Tak Secanggung Saat Itu

65.4K 5.1K 151
                                    

Mereka memilih tempat untuk makan siang tidak jauh dari kantornya. Akhirnya Bea pasrah saat Abid menarik tangannya.

"Kamu kenapa sampai melewatkan makan siang?" tanya Abid.

"Lagi tidak mood. Hari ini semuanya bikin aku marah, termasuk kamu." Nada bicaranya masih ketus.

"Saya? Kan, tadi sudah minta maaf," ucap Abid, memutar bola mata malas.

"Ya tetap saja, aku belum memaafkan. Pergi ke galeri Papa tidak bilang," gerutu Bea, ia bersedekap dada membuang muka dari wajah Abid.

"Kalau kita libur, ke sana bareng, ya." Pria itu masih berusaha membujuk istrinya.

Makanan yang mereka pesan pun datang. Abid sengaja memesan banyak makanan agar Bea kenyang. Saat ada makanan, Bea mengambil piring dengan cepat. Ia ingin menyendok, tetapi Abid menahannya.

"Tanganmu kotor, cuci dulu!" Bea pun merengut, ia sudah lapar sekali.

"Tangan kamu kenapa kotor semua?" tanya Abid saat melihat tangan Bearista banyak bekas tinta.

"Habis menulis bukti kas keluar," jawab Bea setelah mencuci tangannya. Ia segera meneguk teh hangat.

"Saya nggak paham."

"Ya itu, jadi pengeluaran pabrik kan, harus ditulis buat masuk ke kas," jelas Bea. Abid mulai paham, wajar Abid tidak paham tentang hal seperti itu. Ia hanya tahu tentang penerbangan.

"Ya sudah, kamu makan yang banyak biar cepat besar," kata Abid sambil mengelus puncak kepala Bea seperti memperlakukan anak kecil.
Kalau saja dia tidak lapar, sudah Bea balas Abid.

Katanya Bea sudah makan, tetapi mengapa semua makanan yang disajikan habis dimakan, lapar atau kelaparan? Abid menggeleng tidak percaya begitu melihat Bea lahap sekali. Makanan Abid baru ia habiskan separuh, memandang Bea makan membuat Abid kenyang. Abid tidak henti memandang Bea yang fokus memasukan makanan ke mulut.

"Dimakan Abid, jangan lihat aku terus." Bea mendongak. Ia tidak enak karena Abid memandanginya.

Abid mengalihkan matanya sebentar, lalu menatap Bea kembali. "Tidak ada yang melihatmu," sahut Abid.

"Kamu tidak makan?" tanya Bea mengalihkan pembicaraan. Ia melihat piring Abid masih ada sisa makanan.

"Kenyang," jawab Abid. Bea berdiri, lalu mengambil piring Abid. Namun, Abid menahannya.

"Biar aku saja yang habisin," kata Bea sebelum Abid bertanya.

"Tidak usah dimakan!"

Bea melepaskan tangan Abid dari piring itu.

"Aku tidak bisa lihat makanan sisa, untuk beli ini semua perlu uang. Jangan biasakan buang-buang uang. Lagian, aku yakin kamu nggak penyakitan," jelas Bea.

Abid terdiam. Ia tidak bisa berkata lagi. Untuk pertama kalinya dalam hidup Abid ada perempuan dengan pemikiran seperti ini, bahkan ia rela menghabiskan makanan bekas Abid. Bersama Gealina, ia tidak pernah diperlakukan seperti ini, yang dikatakan Bearista memang benar, kita perlu kerja keras untuk mendapatkan uang. Bahkan masih banyak di luar sana yang kesusahan untuk mencari makan.

TraveLoveWhere stories live. Discover now