Kecurigaan Itu Berlanjut

83.5K 5.4K 357
                                    

Papa Alex kira setelah melakukan radioterapi serta mengonsumsi obat-obatan tradisional baik kanker  atau sesak napas itu tidak kambuh lagi. Sebab sudah beberapa bulan terhitung dari melakukan radioterapi keadaan membaik dan Alex tidak merasakan apa pun. Selama itu juga tidak pernah lagi untuk melakukan check up ke dokter yang sudah ditunjuk oleh menantunya, ia berpikir kalau sudah sembuh tidak perlu ada pengobatan yang hanya membuang sebagain uang menantunya. Namun, semua di luar dugaan saat ia mulai membaik, ternyata sesak napas itu kambuh, membuat ia harus berbaring lemah dan menahan napas yang begitu sangat menyiksa.

Ia hanya mampu terpejam, jika hanya bisa hidup sampai hari ini, ia bersiap pergi agar tidak merasa sakit dan merepotkan orang-orang yang mencintainya. Oksigen yang menempel wajahnya membantu Alex menetralkan napas.

“Gimana keadaan Papa?” tanya Abid pada Dimas, ia mengatur napasnya yang tersengal-sengal akibat berlarian sepanjang menuju rumah sakit. Setelah mendapat pesan dari Dimas, ia langsung bergegas ke rumah sakit Rossela.

“Kemungkinan besok harus kemoterapi,” jawab Dimas.

“Kemoterapi?”

“Iya, Mas. Bapak ....”

“Bapak kenapa?” Abid tidak sabar menunggu.

“Saya minta maaf ... sebenarnya Bapak menolak check up.” Dimas menunduk.
“Saya sudah marah sama Bapak kemarin, tapi Bapak malah marah-marah balik sama saya, katanya sudah sembuh,” jelas Dimas.

“Sudah, sudah, kamu tidak perlu merasa bersalah. Terus, bagaimana bisa Papa sesak napas lagi?” tanya Abid. Ia tidak menyalahkan Dimas.

“Bapak merokok, Mas.”

“Kapan?” Abid mencoba menjadikan suasana biasa agar bisa mendapatkan jawaban jelas dari Dimas.

“Jadi, sesudah kalian berkunjung, galeri Bapak ramai, semuanya memesan beberapa lukisan, ada juga mahasiswa yang sedang penelitian. Mereka mengajak Bapak buat makan-makan gitu, Mas. Kayaknya Bapak lupa kalau lagi menjauhi rokok, akhirnya malah merokok sama mereka. Saya tahu pas tadi pagi Bapak bilang mulai nggak enak badan dan benar Bapak sesak napas. Maafkan saya, Mas,” jelas Dimas.

Abid menepuk pundak Dimas, Abid memakluminya. Seorang dokter keluar dari ruangan Papa dan meminta agar Abid bisa ikut ke ruangannya untuk mendengar penjelasan dokter. Abid memasuki ruangan dokter, mempersilakan Abid menunggu sebentar. Sang dokter mencuci tangannya sebelum menjelaskan tentang pemeriksaan yang dilakukannya tadi.

“Bagaimana keadaan Papa?” tanya Abid, saat dokter sudah duduk di depannya.

“Saya sangat menyayangkan tindakan Pak Alex. Ternyata setelah selesai radioterapi, ia tidak mau pengobatan. Sekarang sudah terlambat, seperti yang saya bilang, kanker yang dialami Pak Alex akan berkembang dengan cepat. Kanker itu sudah merusak sebagian tubuh Pak Alex, saya yakin ini terjadi karena dia kembali merokok.”
Dokter terdiam sebentar, menatap Abid dan Dimas bergantian.

“Besok pagi kami akan melakukan kemoterapi, mudah-mudahan kali ini tubuh Pak Alex menerima. Saya tidak bisa menjanjikan apa-apa selain meminta doa kalian ... pasien kanker paru-paru yang sudah memasuki stadium empat seperti Pak Alex harapan hidupnya sangat kecil,tetapi Pak Abid tidak perlu khawatir, itu hanya prediksi medis. Kita serahkan semuanya pada Tuhan.”

“Iya Dok, doa kami selalu mengalir untuk Papa,” jawab Abid.

Abid keluar dari ruangan dokter.

TraveLoveWhere stories live. Discover now