Sweet Jakarta

544 56 0
                                    

   Sudah hampir tiga minggu Hanna di Jakarta, dia banyak menemui kerabat, saudara dan tema–teman yang terbilang dekat dengannya dan juga Donita, mereka menghabiskan waktu untuk temu kangen dan bertukar cerita. Sesekali juga, mereka menyinggung tentang Abhi, namun Hanna hanya diam, tidak banyak komentar keluar dari bibir mungilnya.

   Mereka bercerita tentang ketika tidak sengaja bertemu Abhi, sepertinya Abhi sangat bahagia kini dengan keluarga kecilnya, kali ini Hanna dan Donita secara berbarengan dengan ucapan syukur.

   "Alhamdulillaaah.."

   "Iiiiihhh.. kalian kompak banget sih..." teman–temanya heboh lalu tertawa.

   Hanna hanya senyum simpul diikuti kerlingan genit Donita menambah riuh suasana temu kangen mereka.

   "Kamu nggak mau meneruskan S2 kamu di sini aja, Han?" salah seorang temannya bertanya dengan nada serius disela–sela makannya.

   "Hmm... sebenernya mau sih, Cuma sayang aja kalo harus pindah–pindah. Lagi pula disana sudah tanggung. Aku rasa aku akan menyelesaikan di sana aja."

   "Bukan karena Abhi kan, tapi?"

   Pertanyaan itu, jika saja pertanyaan itu datang setahun yang lalu mungkin saja dia akan merasa tertohok dan sakit, namun kini pertanyaan itu sudah terasa ringan walau masih menyisakan kekagetan dihatinya. Donita melirik kearahnya seakan memastikan bahwa Hanna baik–baik saja dengan itu.

   "Ya bukanlah, kan aku sudah move on..." jawabnya dengan nada riang diikuti dengan senyum yang mengembang membuat suasana kembali riuh tidak terkecuali Donita.

   Selesai temu kangen dengan teman–teman, Hanna mengajak Donita mampir ke toko buku yang terletak juga di mal itu.

   "Aku ingin mencari buku novel dulu, Ta. Sudah kangen ingin baca novel karya anak bangsa yang keren-keren itu ceritanya."

   Donita juga ingin mencari beberapa buku novel dari pengarang kesayangannya kini.

   "Puas–puasin ya, Han... " katanya sambil diiringi cengiran lebar yang menampilkan gigi putih berderet rapi.

   Hanna sengaja mengelilingi toko buku favoritnya sejak dia kecil dulu sebelum mencari apa yang dia perlukan, tiba–tiba langkahnya terhenti di jajaran buku para idol dari Korea. Mata Hanna segera tertumbuk pada sosok itu, sosok yang dikenal dunia sebagai artis papan atasnya Korea Selatan, sosok yang bagi hampir setiap orang terlalu tinggi untuk diraih, namun sosok itu begitu dekat dengannya. Dekat dengan hatinya, bahkan dia tahu bahwa sosok itu memiliki tingkah yang kekanakan yang mengundang rasa lucu. Ahh, Hanna merindukan sosok jangkung dengan senyum manis itu, Hanna merindukan pesan singkatnya yang paling–paling hanya menanyakan sedang apa dia yang bahkan sering tidak dibalasnya. Ingin rasanya Hanna menangis, namun dia menahan agar air mata itu tidak jatuh. Untuk apa dia begini padahal dia tahu bahwa ini hanya angan–angan saja.

   "Kamu kangen ya, sama Min Ho." Kalimat Donita menyentak Hanna, dengan senyum kecut Hanna menjawab kalau dia tidak kangen dengan Min Ho.

   Namun, Donita tahu bahwa sahabatnya berbohong. Setelah sampai di kasir keduanya membayar apa yang mereka beli, lalu memutuskan untuk sholat Ashar dulu baru kemudian pulang.

   "Eh, Han.. gimana kalo akhir minggu ini kita jalan–jalan ke Bandung? Pasti seru.."

     Dengan semangat Hanna mengagukan kepalanya, mumpung pulang kampung batinnya.

   Sesampainya Hanna dirumah, Hanna agak heran karena melihat pintu depan ruang tamunya terbuka lebar dan melihat papa dan mama nampak senyum–senyum tapi dengan siapa? Ah, mungkin kolega mereka pikir Hanna kemudian.

   "Assalamualaikum, Ma.. Pa.. Hanna pulang.." suaranya disambut oleh jawaban mama dan papa yang memakai bahasa Inggris tidak seperti biasanya. Rupanya hari ini ada tamu spesial pikirnya lagi.

   "Walaikumsalam, Nak... hurry come in.."

   "Yes, Ma..." jawab Hanna kemudian.

   Hanna sungguh sangat terkejut mendapati tamu pria yang sedang duduk dengan mengenakan kemeja putih body fit dan celana bahan panjang hitam semata kaki serta sepatu flat yang terbilang santai itu menyapanya.

    "Hi, Hanna yaa.." sapanya terbata dan gugup.

   Jantung Hanna seakan melompat keluar antara bahagia dan takut juga kaget yang luar biasa. Bagaimana bisa? Bagaimana dia senekat itu pikir Hanna.

    "Hi... Mi.. Min Ho Ssi." Sapa Hanna dengan gugup.

   Mama dan papa yang melihat pemandangan itu merasa lucu dan mengerti apa yang sebenarnya terjadi kini. Paling tidak lelaki ini yang mama katakan sebagai artis terkenal telah memperkenalkan diri sebagai teman putrinya dengan cara yang sangat sopan bahkan lebih santun ketimbang Abhi, namun papa yakin bukan sekedar teman biasa bila lelaki ini sanggup menempuh ribuan kilometer hanya untuk bertemu teman biasa. Pastilah cinta yang menggerakan itu semua. Tapi, kenapa putrinya tidak pernah menyinggung lelaki ini ketika mereka ber-video call? Ini pasti karena persoalan mendasar yang dijunjung tinggi putrinya.

   Papa dan Mama tersenyum dan menyuruh Hanna bersih–bersih dulu sebelum ikut bergabung dengan mereka. Hanna menurut dan segera bergegas ke dalam. Mata Min Ho mengekori bayangan Hanna hingga hilang kedalam.[]

Annyeonghaseyo, Korea! [TAMAT]Where stories live. Discover now