Saran Dari Mereka

58.9K 4.7K 98
                                    

Bea sibuk sebelum cutinya, menyebalkan tapi harus segera ia selesaikan. Bos seperti sengaja memberikan banyak pekerjaan dengan tujuan yang tidak jelas. Bea ingat tepat hari ini Abid berjanji akan menemui Alex.

Akhirnya penderitaan hari ini berakhir sudah. Bearista membereskan meja, lalu memasukkan barang-barang ke tas. Akhirnya Bea berpisah juga dari kertas dan bolpoin yang menyiksanya beberapa jam lalu.

“Nay.” tanpa basa-basi Bea memberikan kunci motor pada Nayla.

“Aku lagi?”

Bea mengangguk. “Aku capek, Nay. Please, kamu cantik deh.” Bearista mengerjap, meminta welas asih sahabatnya.

“Iya deh, iya. Ayo cepat pulang.”

Mereka pun berpamitan dengan karyawan lain, lalu meninggalkan kantor. Tidak langsung pulang, Bea meminta Nayla mampir ke kafe untuk menikmati kopi sebentar. Memilih meja di dekat jendela yang menjadi tempat favorit mereka ketika nongkrong berdua.

“Terima perjodohan itu?” tanya Nayla.

Nayla begitu terkejut dengan cerita Bea beberapa hari lalu. Namun, ia kembali senang, saat tahu ternyata pria yang dijodohkan dengan Bea seorang pilot pemilik seragam waktu itu. Berarti ucapan Nayla memang benar, ini memang terkesan mustahil. Namun, saat takdir sudah berkehendak kita tidak bisa melawan.

Nayla melempar gulungan tisu ke arah Bea. Sahabatnya ini jika diberitahu tidak pernah dianggap serius. “Ingat ya, kalau sudah nikah jangan sering jalan-jalan. Kasihan suami.”

“Biarin aja. Dianya juga pasti sibuk sama kerjaan,” jawab Bea

“Jadi istri yang baik. Lumayan dapat pilot, bisa mengangkat derajat sebagai perempuan.” Nayla terkekeh

“Nggak bangga, biasa aja,” sahut Bea. Ia mengambil kopi, lalu meminumnya. Di sana tertulis sebuah nama. Bea memperhatikan setiap hurufnya.

“Mama bikin namaku susah, payah. Eh, karyawan di sini enak banget ganti-ganti namaku. Masa namaku jadi Barista,” gerutu Bea.

Nayla tak bisa menahan tawanya. “Sabar, Bu ... sabar, risiko nama susah.”

“Untung, kesabaran nggak pernah habis.” Bea mendramatisir keadaan.

“Be?” Bea hanya menyahut dengan dehaman. Mulutnya dipenuhi kopi yang baru saja ia minum. “Pulang yuk.”

“Tumben cepat?”

“Capek. Kerjaan banyak, mau cepat pulang, terus tidur,” jawab Nayla.

“Tidur melulu yang dipikirin, pikirin kapan nikah dong,” ucap Bea. Ia berdiri, lalu meninggalkan Nayla begitu saja.

Ternyata begini rasanya ditanya soal nikah, menyebabkan gelisah pada hati dan tubuhnya. Andai saja jodoh itu mudah ditemui, mungkin Nayla menikah sejak dulu. Meski ia sedang dekat dengan seseorang, tetapi itu tidak bisa menjamin.

***

“Loh, Papa Bram?” Bearista terkejut mengetahui papa tirinya berkunjung ke kontrakan. “Nunggu lama ya, Pa?” Ia membuka gerbang membiarkan Papa Bram masuk dahulu.

TraveLoveWhere stories live. Discover now