Perasaan

64.3K 4.7K 215
                                    

Suara dehaman sopir taksi membuat Bea melepaskan pelukannya. “Maaf, Pak. Mau berangkat jam berapa?” Sebab sopir taksi sudah menunggu cukup lama. Setelah melihat sepasang suami istri sempat melemparkan pendapat kini ia bisa merasa lega, tak berakhir dengan kekerasan justru ia melihat dengan pemandangan yang indah.

"Saya senang lihat kalian, langgeng ya, Pak, Bu. Bapaknya kelihatan sayang banget." Ucap supir taksi itu.

Bea semakin malu. Abid benar-benar tidak tahu tempat. Bagaimana bisa pria mencium pipi di area publik setelah mereka berdebat panjang.

"Maaf ya, Pak, kalau tidak sopan. Kami ada sedikit cekcok." Abid menyahut.

"Dalam rumah tangga wajarlah cekcok, tapi jangan lama-lama. Saya jadi ingat masa-masa seperti kalian, sekarang istri mana mau. Repot ngurus anak apalagi menjelang dewasa. Haduh... Bikin geleng kepala lihat kelakuan anak remaja." Supir taksi itu menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Terpenting peran orang tua tidak lepas Pak." Jawab Bea

"Nggak Bu. Peran orang tua harus ada sampai waktunya anak bisa dipercaya hidup sendiri, tanggung jawab sendiri."

Kata-kata supir itu mengingatkan Bea pada papanya, ia menyenderkan kepalanya di bahu Abid.

"Kenapa?" Tanya Abid pada Bea.

Bea menggeleng. "Kangen Papa..."

"Saya temani kamu ke sana setelah pulang dari sini." Ucap Abid

Bea mengangguk. Abid benar-benar membuat dunia Bea kembali.

Membawa pulang Bearista adalah tujuan utama, cemburu pada bukan tempatnya membuat Abid tidak terarah. Mulai detik ini ia tidak akan menyukai bos Bearista walau pun tahu Lukas tidak bersalah sama sekali.
Entah bentuk perasaan apa yang ada pada dirinya saat berdekatan dengan Bea. Ia gugup, detak jantungnya memompa begitu cepat. Abid selalu ingin melindungi Bearista. Saat ia berjauhan terkadang merasakan sesuatu hilang dalam dirinya.

Abid selalu ingin Bearista di sampingnya. Selalu menjadi orang pertama yang ia lihat ketika bangun tidur. Bahkan Abid sempat berpikir ingin mengajak Bea terbang bersamanya. Bearista sosok yang begitu dewasa dan selalu mengerti Abid. Kenyamanan itu hadir untuk pertama kalinya, seorang perempuan berani menghabiskan makanannya.

Tangan Abid menarik kepala Bea, lalu ia cium puncak kepala istrinya.  Terkadang kita memang harus mencintai seseorang yang selalu ada di samping kita. Masa lalu tidak perlu diingat, cukup mengenangnya saja, yang berada di samping jauh lebih tinggi kedudukannya dibanding masa lalu.

“Saya rindu, tapi kamu malah pergi,” ucap Abid, melepaskan bibirnya dari kening Bearista.

"Ada Pak Supir lho, Mas. Ish!" Bea memukul dada bidang Abid. Bea terkejut saat lagi-lagi Abid mencium puncak kepalanya. Sebenarnya Bea malu karena mereka berada dalam taksi. Ia yakin, pasti sopir taksi melihat apa yang dilakukan Abid. Sopir taksi tersenyum melihat kemesran penumpangnya, ia melihat sang suami begitu mencintai istrinya. Terbukti, si suami rela menjemput sang istri ke Bali.

Abid hanya terkekeh. "Maaf Pak, saya gemes sama istri sendiri."

Supir taksi itu tertawa. "Santai Pak. Ngomong-ngomong kita sudah sampai,” ucap sopir taksi.

TraveLoveWhere stories live. Discover now