Sudah jam tujuh malam, tetapi belum ada tanda-tanda perempuan itu pulang, Abid masih duduk di sofa. Televisi juga masih menyala sepulang dari rumah Leli Abid membereskan beberapa keperluan untuk penerbangan besok. Sembari menunggu Bearista akhirnya ia memutuskan untuk bersantai. Ia mulai sedikit khawatir karena siang tadi Bea bilang jam empat sore akan pulang, tetapi kenapa hingga sekarang belum juga pulang? Abid sudah menghubungi, tetapi Bearista tidak mengangkatnya, ingin bertanya pada teman Bearista, tetapi tidak ada kontak yang ia tahu. Suara motor dan gerbang membuat Abid spontan berdiri dan berjalan untuk memastikan. Ternyata benar, perempuan itu sudah pulang, Abid bisa bernapas lega sekarang.
“Katanya jam empat pulang?”
“Lembur, ada kerjaan lagi, ini juga kerjaan yang belum beres aku bawa pulang,” jawab Bea. Mereka pun masuk ke rumah. “Kamu sudah makan?” tanya Bea.
“Nunggu kamu, Kita makan sama-sama.”
Bea mengangguk. Setelah ia membersihkan tubuh ia akan memasak untuk makan malam mereka.
***
“Lebih baik tidur duluan, biar besok pagi tidak terlambat,” ujar Bea pada Abid, pria itu terus menolak ketika Bea menyuruhnya untuk berhenti membantu.
Abid tidak menggubris Bea, Abid ingin ketika tidur Bea juga ikut tidur.
“Abid,” panggil Bea. Abid menoleh, tetapi tidak bersuara. “Tidur sana.”
“Nanti.”
Bea geram kenapa suaminya ini, susah sekali berhenti, besok pagi bisa terlambat. Jarak bandara cukup jauh. Bea merebut semua map yang di dekat Abid, lalu ditumpuk menjadi satu, tinggal dua map lagi yang belum diperiksa. Abid harus tidur agar mereka tidak kesiangan. Apalagi ini sudah dini hari.
“Aku ngantuk.” Bea beralasan.
“Ngantuk? Padahal sebentar lagi selesai.” Abid merenggangkan ototnya. Sebenarnya ia juga sudah mengantuk, tetapi demi membantu Bea ia menahannya.
“Kita tidur. Aku tidak mau besok kesiangan.” Bea berdiri terlebih dahulu lalu menarik tangan Abid agar pria itu ikut masuk ke kamar. Abid tahu, sebenarnya Bea belum selesai, tetapi perempuan ini merelakan tidur cepat.
***
Hidup itu tidak selalu sesuai ekspektasi, bahkan saat kita sudah berencana. Begitu pun dengan pagi dari kedua pasangan suami istri ini. Semalam Abid berjanji akan bangun sebelum memasuki waktu subuh, kenyataannya mereka malah terbangun pukul setengah enam pagi, tentu saja itu membuat Abid buru-buru mempersiapkan untuk bekerja hari ini. Padahal rencananya ia akan berangkat jam lima pagi agar terhindar dari macet walaupun jam penerbangan pukul 07:30 pagi. Lebih baik ia menunggu di bandara dari pada harus terlambat.
Bukan hanya itu, sebelum melakukan penerbangan ia juga harus memeriksa kesehatan, untuk memastikan bahwa Abid dalam kondisi bagus. Karena seorang pilot yang sakit atau dalam pengaruh alkohol tidak akan boleh melakukan penerbangan.
“Bea, Bea, bangun!” Abid mengguncang tubuh Bearista agar perempuan itu membantunya. “Bea.” Abid terus menguncang tubuh mungil itu.
Bea yang terganggu akhirnya membuka mata, lalu menatap Abid dengan kesal. Laki-laki ini menganggu sekali.
“Ada apa?” tanya Bea dengan suara serak.
KAMU SEDANG MEMBACA
TraveLove
RomanceMaret, 2018 #2 chicklit #1 rank pilot #12 #14 Bea hampir yakin kalau apa yang dikatakan mamanya benar, berpakaian selalu serba hitam turut membawa kelam dalam hubungan percintaannya. Buktinya, setelah berulang kali dijodohkan, tidak ada yang cocok d...