Just Hold On

30 1 0
                                    

TW: violence and harsh words

Sehelai kelopak mawar kembali menggugurkan dirinya. Jatuh menuju bara api yang baru saja dinyalakan oleh seorang pria. Kobaran api yang mulanya berwarna merah menyala, kini perlahan merubah warnanya menjadi  warna yang serupa dengan bunga itu sendiri.

Jilatan-jilatan api semakin menyebar di sekitarnya berusaha melahap siapa saja yang menyentuhnya.

Euphoria yang dirasakannya semakin menggelora kala suara kesakitan itu menghiasi indera pendengarannya semakin nyaring di tiap sudut ruangan kecil itu. Tajamnya tatapan itu kini tertuju ke arah dua orang yang masih terkapar tak berdaya di permukaan lantai marmer berhiaskan darah yang telah mengering. Entah milik siapa darah itu, namun amisnya masih saja menyeruak ke seisi ruangan tanpa adanya satupun aliran udara di sana.

Seringai lebar di wajah itu tak kunjung pudar. Sejak dua orang yang ia bawa ke tempat persembunyiannya dengan cara yang tidak manusiawi. Tentu saja.

"A- apa yang kau inginkan.. dari kami?" tanya lelaki yang terbaring lemah di permukaan lantai kasar juga dingin itu nyaris tak bersuara.

Suara tangis tersedu-sedu terdengar semakin jelas di penjuru ruangan. Suara itu berasal dari seorang perempuan yang sekujur tubuhnya sudah dihiasi dengan berbagai luka disertai bercak darah di rambut terangnya.

"Jack... Alex..." Ucapnya perlahan disertai ringisan akibat kepala yang dihadang rasa sakit luar biasa.

"Bertahanlah-" Ucap lelaki yang kini nekat untuk duduk dengan susah payah walaupun si pria yang satunya masih asyik menikmati tontonan akan tersiksanya dua orang itu. Seakan ia sedang menyaksikan tontonan teatrikal musik yang selalu menjadi favoritnya dimana instrumen biola lah yang selalu ia jadikan kesukaan nomor satu.

Bedanya kali ini suara rintahan kesakitanlah yang menjadi alunan merdu penghias indera pendengarannya.

"Bukankah lebih baik menyerah saja?" Derap langkahnya terdengar jelas mendekati kedua orang itu perlahan.

"Bahkan mayatku tak akan pernah melakukannya!"

Sebelum akhirnya suara pukulan bertubi-tubi terdengar jelas di penjuru ruangan.



HANA

"Ya Tuhan... Aku mohon selamatkan nyawa kami, aku tidak mau mati dengan keadaan mengerikan seperti ini!" Seruku tak henti-henti dalam hati.

Walaupun pemandangan mengerikan sedang berlangsung saat ini juga di hadapanku. Wajah Skandar yang awalnya sudah berlumuran darah kini semakin dihujani darah yang semakin deras mengalir di wajah lebamnya itu. Dengan sekuat tenaga aku berupaya mencari akal untuk bisa menghentikan tendangan itu, namun tubuhku sama sekali tidak dapat bergerak dari tempatku ini. Aku tidak dapat merasakan apa-apa lagi di sekitar tubuhku yang kini berada dalam posisi berbaring menyamping menghadap pemandangan mengerikan ini. 

Aku berusaha berteriak sekencang mungkin, walaupun kenyataannya bukan seperti itu.

"TOLONG!! HENTIKAN!" 

"Kumohon!"

"Tolong!"

"Skandar!!"

"Hentikanlah!"

"Tolong, jangan dia!"

"Aku!"

"Bunuh saja aku!!"

Entah nyali dari mana yang kudapat, hingga aku bisa mengucapkan hal itu. 

Masih saja ia tidak menghiraukan.

Ya Tuhan...



Jika memang ini takdirku, bisa menyelamatkan nyawa sahabatku dari penyiksaan ini walaupun nyawa yang harus kukorbankan, tidak apa-apa. Kali ini aku sudah pasrah dan menerima apapun jalan keluarnya asal ia bisa selamat dari pria gila itu. Demi Tuhan, aku sudah ikhlas. 

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 21, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Black RoseWhere stories live. Discover now