Tentang Mereka

61.1K 5K 175
                                    

Bea kira Abid akan langsung membawanya ke rumah baru, ternyata tidak. Abid membawa Bea ke jembatan, yang Bea ingat jembatan ini kali pertama mereka bertemu. Abid turun, meninggalkan Bea dalam mobil. Karena penasaran, Bea akhirnya turun dan mengejar Abid. Bea hanya ingin memastikan ada apa dengan pria ini, karena seketika sifatnya berubah. Bea mendekati Abid yang sedang duduk di pinggiran jembatan.

Menurut Bea, jembatan ini memang bagus dan pas untuk menyegarkan pikiran. Bea duduk di sebelah Abid yang sedang diam menatap ke depan. Raut wajah ramahnya berubah wajah menahan amarah.

“Kamu tidak apa-apa?” tanya Bea.  Abid menoleh, lalu menggeleng. “Kalau ada apa-apa, aku bisa kok jadi teman curhatmu. Jangan dipendam sendiri. Terkadang kita juga perlu teman untuk berbagi.”

“Tidak ada yang perlu dibicarakan.”

“Aku tahu kamu sedang marah,” balas Bea cepat.

“Tidak.”

“Jangan mengelak. Aku janji akan menjadi pendengar yang baik.” Bea berkeras,  penasaran kenapa Abid marah.

Entah Abid sadar atau tidak, Abid mengambil tangan Bea untuk digenggam dan diletakan di atas pahanya.

“Apa yang kamu rasakan ketika ada seseorang yang berani membakar barang yang sangat berharga untukmu?”

Bea mendadak gugup, ingin melepaskan tangannya dari Abid, tetapi Abid menggengam dengan erat. “Yang pasti akan kecewa dengan orang yang membakarnya,” jawab Bea.

“Berarti kita sama. Hari ini saya kecewa dengan Mama,” ucap Abid. Barangkali dengan bercerita pada Bea, kekecewaan Abid menghilang.

“Ada apa?” tanya Bea. Pantas saja Abid tadi menarik tangan Bea sedikit kasar, ia benar marah.

“Dia membakar semua barang pemberian dari ... bisa dibilang masa lalu saya,” kata Abid.

“Masa lalu? Mantan pacar?”

“Calon istri lebih tepatnya,” jawab Abid.

Bea menatap Abid. Ia sedikit tertarik dengan obrolan ini. “Terus?”

“Nabrak,” sahut Abid. Bea memukul pundak Abid dengan tangan satunya. Ini obrolan serius, kenapa malah jadi bercanda

“Serius dong.” balas Bea.

“Oke, saya serius, tapi tidak apa-apa cerita masa lalu saya?” tanya Abid memastikan.

“Biasa saja. Justru itu akan membantu aku tahu alasan kamu menerima perjodohan ini,” jawab Bea.

Abid tersenyum, ternyata Bea tidak seperti yang ia bayangkan. “Mulai?” tanya Abid. Bea mengangguk dengan semangat. “Jadi, dia meninggalkan sku untuk selamanya,” ucap Abid dengan cepat, bahkan Bea sama sekali belum tahu apa yang Abid katakan tadi.

“Terlalu cepat, aku belum dengar apa pun,” kata Bea.

“Telingamu bermasalah.”

“Ih, nggak. Kamu saja bicara seperti kereta,” sahut Bea jadi kesal, katanya mau serius, kenapa masih bercanda?

“Saya bisikin saja.” Abid menarik Bea, lalu kedua tangan Abid menutup mulut ke arah samping.

TraveLoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang