Who's Him?

85 9 0
                                    


[Jack]

Saat ini aku berada di rumah Hana. Supaya polisi dapat menjalankan penyelidikannya dengan mudah di kediamanku.

Rencananya setelah bersiap-siap, aku segera ke sana. Mengecek bagaimana kemajuan dari investigasi polisi.

Setidaknya aku dapat mengistirahatkan mataku walau hanya tidur beralaskan sofa ruang tengah rumah Hana.

"Jack, come on! Let's get some breakfast!" Panggilan Hana dari arah dapurnya memecah keheningan.

"Wait a minute!" Teriakku dari dalam kamar mandi.

Langsung mengelap rambutku yang masih basah dengan handuk.

Menatap wajahku yang masih saja suram di depan cermin, merapikan kerah kaus dongker yang kukenakan.

Kusibak lengan bajuku ke atas, masih tampak jelas jahitan yang masih memerah.

Plester yang kupegang langsung kurekatkan di jahitan itu. Aku tak mau memakai perban lagi, sangat ribet.

Tak begitu kupedulikan rasa sakit yang masih berdenyut di bekas peluru itu.

Menolak berlama-lama, aku sudahi kegiatan lalu keluar dari sana.

Aku melangkah menuju dapur sambil mengecek ponsel. Ternyata sudah kuduga, banyak sekali pesan dan panggilan tak terjawab dari mereka yang mengaku keluargaku.

Mereka menanyai berbagai macam hal tentang peristiwa semalam.

Sebenarnya aku sudah menekankan pada kepolisian maupun rumah sakit agar tidak menyebar kabar itu ke khalayak.

Sial. Usahaku sia-sia. Kabar itu telah terdengar di mana-mana.

Dan saat ini juga ucapan "belasungkawa" itu membanjiri ponselku.

Cih!

Apa mereka mengatakan kalimat itu dari hati mereka yang sesungguhnya?

"Sejak kapan kau ada di sini?" Kubuyarkan pikiran tak penting itu saat melihat pria ini melahap nasi gorengnya.

Segera kududuk di kursi,"Baru saja." Jawab Skandar tetap fokus ke makanannya.

"Kau sudah minum obat kan Jack?" Tanya Hana yang duduk di sampingku sambil menyendok sesuap oatmeal ke mulut kecilnya.

"Tenang saja," kubalas singkat.

"Ayolah cepat makan nasimu! Apa kau mau disuapi?" Menoleh ke arahku saat Hana membawa piringnya yang sudah kosong.

"Boleh kalau kau mau. Silahkan saja!"
Balasku menantangnya dengan sebelah alis menukik.

"Oke, tapi tunggu dulu sampai tanganmu itu benar-benar tak berfungsi lagi." Balasnya langsung tertawa.

"Hey. Lucu?!" Tanyaku tak terima.

"Come on Jack! Jangan seperti bocah!" Jawab wanita rambut pendek ini bangkit dari duduknya dengan tawa remeh.

Aku tak begitu menghiraukannya lagi, ada tugas yang lebih penting untuk kulakukan setelah ini.

"Aku ke studio dulu guys. Ada yang harus kuurus. Kakakku sedang mengerjakan suatu project. Ia membutuhkan bantuan ku. Mungkin nanti siang aku ke sini lagi jika sudah selesai." Ucapnya berpamitan.

Alex yang beruntung. Masih memiliki saudara yang mengharapkan bantuannya.

Sedangkan aku.

Ah. Sudahlah.

Black RoseWhere stories live. Discover now