18. It's Over (2)

3.6K 485 21
                                    

Langit sudah gelap ketika aku berlari menuruni anak tangga sambil menangis, sayup-sayup kudengar langkah Jisung yang mencoba mengejar ku.



Sial sekali, saat di anak tangga terakhir, tiba-tiba aku terjatuh.




Aku melihat lututku yang berdarah, tapi sakitnya tak sebanding dengan sakit yang disebabkan olehnya.



Ia berlari menghampiriku yang masih terduduk di tanah sambil menangis. Ia menangkup wajahku, tapi dengan cepat aku menepis tangannya.



"Aku anter pulang ya?" tawarnya dengan lembut.


"Nggak usah! Aku bisa pulang sendiri!!" tolakku.



"Nggak ada penolakan," ucapnya lalu menggendongku menuju sepedanya.


Aku ingin memberontak tapi entah kenapa tubuh ini menolaknya, aku hanya pasrah dan mengikuti kemauannya.


Ia mulai mengayuh sepeda dan angin dingin kini menerpa tubuhku.


Hening, hanya terdengar isakan pelan dariku yang mengiringi perjalanan kami malam ini.



Tak lama kemudian, kami pun sampai. Ia menggendongku masuk ke rumah lalu mengambil kotak obat yang berada di pojok ruangan. Ia mengobati lukaku dengan teliti dan aku hanya diam memperhatikannya.





"Aku jadi inget waktu pertama kali kita ketemu," ucapku memecah keheningan.


Ia berhenti lalu mendongak menatapku, "Namaku Park Jisung, nama kamu siapa?"

Aku tersenyum dan menangis disaat yang bersamaan, "Saejin, Jung Saejin"


Ia tersenyum tipis lalu kembali fokus mengobati luka ku.


"Selesai," ucapnya.


Ia membereskan kotak P3K dan menaruhnya di tempat semula.

"Kalo gitu aku pulang dulu ya?" ujarnya. "Kamu gapapa kan dirumah sendiri?"


Aku menggeleng pelan, "Jangan pergi, aku takut."

Ia berjalan mendekatiku lalu mengusap lembut kepalaku.


"Maaf, aku harus pergi," ucapnya lalu berjalan menuju pintu.

"Tunggu," ucapku pelan.




Ia berhenti.





Aku berlari ke arahnya lalu memeluknya dari belakang.


Ia meraih tanganku yang melingkar di perutnya dan mencoba untuk melepaskannya.


"Biarin aku meluk kamu untuk yang terakhir kalinya," ucapku terisak. "Aku mohon."


Akhirnya ia membiarkanku memeluknya selama beberapa saat.


Tanpa kusangka, aku merasakan bahunya sedikit bergetar.





Apa dia menangis?




"Jisungie?" Panggilku.

"Hm?"

"Bisa nggak kita ulang semuanya dari awal?" tanyaku.


"Maaf," ucapnya serak.


Mendengar suaranya yang serak, aku yakin bahwa ia sedang menangis.

"Kamu nangis?" tanyaku.

"E.. enggak. Aku pergi dulu." ucapnya lalu melepas paksa tanganku dari pinggangnya.



"Jisungie!!" teriakku.


Ia tak memperdulikanku dan tetap berjalan keluar dari rumahku.


Aku mengejarnya, berusaha untuk menahannya. Tapi, dengan cepat ia naik ke sepeda yang terparkir di luar pagar rumah lalu mengayuhnya dengan kencang.



Aku menatap punggungnya yang semakin menjauh, "Jisungie!!!!!"



Aku terduduk di tanah dengan air mata yang tak henti-hentinya mengalir di pipiku. Aku merasakan rintik-rintik hujan mulai turun, menambah dinginnya udara malam ini.




Kehangatan mulai menyapaku ketika seseorang memakaikan jaket denim dengan wangi peppermint padaku.



Aku menoleh kearah orang tersebut ㅡJisung?


Dia kembali untukku?




Aku menatap wajahnya yang basah terkena rintikan air hujan.

"Jangan hujan-hujanan, nanti kamu sakit," ucapnya di bawah gerimis malam ini.


Aku hanya tersenyum menatapnya, lalu ia segera memapahku untuk masuk ke rumah.



"Aku tau, kamu nggak bakal ninggalin aku sendiri," ucapku senang.

Ia tersenyum miring, "Jangan kegeeran, hpku ketinggalan," ucapnya seraya menunjuk ponsel yang ada di atas meja.



Sakit ㅡseperti ada yang menyayat hatiku.


Ia mengambil ponselnya lalu menengok keluar, "Hujannya makin deres, aku boleh numpang disini sebentar nggak?"

Aku hanya mengangguk pelan.

Ia duduk di sofa lalu memainkan ponselnya, "Pinjem handuk dong."

Aku menuruti permintaannya lalu menyodorkan sebuah handuk padanya.

Ia menarik tanganku sehingga membuatku duduk tepat disampingnya, ia mengusap kepalaku yang setengah basah terkena air hujan dengan handuk tersebut.

Aku hanya diam, menatap sendu wajah pucatnya.

Tenagaku sudah habis, bahkan untuk sekedar berbicara dengannya. Mataku semakin pedih ketika ia terus mengusap lembut kepalaku.

Ia terus mengusap kepalaku sampai aku tertidur di bahunya.

-••-


Tbc...

Jangan lupa vommentnya chingu, thank you💚

Tender LoveWhere stories live. Discover now