Familiar Place

20 4 0
                                    

[Jack]

"Sial!"

"Are we crazy?!!"

"Tidak mungkin!"

"Huh! Bisa kau bayangkan?!"

"Tempat apa ini?!"

"Bisa-bisanya kita berpindah tempat?!"

"Ooh... Aku tahu. Apa kita sekarang punya kekuatan untuk berteleportasi??"

"Hahaaha, lucu sekali!"

Ocehan Alex tak henti-hentinya berdengung di telingaku.

Shit!!

Yang benar saja!

Lagi?!

Apa sebenarnya taktik permainan orang ini?

Aku yakin seyakin-yakinnya dia pasti ada kaitannya dengan kejadian sial itu.

Masih belum puas ya?

Saat ini nalarku masih belum bisa menerima kejadian aneh ini. Kucoba redam sekuat mungkin agar kepanikan tidak semakin menguat di diriku.

Sesegera mungkin kuenyahkan pikiran-pikiran itu yang mulai mengisi kepalaku.

"Come on."

Aku langsung berdiri setelah sebelumnya terbangun dalam posisi berbaring, sama halnya dengan Alex.

Rasanya badanku remuk.

Seperti baru saja dihempaskan dari ketinggian. Awalnya kukira kakiku patah, tapi setelah beberapa detik menunggu untungnya masih bisa kugerakkan.

Namun belum beberapa detik berlalu, pikiran itu akhirnya berhasil menembus ke kepalaku.

Damn.

Dijebak?

Tidak mungkin. Tidak mungkin aku semudah ini masuk ke perangkap musuhku.

Musuhku?

Lagipula siapa yang berani menjadikan diri mereka musuhku?

Apa yang diinginkannya dariku?

Harta?

Jabatan?

Cih.

Selama ini aku tidak pernah mencari masalah dengan siapapun. Aku selalu melaksanakan pekerjaan sebagaimana mestinya. Tanpa menjadi orang pertama yang memulai pertarungan ataupun memantik api permasalahan.

Tidak ada gunanya melakukan hal yang membuang-buang waktuku saja, yang sama sekali tidak pantas untuk kuurus. Bukannya untung yang kuperoleh, malah rugi yang kudapat jika salah-salah dalam melakukan bisnis ini.

Sejak beberapa tahun ke belakang disaat keluargaku baru saja tewas, banyak sekali pertikaian yang terjadi untuk merebut posisi bisnis yang dipegang orang tuaku. Begitu banyak alasan bodoh yang mereka luncurkan dari mulut rakus mereka. Awalnya mereka pikir aku akan terperdaya, karena tentu saja selama orang tuaku hidup aku tidak menonjolkan diri bahkan jarang sekali terlibat dalam urusan bisnis.

Sebelumnya, fokusku hanya tertuju pada kehidupan kuliah di bidang seni terutama seni lukis. Tentu saja aku melakukannya dengan sepenuh hati, tanpa sedikitpun keraguan. Dengan melukis, aku dapat menumpahkan berbagai macam isi hatiku.

Namun di suatu hari yang sial setelah dua minggu kematian mereka, tangan kanan ayahku memberi amplop yang berisi perintahnya yang selama ini tidak pernah dikatakannya padaku.

Mataku memanas saat membaca suratnya, begitu juga hatiku.

Hal ini membuatku tidak habis pikir.

Mengapa ia tidak mengatakan langsung saja padaku. Kenapa harus melalui surat.

Black RoseOù les histoires vivent. Découvrez maintenant