Surabaya

62.5K 5K 69
                                    

Bandara Internasional Juanda.

“Di mana kamu sekarang?”

“Baru keluar dari bandara.”

“Ha?! Jam segini baru keluar dari bandara? Aduh, Bea ... sebentar lagi tamu kita datang, cepat sedikit. Saya butuh dokumen yang kamu bawa itu.” ucapnya tersungut-sungut.

“Iya, Pak. Ini saya cepat-cepat.”

Bearista mendengus kesal, memang menyebalkan sekali si bos, dikira Jakarta-Surabaya semenit sampai. Wajar saja ia terlambat,  semua serba mendadak.

Pertama kalinya, Bea menginjak Surabaya, yang disebut Kota Pahlawan. Ternyata, Surabaya ramai seperti Jakarta. Bearista menghentikan taksi, lalu ia memberi alamat yang ia tuju pada sopir taksi. Ternyata, tempat yang dituju tidak jauh dari bandara tadi.

“Bea!”

Teriakan seseorang membuat Bea mencari sumber suara. Ternyata Pak Lukas memanggil dirinya.

“Pesawatmu delay?”

“Nggak, Pak. Jam penerbangan Surabaya sembilan pagi.” Bearista menyerahkan dokumen.

Bos mengangguk, sembari memastikan dokumen ini benar yang dicari. “Hari ini saya kasih kebebasan buat keliling Surabaya. Saya cuma butuh dokumennya saja,” ucap Bos

Senang. Bos ini memang paling tahu jika Bearista sedang membutuhkan vitamin piknik.  “Serius, Pak? Wih ... terima kasih, Pak. Sering-sering aja,” ujar Bearista semangat.

“Iya. Tapi gaji bulan depan saya potong buat bayar tiket pesawat kamu pulang-pergi hari ini,”

Bearista membelalak dengan sempurna, ucapan Bos membuat Bea kehilangan separuh nyawa. Menyesal ia menuruti ucapan bosnya. Dasarnya pelit, ya tetap saja pelit!

“Ha? Tapi kan Bapak yang nyuruh saya ke Surabaya.”

“Jangan protes terus! Cuma dua ratus ribu kok, sana nikmati saja liburan kamu.”

“Kalau gitu, lebih baik pulang saja, Pak. Masalahnya kalau potong gaji, bulan depan tidak bisa bayar kontrakan, Pak,” protes Bea.

“Ya itu urusan kamu, Bea. Bukan urusan saya. Yang saya tahu cuma motong gaji kamu.”

Dua ratus ribu akan hilang bulan depan. Bearista benar-benar menyesal. Bosnya ini memang tidak punya hati. Walaupun dua ratus, tetapi sangat berharga untuk Bearista.

“Dipotong lima puluh saja, Pak,” ucap Bearista lagi.

“Pilih dua ratus ribu atau saya potong gaji kamu semuanya?” Nada bicara Bos penuh ancaman.

“Sekalian saja nggak usah dikasih gaji. Bapak jahat banget sama orang kecil. Harusnya suruh Mas Ronald aja ke sini, dia kan banyak duit.” Bearista mendengkus.

“Jangan kebanyakan protes.”

“Ya tapi, nggak gini, Pak.” Bearista mendesah pelan.

“Saya mau rapat, sudah sana, kamu pergi.”

Bearista semakin tidak semangat. Kalau ada pintu ajaib, ia ingin pulang saja sekarang. Percuma juga ia berdebat dengan Bos, akhirnya dua ratus ribu tetap lenyap.

TraveLoveWo Geschichten leben. Entdecke jetzt