That Day

559 43 0
                                    

   Sore itu Donita mengajak Hanna pergi ke Myeongdong untuk menikmati jajanan sejenis bakso ikan yang biasa disebut odeng atau eomuk guk oleh orang Korea. Kalau bakso ikan hanya memiliki bentuk gepeng dan bulat saja sedangkan odeng memiliki banyak bentuk, dari yang berbentuk seperti sosis sampai yang pipih dan ditusuk seperti sate usus pada bubur ayam khas Indonesia. Di musim dingin ini menyantap odeng bisa membuat tubuh terasa hangat karena odeng disajikan dengan kuah kaldu rebung atau bisa juga di tambah kepiting dalam rebusan kuah untuk menambah rasa.

   Misi berikutnya adalah membuat Hanna senang dan melupakan sedikt kesedihannya, Donita merasa Hanna menjadi pendiam semenjak permasalahan Lee Min Ho mencuat, bahkan sekarang Hanna lebih suka menenggelamkan diri dalam tugas dan pekerjaannya lalu kadang Donita memergoki Hanna yang sedang menangis tersedu sendiri.

   "Kamu yang sabar ya, Han. Semua pasti ada hikmahnya, kamu harus kuat." Kala itu ucap Donita kepada Hanna yang sedang menangis. Donita memeluknya berusaha menenangkannya namun alhasil Donita ikut menangis bersama Hanna.

   Mata Hanna sibuk melihat semua pedagang yang ada di Myeongdong dan hanya ada dua yang menarik perhatiannya saat ini, tteokpokki dan odeng. Asap yang mengepul di pinggiran jalan sepanjang jalan di Myeongdong mengantarkan aroma odeng dan tteokpokki yang menggoda perut yang mulai lapar.

   Hanna kemudian menunjuk kedai tteokpokki dan odeng di pojok kanan jalan, seorang wanita cantik tengah baya sedang sibuk menjajakan dagangannya kepada pelanggan yang ramai berkerumun di depan gerobaknya.

   "Di sana aja yuk, Ta. Sepertinya enak. Ibu itu yang paling ramai diserbu pelanggan." Tunjuk Hanna pada Donita sambil merapatkan jaketnya lalu jalan beriringan dengan langkah cepat lalu kemudian mengambil antrian.

   "오뎅이인분 주세요... (Odeng i inbun juseyo), tolong odengnya dua porsi..." ucap Hanna yang juga memesankan untuk Donita. Dengan sigap sang Ibu mulai meracikan odeng sesuai dengan pesanan Hanna, setelah menerima mangkuk kertas berisi odeng sup mereka membayar sepuluh ribu won untuk dua porsi odeng lalu duduk di pojok kedai tersebut, kepulan asap odeng sup yang hangat segera saja menyeruak dari mangkuk kertas tersebut.

   Hanna dan Donita menikmati odeng dengan lahap, sesekali menyeruput kuah sup yang hangat membuat tubuh mereka juga merasa lebih baik, tidak lagi merasa dingin seperti sebelumnya. Mereka menikmati sore di musim gugur yang indah dengan semangkuk odeng sup hangat, tak hentinya mereka bercerita tentang kelucuan dan kelalaian mereka di tempat kerja serta di kampus. Dari mulai bos sampai dosen mereka bahas, paling tidak dengan begini Hanna dapat rileks sedikit, tawanya yang renyah kini kembali terdengar walau tak sesering dulu, senyum manisnya juga sudah bertengger di wajah mungilnya walau tidak semanis dulu, namun paling tidak, yah paling tidak dia sudah terlihat gembira dan berbaur dengan lingkungan sekitar juga dirinya. Donita tidak hentinya mengucap Hamdalah di dalam hati.

   Setelah menikmati odeng sup sambil bercerita, mereka memutuskan untuk berjalan – jalan di taman maple sehingga mereka bisa menikmati pemandangan daun -daun maple dengan tone warna yang sangat indah diiringi dengan obrolan ringan seperti sebelumnya.

   "Masyaallah, pemandangannya bagus banget ya, Han." Seru Donita penuh kegaguman pada ciptaan Allah SWT yang ada di hadapannya kepada Hanna yang juga sedang menikmati pemandangan di sekelilingnya.

   "Iya, Ta... Masyaallah, Allah sungguh luar biasa ya, Ta." Jawabnya diiringi senyum takjub dan kagum lalu diikuti oleh anggukan mantap dari Donita. Setelah hari beranjak magrib, mereka kembali pergi ke Mesjid Central Seoul untuk menunaikan shalat magribnya di sana.

   Seusai menunaikan shalat magrib, Hanna buru–buru mengecek ponselnya yang tidak berhenti bergetar saat dia masih shalat tadi. Dia melihat nomor telpon yang sepertinya aneh, apakah ini Min Ho? tanyanya dalam hati. Dengan rasa penasarannya, Hanna menelpon ke nomor tersebut.

Annyeonghaseyo, Korea! [TAMAT]Where stories live. Discover now