Perjodohan Mendadak

Start from the beginning
                                    

“Ma?” Buru-buru Abid mendekati Mama. Leli pingsan, hal itu membuat Bea merasa bersalah. Apa mungkin ada kata-kata Bea yang menyakiti Leli?

“Kita bawa Mama ke kamarnya,” ucap
Arif sigap. Abid membawa mamanya ke kamar.

“Puas kamu Be, membuat Tante Leli pingsan?!”

Bearista menunduk, ia merasa terpojok dengan ucapan mamanya yang menyalahkan. “Pikirkan lagi baik-baik, Bea. Abid kurang apa sampai kamu menolaknya?” ucap Mama Aliyana.

“Bea sudah memikirkan baik-baik, Ma. Mama pasti mendengar pria itu juga menolaknya.” gumamnya dalam hati.

Ingin sekali Bea mengucapkan seperti itu, tetapi mulutnya tidak mampu. Semua orang masuk ke kamar Leli, memastikan kalau semuanya baik-baik saja.

***

Orang sering bilang, kalau sekarang bukan lagi zamannya Siti Nurbaya. Namun, mengapa orang tua  memaksa agar dirinya menerima laki-laki pilihan mereka. Yang ada, pernikahannya akan hambar. Untung saja semalam keadaan sudah membaik, Bea kokoh dengan keputusan menolak perjodohan ini. Bea bisa mencari sendiri. Bea rasa dirinya tidak pantas, mengingat pekerjaan pria itu dan ia juga sangat menyebalkan. Pergi dari rumah adalah pilihan terbaik, maka ia ingin melakukannya.
Sayangnya, saat ini ia tidak mempunyai tabungan. Gaji bulan ini saja dipotong dua ratus ribu, sedangkan tabungannya menipis akibat Bea suka kuliner dengan Nayla. Bea jadi pusing sendiri. Ingin ke rumah Papa, tetapi ia tidak tega, merepotkan saja.

“Bea ... buka pintunya.”

Tentu saja ia mengenali pemilik suara ini. Ia bergegas membukanya. Kedatangan Alex membuat Bea sangat bahagia.

“Masuk, Pak Eko ....” Bea menyambut Papa diiringi candaan. “Papa tumben ke sini?” tanya Bearista. Papa Bea memang tidak tinggal serumah dengan Bea semenjak bercerai dengan Mama Bea.

“Tidak boleh, ya? Ya sudah deh, Papa pulang.” Baru saja Alex memutar balik tubuh, Bea sudah menahannya.

“Bukan gitu, Papa Sayang ... ayo masuk, Pa.” Bea menggandeng papanya hingga masuk ke rumah.

“Duduk, Pa. Papa mau minum apa?” tanya Bea.

“Jus jeruk untuk cuaca panas sepertinya cocok,” jawab Alex.

“Siap laksanakan, Bos!”

Tanpa menunggu lama, jus jeruk keinginan papa Bea pun tersedia di atas meja.

“Papa sudah makan?” tanya Bea.

“Sudah, tadi di jalan.” Alex mengeluarkan sesuatu dari tasnya, “Nih.” Ia memberikan secarik kertas putih yang digulung dengan pita merah marun.

“Apa ini, Pa?” Bea membuka kertas itu perlahan.

Bea menatap takjub isi kertas itu, ternyata sebuah lukisan wajah dirinya. “Papa makasih, Bea suka.” Bea memeluk papanya.

“Syukurlah kamu suka. Papa buat butuh waktu lama.”

“Bukannya Papa paling ahli melukis? Setengah jam juga jadi,” ujar Bea.

“Kemarin Papa ingat kamu, saat melukis wajahmu, Papa tidak fokus. Setelah lukisan itu jadi, Papa langsung ke sini, deh. Untuk memastikan anak Papa baik-baik saja,” jawab Alex.

TraveLoveWhere stories live. Discover now