mendengar langkah kaki itu dengan jelas.

Yoojung masih menempelkan telpon ke telinganya berpura-pura tengah menelpon seseorang. Ia mencoba berhenti dan tepat ketika ia berhenti langkah kaki di belakangnya juga ikut berhenti. Yoojung menatap pantulan kaca toko yang terlihat samar. Ia dapat melihat seseorang dengan hoodie hitam berdiri tak jauh di belakangnya.

Ya Tuhan!

Melihatnya Yoojung buru-buru mempercepat langkahnya. Jantungnya berpacu cepat sedang tangannya menggenggam erat ponsel di telinganya. Tinggal beberapa langkah lagi ia mencapai gedung apartemennya. Lantas dengan sekuat tenaga akhirnya Yoojung berlari cepat memasuki gedung apartemen. Naik lift dengan jantung yang berdetak tak karuan dan segera masuk ke dalam apartemen.

Langkah kakinya dengan cepat melangkah ke jendela yang mengarah langsung ke jalanan luar. Ia mengintip dari balik tirai dan melihat seorang pemuda dengan hoodie hitam masih berdiri di depan gedung apartemennya.

Itu adalah pemuda yang mengikutinya tadi. Sejurus kemudian pemuda tersebut mendongak menatap lurus ke arah jendela apartemennya. Yoojung buru-buru bersembunyi namun matanya masih mengintip.

Mata Yoojung menyipit. Bukankah itu Ten? Pemuda yang berasal dari thailan itu?

Kenapa pemuda itu mengikutinya?







To be continued.

APARTMENT 127 [SUDAH TERBIT - PREORDER DIBUKA]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora